KABARBURSA.COM - Sejumlah sektor dianggap memiliki kinerja yang stabil di tengah menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir-akhir ini.
Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mengatakan, terdapat beberapa sektor yang umumnya lebih tahan terhadap penurunan pasar saham, atau lebih resisten terhadap volatilitas ekonomi, meskipun tidak ada yang benar-benar kebal terhadap kondisi pasar yang buruk.
"Beberapa sektor yang cenderung lebih stabil selama pasar turun antara lain sektor kesehatan, konsumer non siklikal, dan infrastruktur," kata dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.
Namun, kondisi itu semua tergantung pada saham masing-masing. Karena, menurut dia, ada juga saham di sektor defensif yang sahamnya justru turun sangat tajam.
"Perlu dilihat fundamental masing-masing saham tersebut," ucapnya.
Lebih jauh, Desmond berbicara tentang bagaimana pendekatan terbaik untuk para investor jangka panjang menghadapi penurunan IHSG.
Dia menyatakan, strategi terbaik untuk mayoritas investor ritel adalah DCA (Dollar Cost Averaging) pada saham-saham berfundamental baik. Melalui DCA, lanjutnya, investor bisa menginvestasikan jumlah yang tetap secara berkala (misalnya setiap bulan) terlepas dari kondisi pasar.
"Dengan cara ini, Anda membeli lebih banyak saat harga rendah dan lebih sedikit saat harga tinggi, sehingga mengurangi risiko volatilitas pasar," jelasnya.
Alternatif lainnya adalah menghindari pasar saham untuk sementara. Jika pasar saham sangat volatile, menurut Desmon, sebagian investor memindahkan dana mereka ke aset yang lebih aman, seperti obligasi atau emas.
"Meskipun return-nya mungkin lebih rendah, aset-aset ini cenderung lebih stabil saat pasar saham terguncang," pungkas dia.
Investasi Jangka Panjang atau Pendek?
Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony, melihat penurunan IHSG ini sebagai hal yang perlu diperhatikan, terutama terkait strategi investasi. Pelemahan IHSG lebih banyak disebabkan oleh faktor internal. Salah satunya terkait dengan laporan keuangan perbankan.
“Di akhir minggu lalu, pemberitaan mengenai MSCI yang tidak akan memasukkan tiga emiten jumbo seperti BREN, PTRO dan CUAN, juga ikut mempengaruhi,” kata Chris dalam acara Bursa Pagi-Pagi dikutip, Rabu, 12 Februari 2025.
Chris menilai, investasi saham masih cukup menarik meskipun IHSG tengah menurun. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat bagi para investor untuk membeli saham-saham yang terkoreksi.
“Kalau kita perhatikan, sebenarnya saham-saham di Indonesia berada di valuasi yang cukup murah. Lalu bank-bank besar bisa memberikan dividen sekitar 5 sampai 7 persen, itu merupakan area cukup menarik bagi investor yang mencari dividen,” ujar dia.
Chris juga memandang, masih banyak emiten yang mencatatkan kinerja stabil di tengah melemahnya IHSG. Di saat seperti inilah keputusan para investor diuji untuk memilih investasi jangka pendek atau panjang.
Dari sisi jangka pendek, Chris menyarankan agar para investor memperhatikan kinerja perusahaan hingga pembagian dividen yang besar.
“Secara jangka pendek, kita melihat short time dari pergerakan harga sahamnya sedang menurun. Tapi dikembalikan lagi pada kinerja-kinerja perusahaan yang bagus lalu ada dividen,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Chris, saat ini investasi jangka panjang juga masih cukup menarik. Dia sangat yakin perusahaan di Indonesia masih banyak yang akan bertumbuh secara jangka panjang.
“Selama kinerja dari satu perusahaan itu mencatatkan hasil bagus, cenderung naik, dan prospek ke depannya menarik, pergerakan harga saham yang turun justru memberikan suatu kesempatan untuk kita dapat membeli lebih murah,” pungkasnya.
Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara mengenai pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir. Di tengah kondisi ini, BEI memiliki beberapa saran kepada para investor.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik melihat kondisi pasar saham Indonesia saat ini disebabkan oleh sentimen yang datang dari ketidakpastian.
“Kondisi pasar kita saat ini memang dipengaruhi ketidakpastian global,” ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Di tengah kondisi ini, Jeffrey menyarankan agar para investor berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hal ini bertujuan untuk menghindari berbagai risiko yang ada.
“Mengambil keputusan secara rasional dan disesuaikan dengan profil risiko masing masing investor,” tutur Jeffrey.
Beberapa waktu lalu, Jeffrey juga membeberkan faktor utama yang menyebabkan kondisi ketidakpastian global adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat terhadap China, hingga dinamika ekonomi ke negara Meksiko dan Kanada.
“Kebijakan yang telah diumumkan namun kemudian ditunda menciptakan ketidakpastian yang semakin besar bagi pasar global,” ujar Jeffrey di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.
Jeffrey berujar, dampak dari kondisi tersebut tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi di Indonesia. Menurutnya, ketidakpastian di pasar global ikut memberi efek terhadap tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan rantai pasok global.
“Perubahan konstelasi ekonomi ini memberikan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis di Indonesia,” katanya.
Dengan adanya ketidakpastian ini, Jeffrey mengimbau agar para investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama dalam menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di pasar keuangan domestik.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh investor adalah mengantisipasi dampak dari ketidakpastian global. Meskipun sulit untuk memperkirakan bagaimana kondisi ini akan berkembang, menurut Jeffrey, investor berpengalaman dapat belajar dari periode ketidakpastian sebelumnya.
“Analisis terhadap kebijakan pemerintah, reaksi negara lain, serta tren historis dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan investasi yang lebih matang,” jelasnya.
Guna mengatasi sejumlah hal tersebut, BEI bakal meluncurkan sejumlah instrumen keuangan baru, yakni short selling dan intraday short selling.
Jeffrey mengatakan, tujuan peluncuran instrumen ini adalah untuk membantu para investor di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
“Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor, terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat,” ujarnya.
Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.
“Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan,” jelasnya.(*)