Logo
>

Selandia Baru Cabut Larangan Eksplorasi Migas

Ditulis oleh KabarBursa.com
Selandia Baru Cabut Larangan Eksplorasi Migas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah Selandia Baru sedang menggodok rencana untuk mencabut larangan eksplorasi minyak dan gas lepas pantai. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tantangan keamanan energi akibat menurunnya cadangan gas alam dengan cepat.

    Menteri Sumber Daya Shane Jones mengungkapkan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, bahwa gas memiliki peranan “vital” bagi perekonomian, terutama selama periode puncak permintaan listrik dan saat pembangkitan listrik dari sumber-sumber terputus-putus seperti angin, tenaga surya, dan tenaga air mengalami penurunan.

    Perdana Menteri Christopher Luxon telah berjanji untuk melanjutkan eksplorasi minyak dan gas lepas pantai setelah pemilu Oktober lalu. Upaya juga sedang dilakukan untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik terbarukan.

    Rencana untuk mengakhiri moratorium ini akan diusulkan melalui amandemen Crown Minerals Act yang akan diajukan ke parlemen pada paruh kedua tahun 2024, sesuai dengan pernyataan resmi tersebut.

    Chlöe Swarbrick, salah satu pemimpin Partai Hijau, mengkritik langkah ini dengan tajam. Menurutnya, pencabutan larangan ini adalah langkah mundur yang “berat” di tengah “krisis iklim” yang sedang berlangsung.

    Sebagai informasi, Selandia Baru menghentikan pemberian izin eksplorasi minyak dan gas lepas pantai pada tahun 2018 di bawah kepemimpinan Jacinda Ardern, meski masih mengizinkan proyek di darat.

    Pada tahun 2018, Pemerintah Selandia Baru, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Jacinda Ardern, memutuskan untuk menghentikan pemberian izin eksplorasi minyak dan gas lepas pantai. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor utama:

    1. Krisis Iklim dan Lingkungan: Salah satu alasan utama di balik larangan ini adalah upaya untuk memerangi perubahan iklim. Selandia Baru berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Eksplorasi minyak dan gas dianggap bertentangan dengan tujuan tersebut karena berpotensi meningkatkan emisi karbon dan merusak lingkungan.
    2. Tekanan Politik dan Aktivisme: Keputusan ini juga didorong oleh tekanan dari kelompok lingkungan dan aktivis iklim yang mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan lebih tegas dalam mengatasi krisis iklim. Gerakan ini mendapatkan dukungan luas dari masyarakat yang khawatir akan dampak negatif dari eksplorasi minyak dan gas terhadap ekosistem laut dan kehidupan pesisir.
    3. Komitmen Internasional: Selandia Baru berkomitmen untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris tentang perubahan iklim, yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Larangan eksplorasi minyak dan gas merupakan salah satu langkah untuk menunjukkan kepemimpinan dalam isu iklim di panggung internasional.
    4. Transisi Energi: Pemerintah Selandia Baru juga berencana untuk mengalihkan fokus energi negara dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Dengan menghentikan eksplorasi baru, diharapkan akan ada dorongan yang lebih kuat untuk investasi dalam teknologi energi terbarukan seperti tenaga angin, surya, dan hidroelektrik.
    5. Warisan Politik: Keputusan ini merupakan bagian dari warisan politik Jacinda Ardern yang dikenal karena kebijakan-kebijakan pro-lingkungan dan progresif. Langkah ini mencerminkan komitmennya untuk meninggalkan warisan kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan.

    Namun, meskipun keputusan ini mendapat pujian dari komunitas lingkungan, ada juga kritik dari industri energi dan beberapa kalangan yang khawatir tentang dampaknya terhadap ekonomi dan pekerjaan. Mereka berargumen bahwa eksplorasi minyak dan gas masih penting untuk keamanan energi dan perekonomian Selandia Baru.

    Dampak dari Larangan

    1. Investasi Energi Terbarukan: Larangan ini mendorong percepatan investasi dan pengembangan energi terbarukan di Selandia Baru.
    2. Dampak Ekonomi: Ada kekhawatiran mengenai dampak ekonomi jangka pendek, terutama terkait lapangan pekerjaan di sektor minyak dan gas.
    3. Keberlanjutan: Langkah ini memperkuat posisi Selandia Baru sebagai salah satu negara yang berkomitmen terhadap keberlanjutan dan perlindungan lingkungan.

    Dengan latar belakang ini, keputusan pemerintah untuk mencabut larangan tersebut pada tahun 2024 menimbulkan berbagai reaksi dan perdebatan yang mencerminkan kompleksitas dalam menyeimbangkan antara kebutuhan energi, ekonomi, dan lingkungan. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi