KABARBURSA.COM - Sektor perumahan Indonesia menunjukkan tren positif dengan semakin banyaknya milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang berhasil memiliki rumah pertama mereka melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Hal ini menjadi indikasi optimisme terhadap masa depan sektor perumahan Tanah Air, meskipun dihadapkan dengan sejumlah tantangan yang belum dapat diatasi secara menyeluruh.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon LP Napitupulu menyebutkan bahwa kenaikan jumlah pemilik rumah dari kalangan milenial dan pekerja sektor informal menjadi bukti keberhasilan sektor perumahan dalam memberikan akses kepemilikan rumah bagi kelompok yang selama ini dianggap sulit mengakses pembiayaan.
“Terutama untuk pekerja sektor informal, dapat kita bayangkan jika tidak ada program rumah subsidi, mereka tidak akan bisa membeli rumah,” kata Nixon saat ditemui di Menara BTN 1, Jakarta, Jumat, 8 November 2024 malam.
Namun, meskipun ada kabar baik mengenai peningkatan akses kepemilikan rumah, Nixon tidak menampik bahwa sektor perumahan masih dihadapkan pada sejumlah persoalan mendasar yang perlu segera diatasi. Salah satu yang paling krusial adalah masalah backlog perumahan, yang menurut data pemerintah, masih mencapai sekitar 9,9 juta unit.
Kata Nixon, hal ini menjadi perhatian besar, mengingat bahwa lebih dari 50 persen dari masyarakat miskin di Indonesia masih tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Penyelesaian Masalah Backlog dan Rumah Tidak Layak Huni
Di kesempatan tersebut, Nixon juga mengungkapkan keprihatinannya terkait tingginya jumlah rumah yang masih tidak layak huni. Berdasarkan data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), sekitar 24 juta rumah di Indonesia teridentifikasi masih dalam kondisi tidak layak huni, yang menambah panjang daftar tantangan yang harus segera diselesaikan oleh sektor perumahan.
“Masalah backlog yang mencapai 9,9 juta unit ini perlu perhatian serius. Sektor perumahan Indonesia belum mampu menciptakan stok rumah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar masalah ini terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat, dan kurangnya program rumah subsidi yang tepat sasaran,” ujar Nixon.
BTN, sebagai salah satu lembaga keuangan yang berperan penting dalam pembiayaan sektor perumahan, mencatat sejumlah masalah yang masih menghambat tercapainya penyelesaian masalah tersebut. Salah satunya adalah pendataan kebutuhan rumah yang masih belum efisien.
Menurutnya, sistem yang ada saat ini, yaitu dengan menggunakan metode “by name, by address”, dinilai belum sepenuhnya efektif dalam memastikan siapa saja yang benar-benar membutuhkan rumah subsidi.
Selain itu, tumpang tindih peraturan yang ada di tingkat pusat dan daerah juga menjadi penghalang besar dalam upaya menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurut Nixon, perencanaan tata ruang yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah juga memperburuk situasi. Banyak daerah yang menghadapi kendala dalam penyediaan lahan yang sesuai dengan regulasi dan rencana pembangunan perumahan yang ada. Hal ini menjadi hambatan bagi pengembang untuk bisa segera mengatasi masalah kekurangan rumah, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan hunian layak dengan harga terjangkau.
BTN menyarankan sejumlah langkah yang bisa diambil untuk mempercepat penyelesaian masalah perumahan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menyusun data yang lebih akurat dan tepat sasaran mengenai siapa saja yang benar-benar membutuhkan rumah subsidi. Pendataan yang lebih efisien akan mempermudah distribusi bantuan dan memastikan bahwa rumah subsidi dapat disalurkan tepat kepada yang membutuhkan.
Selain itu, Nixon juga menekankan pentingnya keselarasan antara perencanaan pembangunan perumahan dengan kebijakan tata ruang di daerah dan pusat. Sinkronisasi ini akan mempermudah proses pengadaan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan rumah, serta menghindari tumpang tindih regulasi yang dapat menghambat progres sektor perumahan.
Sektor Perumahan sebagai Pendorong Ekonomi
Di tengah tantangan yang ada, Nixon tetap optimistis bahwa sektor perumahan Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dan berkontribusi lebih pada perekonomian nasional. Menurutnya, pembangunan sektor perumahan memiliki dampak yang sangat luas, terutama bagi 185 subsektor lainnya yang mayoritas padat karya, seperti konstruksi, manufaktur bahan bangunan, dan sektor pendukung lainnya.
“Pembangunan sektor perumahan secara masif tidak hanya akan menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat, tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang luas. Setiap pembangunan satu unit rumah, misalnya, dapat menyerap sekitar lima tenaga kerja. Artinya, jika kita membangun 100.000 rumah per tahun, kita bisa menyerap hingga 500.000 tenaga kerja,” terang Nixon.
Dengan demikian, sektor perumahan tidak hanya menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan akan rumah layak huni, tetapi juga berpotensi menjadi mesin penggerak ekonomi yang penting.
Jika dapat dipacu dengan kebijakan yang tepat dan sinergi antara pemerintah, pengembang, dan lembaga keuangan, sektor perumahan di Indonesia diyakini akan menjadi sektor yang tumbuh pesat dan dapat mengurangi angka kemiskinan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Meski prospek sektor perumahan Indonesia sangat cerah, tetapi tantangan besar yang dihadapi harus diatasi segera untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Keberhasilan sektor perumahan dalam menjangkau lebih banyak kalangan, seperti milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal, tentu akan lebih optimal jika masalah seperti backlog perumahan, rumah tidak layak huni, serta ketidaksesuaian regulasi dapat diatasi dengan tuntas.
Pemerintah, pengembang, serta lembaga keuangan seperti BTN diharapkan dapat bekerja sama dalam mencari solusi yang lebih baik, agar perumahan yang layak dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Dengan upaya kolektif, sektor perumahan Indonesia dapat menjadi pilar penting dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi bangsa ini. (*)