KABARBURSA.COM - Pada pekan terakhir November 2024, nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bagaimana dengan pekan ini?
Para analis memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan cenderung volatil pada pekan ini, seiring dengan ramainya rilis data ekonomi dan ketenagakerjaan yang diperkirakan dapat memengaruhi sentimen pasar.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leongbmengamati bahwa penguatan rupiah pekan ini disebabkan oleh koreksi pada dolar AS, yang tertekan oleh aksi ambil untung (profit taking) dari para investor.
Selain itu, gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah turut memberikan tekanan pada aset safe haven seperti dolar AS, yang sering menjadi pilihan investor saat ketidakpastian global meningkat.
Sementara itu, tidak ada rilis data ekonomi domestik yang signifikan pada minggu ini, yang memberikan ruang bagi pergerakan mata uang lokal.
Menurut Lukman, data ekonomi dari Amerika Serikat (AS), seperti Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi PCE (Personal Consumption Expenditures), dan risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), tidak menunjukkan kejutan signifikan.
Sebagian besar data tersebut sesuai dengan harapan pasar, yang turut memperkuat keyakinan investor bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar akan memangkas suku bunga pada bulan Desember.
Probabilitas pemangkasan suku bunga ini meningkat dari 52 persen pada pekan sebelumnya menjadi 66 persen pada minggu ini.
Lanjut Lukman, kondisi politik domestik, khususnya Pilkada yang berlangsung dengan kondusif, turut memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah.
"Keadaan politik yang stabil membantu menciptakan iklim investasi yang positif, yang pada gilirannya mendukung rupiah," kata Lukman, Minggu, 1 Desember 2024.
Berdasarkan data Bloomberg, pada Jumat, 29 November 2024, nilai tukar rupiah spot ditutup berada diposisi Rp15.848 per dolar AS. Pada perdagangan hari itu, rupiah tercatat menguat sekitar 0,15 persen secara harian dan naik 0,17 persen dibandingkan dengan level akhir pekan lalu, yaitu Rp15.875 per dolar AS.
Di sisi lain, kurs Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) pada hari yang sama ditutup pada posisi Rp15.856 per dolar AS. Kurs ini menguat sebesar 0,05 persen dibandingkan hari sebelumnya, namun mengalami pelemahan sebesar 0,34 persen jika dibandingkan dengan posisi Rp15.911 per dolar AS pada pekan sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan bahwa penguatan rupiah pada perdagangan akhir pekan kemarin sejalan dengan tren penurunan dolar AS. Menurutnya, dolar AS melemah karena investor melakukan rebalancing portofolio setelah reli yang cukup signifikan sepanjang bulan November.
"Dengan demikian, rupiah mampu menguat sekitar 0,15 persen menjadi Rp15.848 per dolar AS," jelas Josua.
Proyeksi Pergerakan Rupiah Pekan ini
Mengingat banyaknya data ekonomi yang akan dirilis pekan depan, baik dari domestik maupun internasional, para analis memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan cenderung volatil.
Dari sisi domestik, perhatian utama akan tertuju pada data inflasi Indonesia dan PMI manufaktur yang akan dirilis pada hari Senin ini, serta data cadangan devisa (cadev) yang akan diumumkan pada hari Jumat.
Data-data ini dianggap penting karena dapat memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian domestik dan kebijakan yang akan diambil oleh Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga.
Sementara itu, dari sisi eksternal, pasar akan memantau sejumlah rilis data ekonomi dari AS dan negara lainnya, termasuk data manufaktur PMI China dan ISM AS, pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell, serta data ketenagakerjaan AS, seperti ADP Employment Change dan Non-Farm Payrolls (NFP).
Para analis memprediksi bahwa pasar tenaga kerja AS akan menunjukkan tanda-tanda pelonggaran, yang jika sesuai dengan ekspektasi, dapat memberikan sentimen positif terhadap mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Namun, Lukman mengingatkan bahwa meskipun sejumlah data ekonomi AS menunjukkan potensi pelonggaran, data-data yang dirilis sebelumnya tetap menunjukkan kekuatan ekonomi AS.
"Oleh karena itu, meskipun ada potensi pelemahan dolar, rupiah kemungkinan akan tetap tertekan oleh data ekonomi AS yang lebih kuat," ujarnya.
Lukman memperkirakan bahwa dalam perdagangan pekan ini, rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.750 hingga Rp16.000 per dolar AS. Sementara itu, Josua memprediksi rupiah akan bergerak di rentang yang sedikit lebih sempit, yaitu antara Rp15.775 hingga Rp15.900 per dolar AS.
Proyeksi ini mencerminkan adanya ketidakpastian yang tinggi di pasar keuangan global, terutama terkait dengan potensi kebijakan suku bunga The Fed dan dinamika ekonomi domestik Indonesia.
Pergerakan rupiah pada pekan terakhir November 2024 menunjukkan adanya penguatan terhadap dolar AS, meskipun para analis memperkirakan volatilitas tinggi di pekan ini akibat berbagai rilis data ekonomi yang penting.
Investor akan memperhatikan data inflasi Indonesia, PMI manufaktur, serta data ketenagakerjaan AS, yang semuanya dapat mempengaruhi keputusan kebijakan Bank Indonesia dan The Fed. Meskipun terdapat faktor-faktor yang mendukung penguatan rupiah, faktor eksternal seperti kekuatan ekonomi AS tetap dapat memberikan tekanan pada mata uang lokal.
Sebagai langkah antisipasi, para pelaku pasar diharapkan tetap mengikuti perkembangan data ekonomi yang akan dirilis sepanjang pekan depan, karena hal ini akan menjadi penentu arah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. (*)