Logo
>

Sepi Peminat BUMN Melantai di Pasar Saham, ini Respons BEI

Ditulis oleh KabarBursa.com
Sepi Peminat BUMN Melantai di Pasar Saham, ini Respons BEI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan hingga saat ini belum ada perusahaan BUMN yang menyatakan minat untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).

    Pernyataan ini muncul di tengah kabar bahwa Kementerian BUMN menyebut sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset jumbo sedang bersiap untuk IPO.

    "Hingga saat ini belum ada BUMN," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, saat ditemui di Jakarta, Jumat 19 Juli 2024.

    Meskipun demikian, Nyoman menambahkan bahwa otoritas bursa terus mendorong perusahaan BUMN dan anak usahanya untuk segera melantai di bursa.

    "Kami selalu mendorong, tapi saat ini kami menunggu anak perusahaan BUMN," ujarnya.

    Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan tengah mengkaji sejumlah perusahaan pelat merah dengan aset besar. Di antaranya adalah holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney), hingga PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelindo).

    "Iya, ada kemungkinan IPO, tapi prosesnya masih lama," ujar Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, saat ditemui di Jakarta, Kamis 18 Juli 2024

    Arya menjelaskan bahwa untuk melaksanakan IPO, Kementeriannya perlu mempersiapkan berbagai perhitungan nilai ekonomis, termasuk peluang pasar berdasarkan lini bisnisnya.

    Dia mencontohkan kasus PT Pertamina Hulu Energi (PHE), entitas usaha PT Pertamina (Persero), yang batal melaksanakan IPO pada 2023. Penundaan itu terjadi karena belum adanya kecocokan bisnis dengan momentum pasar.

    Sepanjang tahun ini, BEI menargetkan sebanyak 62 perusahaan menggelar IPO, lebih rendah dari target tahun sebelumnya. Hingga awal Juli, sudah terdapat 32 perusahaan yang telah melaksanakan IPO.

    Selain itu, sebanyak 21 perusahaan telah masuk dalam daftar antrean IPO tahun ini.

    Nyoman menyatakan mayoritas perusahaan yang tengah antre IPO berasal dari sektor Consumer-Non Cyclicals atau penyedia barang pokok dan jasa fundamental yang tidak terpengaruh siklus ekonomi.

    Secara terperinci, total perusahaan Consumer-Non Cyclicals tercatat berjumlah 7 perusahaan atau setara 33,3 persen. Sementara itu, sektor Consumer Cyclicals, Energi, Finansial, Healthcare, Teknologi, dan Industri masing-masing berjumlah 2 perusahaan atau 9,5 persen.

    Kemudian, sektor Basic Material, Transportasi, dan Logistik masing-masing hanya sebanyak 1 perusahaan atau memegang porsi 4,8 persen.

    Dari total tersebut, BEI juga mencatat sebanyak 2 perusahaan memiliki aset berskala besar atau di atas Rp250 miliar. Klasifikasi aset tersebut berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017.

    Selain itu, sebanyak 16 perusahaan masuk dalam kategori kepemilikan aset menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dan sisanya 3 perusahaan masuk dalam aset berskala kecil atau di bawah Rp50 miliar.

    Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) di tahun 2024 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

    Penurunan jumlah IPO di BEI disebabkan oleh beberapa faktor, seperti aturan yang lebih ketat, ketidakpastian ekonomi, dan kurangnya minat investor. Upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan minat IPO dan menjaga pertumbuhan pasar modal Indonesia.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan yang lebih ketat untuk perusahaan yang ingin IPO. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas emiten dan melindungi investor. Persyaratan yang lebih ketat ini membuat beberapa calon emiten enggan untuk melantai di BEI.

    Kondisi ekonomi global dan domestik yang tidak pasti, seperti inflasi yang tinggi, suku bunga yang naik, dan potensi resesi, membuat para calon emiten menunda rencana IPO mereka. Mereka mungkin khawatir bahwa pasar tidak akan menyambut baik IPO mereka dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil.

    Investor mungkin lebih berhati-hati dalam berinvestasi di saham IPO, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti. Hal ini dapat menyebabkan underpricing pada IPO, sehingga calon emiten merasa kurang tertarik untuk melantai di BEI.

    Perusahaan mungkin menemukan alternatif pendanaan yang lebih menarik dan mudah diakses dibandingkan dengan IPO, seperti pinjaman bank atau venture capital.

    Beberapa perusahaan mungkin lebih memilih untuk fokus pada peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan bisnis mereka daripada terburu-buru untuk IPO. Penurunan IPO dapat berdampak negatif pada pasar modal Indonesia, karena dapat menghambat pertumbuhan dan diversifikasi pasar. Hal ini juga dapat mengurangi peluang investasi bagi investor lokal dan asing.

    BEI dan OJK terus berupaya untuk meningkatkan minat IPO dengan menyederhanakan proses IPO dan persyaratannya. Meningkatkan edukasi dan literasi investor. Memberikan insentif bagi perusahaan yang ingin IPO dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi