KABARBURSA.COM - IDXCarbon atau bursa karbon mencatatkan kenaikan jumlah Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) yang diperdagangkan dari 459.953 ton CO2e menjadi sebesar 613.894 ton CO2e selama satu tahun beroperasi sejak 26 September 2024.
Nilai transaksi yang diperdagangkan pun mengalami peningkatan dari Rp29,21 miliar menjadi Rp37,06 miliar. Sebanyak total 420.029 ton CO2e telah digunakan (dilakukan retirement) dari volume transaksi tersebut.
Hal itu menunjukkan mulai meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perdagangan karbon serta perannya dalam upaya melawan perubahan iklim.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengapresiasi sinergi yang terjalin antara Kementerian dan Lembaga, Otoritas, maupun Perusahaan yang telah menjadi pengguna jasa dan calon pengguna jasa Bursa Karbon.
"Kami berharap segala upaya yang dilakukan bersama dapat memberikan manfaat positif bagi perkembangan perdagangan karbon di Indonesia, membantu pencapaian target NDC Indonesia di 2030, dan memastikan kelangsungan bumi yang lebih sehat untuk masa depan yang lebih baik," ungkap Iman dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.
Perlu diketahui saat ini, terdapat tiga proyek SPE-GRK yang telah dicatatkan di IDXCarbon. Di antaranya ialah proyek Pertamina Geothermal Lahendong, PLTGU di Muara Karang milik PLN, dan PLTM di Gunung Wugul milik grup PLN.
Dengan hadirnya proyek-proyek tersebut, unit karbon yang dicatatkan bertumbuh dari 842.950 ton CO2e pada 26 September 2023 menjadi 1.777.141 ton CO2e pada 26 September 2024, dengan jumlah unit karbon tersedia setelah retirement sebanyak 1.357.112 ton CO2e.
Dalam periode yang sama, jumlah pengguna jasa juga bertumbuh cukup signifikan dari hanya 16 Pengguna Jasa di hari peluncuran menjadi 81 Pengguna Jasa.
Transaksi Bursa Karbon Capai Rp36,7 Miliar per Juni 2024
Diberitakan sebelumnya, Deputi III Bidang Pengembangan Usaha dan BUMN Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi melaporkan, nilai transaksi bursa karbon di Indonesia telah mencapai Rp36,7 miliar sejak awal peluncurannya pada 26 September 2023 lalu sampai dengan 30 Juni 2024.
Volume transaksi perdagangan di bursa karbon juga tercatat sebanyak 608 ribu ton CO2 ekuivalen.
"Sejak peluncuran sampai akhir Juni 2024 nilainya telah mencapai Rp36,7 miliar dengan volumenya mencapai 608.000 ton CO2 ekuivalen. Perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target dekarbonisasi," kata Elen saat menyampaikan sambutan dalam webinar bertajuk Perdagangan dan Bursa Karbon di Indonesia 2024 di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Adapun selama semester I-2024, Pemerintah mencatat nilai transaksi karbon mencapai Rp5,9 miliar dengan volume transaksi 114,5 ribu ton CO2 ekuivalen.
Elen menyampaikan, perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai target emisi nol karbon (NZE) yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk 2060.
Global Risk Report 2024 dari World Economic Forum telah memberikan peringatan bahwa lima dari sepuluh risiko terbesar yang dihadapi dunia dalam satu dekade mendatang berkaitan erat dengan perubahan iklim.
Untuk memangkas GRK dan menuju emisi nol karbon, sebanyak 196 negara telah sepakat mengadopsi Paris Agreement pada 2015.
Komitmen ini bertujuan untuk menjaga agar kenaikan suhu tidak melampaui batas 1,5 derajat celcius dan mengurangi emisi global sebesar 45 persen pada 2030.
Sampai dengan April 2024, suhu rata-rata permukaan bumi sudah mencapai 1,28 derajat celcius di atas suhu era pra industri.
Berdasarkan tren ini, lembaga riset Copernicus Climate Change Service juga memperkirakan kenaikan suhu bumi akan mencapai 1,5 derajat pada Mei 2033. Menurut Elen, hal ini perlu untuk menjadi perhatian bersama.
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional.
"Upaya tersebut tentunya membutuhkan dukungan finansial yang sangat tidak sedikit, oleh karena itu pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi diantaranya adalah Perpres 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon, pelaksanaan penyelenggaraan nilai ekonomi dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon," ujarnya.
Elen menilai, untuk mencapai target ini, skema pembayaran berbasis kinerja melalui Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) menjadi salah satu strategi dari Pemerintah.
Ia merinci, Provinsi Kalimantan Timur akan menerima dana sebesar USD110 juta untuk reduksi emisi sebanyak 20 juta ton CO2 ekuivalen dari Forest Carbon Partnership Facility atau Carbon Fund.
Provinsi Jambi akan menerima sebesar USD70 juta untuk reduksi emisi sebanyak 14 juta ton CO2 ekuivalen dari BioCarbon Fund.
Selain itu, Green Climate Fund akan membayar sebesar USD103,8 juta untuk reduksi emisi sebanyak 20,3 juta ton CO2 ekuivalen, sementara Norwegia akan memberikan sebesar USD156 juta untuk reduksi emisi sebanyak 31,2 juta ton CO2 ekuivalen.
“Kerja-kerja pemerintah ini akan mencapai hasil yang lebih baik jika mendapat dukungan dari sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, serta media,” katanya. (*)