Logo
>

Simak! Cara Investasi Obligasi untuk Pemula

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Simak! Cara Investasi Obligasi untuk Pemula

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Investasi obligasi memiliki cukup banyak diminati di Indonesia karena investasi ini dinilai menarik. Namun, masih banyak pemula yang belum tahu bagaimana cara untuk berinvestasi di sektor ini.

    Direktur Riset dan Investasi di Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan ini merupakan momentum yang positif untuk berinvestasi obligasi.

    "Di era tingginya tingkat suku bunga saat ini di mana 6,25 persen obligasi akan kasih bunga lebih tinggi dari pada bunga deposito," ujar dia dalam acara webinar ‘Telisik Peluang Pasar Modal Jelang Pilkada 2024’ yang diselenggarakan Kabar Bursa, Kamis, 22 Agustus 2024.

    Nico juga menyebut pajak obligasi saat ini hanya 10 persen, lebih rendah ketimbang pajak deposito yang senilai 20 persen.

    "Kebayang tidak sudah bunganya lebih tinggi, pajaknya jauh lebih kecil," ungkapnya.

    Lebih jauh Nico berbicara mengenai cara seseorang untuk memulai berinvestasi obligasi. Menurut dia, para pemula bisa lebih dulu  berinvestasi obligasi ritel yang dimulai dari Rp1 juta rupiah.

    "Rp1 juta sudah bisa mencoba investasi di obligasi dan bunganya masuknya itu setiap bulan," pungkasnya.

    Obligasi di Indonesia Masih Menjanjikan

    Diberitakan sebelumnya, perubahan ekspektasi suku bunga dan stabilitas Rupiah berpotensi membawa iklim yang lebih baik bagi pasar obligasi. Hal ini ini berpotensi pada kembalinya arus dana asing. Selain itu, berkurangnya target penerbitan SBN di semester kedua tahun 2024 bisa menjadi potensi katalis obligasi lainnya.

    Imbal hasil saat ini masih cukup menarik, di mana selisih imbal hasil SBN 10Y – UST 10Y berada di 288 bps (lebih tinggi dari rata-rata satu tahun sebesar 245 bps).

    Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income, memperkirakan imbal hasil SBN 10 tahun ada di kisaran 6,00 persen hingga 6,25 persen hingga akhir tahun ini. Ezra menambahkan, reksa dana obligasi dapat dipertimbangkan oleh investor untuk memanfaatkan karakteristik defensif dari kelas aset obligasi.

    Kondisi imbal hasil obligasi yang tinggi saat ini dapat menjadi peluang bagi investor untuk mengunci imbal hasil di level yang menarik dan juga dapat menikmati potensi capital gain ketika suku bunga mulai beranjak turun.

    “Kalau kita lihat di first half atau semester pertama tahun ini, lumayan banyak kolateritas karena yang terlihat adalah potensi global masih kurang. Kebutuhan Amerika masih kuat, inflasi masih tinggi, potensi kebunga juga masih menguat dengan rupiah kita cukup lemah,” terangnya.

    Tapi ke depannya, di semester ke-2 ini, Ezra melihat sudah mulai adanya lebih cerah kondisi di mana ekonomi Amerika sudah mulai melambat, inflasi juga mulai turun ke level di mana Fed sudah memberi sinyal akan menurunkan sebuah bunganya di September.

    Sebenarnya itu memberi katalis positif ke pasar obligasi, khususnya dengan rupiah juga kuat dan PD dapat menurunkan sebuah bunganya.

    “Saya sempat sampaikan bahwa pada saat penurunan sebuah bunga, itu pasti efeknya akan direct effect, memiliki efek yang langsung memengaruhi pasar obligasi. Jadi, imbal hasil atau yield obligasi di ekspertisasi akan turun dengan mulai adanya pemangkasan sebuah bunga oleh efek yang akan dirajutkan oleh pemangkasan Bank Indonesia,” ungkap Ezra, Rabu 14 Agustus 2024.

    Walaupun memang pemangkasan sebuah bunga Bank Indonesia tidak akan sebanyak efek, tentunya akan mengikuti atau sedikit di belakang efek pemangkasannya.Tapi tentunya itu akan mempengaruhi langsung ke pasar obligasi.

    Apalagi ditambah dengan rupiah yang menguat, tentunya itu akan memberikan confidence kepada investor asing yang sebelumnya di sidelines, belum berani masuk ke pasar obligasi Indonesia karena rupiahnya masih agak fertile, akan lebih berani masuk ke pasar obligasi .

    Jadi tentunya kalau melihat adanya penurunan supply lebih sedikit, sedangkan demandnya itu naik, tidak cuma investor lokal yang selama ini terus membeli, terus belanja pasar obligasi, tapi juga ada demand dari investor asing, itu tentunya akan memberikan booster, setidaknya positif dan katalis untuk bisa mendorong imbal hasil turun.

    BFIN Tawarkan Obligasi Hingga Rp600 Miliar

    PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) siap meluncurkan aksi besar di pasar obligasi dengan menerbitkan dan menawarkan obligasi berkelanjutan VI, senilai hingga Rp600 miliar. Melalui langkah ini, BFI Finance menargetkan perolehan dana hingga Rp6 triliun—angka yang cukup impresif untuk menguatkan posisi mereka di industri keuangan.

    Obligasi yang diterbitkan kali ini hadir dalam format tanpa warkat (tanpa sertifikat fisik), kecuali untuk sertifikat jumbo yang akan diterbitkan atas nama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai bukti utang bagi para pemegang obligasi. Menariknya, harga penawaran obligasi ini ditetapkan sebesar 100 persen dari nilai pokok obligasi—sebuah tawaran yang tentunya menggiurkan bagi para investor.

    Dalam rencana pembayaran bunga, BFI Finance akan memulai pembayaran bunga pertama pada 25 Desember 2024. Sementara itu, jatuh tempo obligasi seri A akan jatuh pada 5 Oktober 2025, dan seri B pada 25 September 2027.

    Dana yang diperoleh dari penawaran ini, setelah dikurangi biaya emisi, akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh BFI Finance untuk modal kerja, pembiayaan investasi, serta kebutuhan lainnya (non-syariah), sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    Namun, kabar lain menyebutkan bahwa BFI Finance baru-baru ini melaporkan laba bersih sebesar Rp361,44 miliar untuk kuartal I-2024. Meski masih mencatat keuntungan, angka ini menunjukkan penurunan sebesar 28,96 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Faktor utama yang mempengaruhi adalah stagnasi kinerja piutang pembiayaan, yang bahkan sedikit turun 1,07 persen menjadi Rp21,11 triliun.

    Direktur Keuangan BFI Finance, Sudjono, mengungkapkan bahwa dinamika ekonomi yang cukup bergejolak, termasuk pilpres, Ramadan, dan kondisi geopolitik, memberikan dampak signifikan. Namun, BFI Finance tetap fokus menjalankan kebijakan kredit yang konservatif untuk menjaga kualitas aset dan kesehatan bisnis perusahaan.

    Dalam hal portofolio pembiayaan, BFI Finance masih sangat bergantung pada pembiayaan kendaraan roda empat dan dua, yang menyumbang 61,7 persen dari keseluruhan portofolio. Pembiayaan kendaraan bekas dan baru menyumbang 14,9 persen, alat berat dan mesin 14,7 persen, properti 4,5 persen, serta pembiayaan lainnya 4,2 persen.

    Pendapatan perusahaan memang mengalami penurunan sebesar 5,61 persen menjadi Rp1,55 triliun. Namun, BFI Finance berhasil mengendalikan laju biaya yang hanya tumbuh sebesar 8,96 persen menjadi Rp1,10 triliun, terutama karena cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) piutang pembiayaan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.