Logo
>

Sinyal Bearish Pasar Emas Akibat Data Konsumsi AS

Ditulis oleh KabarBursa.com
Sinyal Bearish Pasar Emas Akibat Data Konsumsi AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Harga emas spot kembali menghadapi tekanan berat akibat pengaruh data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat. Diproyeksikan, harganya berpotensi melorot ke kisaran USD 2.400 per ons troi.

    Andy Nugraha, Analis dari Dupoin Indonesia, menyatakan bahwa tren bearish pada emas semakin kuat. Secara teknikal, harga emas diprediksi akan turun menuju level USD 2.480 per ons troi dalam waktu dekat.

    Indikator Moving Average yang terbentuk mengindikasikan sinyal bearish yang jelas. Jika tekanan jual berlanjut, harga berpotensi menyentuh USD 2.480 per ons troi, tulis Andy dalam risetnya pada Senin 2 September 2024.

    Sentimen pasar terhadap emas turut dipengaruhi oleh rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE) Amerika Serikat pada Jumat lalu 30 Agustus 2024. Data ini menunjukkan inflasi tahunan naik 2,6 persen, sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 2,7 persen.

    Namun, data ini tidak cukup kuat untuk mendorong emas menembus level tertingginya yang baru, yakni USD 2.531 per ons troi, yang tercapai pada Agustus lalu.

    Data PCE sesuai dengan ekspektasi, tetapi tidak memberikan dorongan signifikan pada harga emas. Meskipun inflasi relatif terkendali, harga emas justru gagal mempertahankan kenaikannya, jelas Andy.

    Penguatan tipis indeks dolar AS terhadap mata uang utama lainnya juga membatasi pergerakan emas. Pada Jumat, indeks dolar naik ke level 101,79, tertinggi sejak 20 Agustus. Ini mencerminkan permintaan terhadap dolar AS yang masih kuat, yang secara historis kerap menekan harga emas.

    Andy juga menggarisbawahi ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed sebagai faktor kunci dalam pergerakan harga emas. Saat ini, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan ini diperkirakan sebesar 33 persen, sementara pemangkasan 25 basis poin lebih mungkin terjadi dengan peluang 67 persen.

    Perubahan ekspektasi ini menandakan ketidakpastian pasar terhadap arah kebijakan moneter The Fed ke depan, ujar Andy.

    Libur AS dan Data Ekonomi Pekanan

    Libur umum di AS pada hari Senin juga diperkirakan akan memperlambat aktivitas pasar, termasuk pergerakan dolar dan emas. Namun, sepanjang minggu ini, pasar akan dipengaruhi oleh sejumlah data ekonomi penting, termasuk laporan non-farm payroll (NFP) yang dijadwalkan rilis pada Jumat 6 September 2024.

    Data NFP diperkirakan akan menunjukkan penambahan 165.000 pekerjaan pada bulan Agustus. Jika sesuai perkiraan, hal ini bisa mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed dan, pada akhirnya, berdampak pada harga emas.

    Namun, Andy juga mengingatkan kemungkinan terjadinya rebound jika emas gagal menembus support di level tersebut. Jika terjadi pembalikan arah, harga emas berpotensi naik kembali ke level USD 2.512 per ons troi, yang merupakan level resistance kunci, tutup Andy.

    Laporan indeks harga konsumen (CPI) untuk Juni 2024 dijadwalkan rilis pada pukul 08.30 ET. Indikator ini akan menjadi sorotan setelah rilis data ekonomi terbaru yang menunjukkan perlambatan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, termasuk laporan pengangguran yang melonjak hingga 4,1 persen pada Juni 2024.

    Laporan ini muncul setelah Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyampaikan kesaksian selama dua hari di Capitol Hill pekan ini. Powell tidak memberikan sinyal kapan tepatnya penurunan suku bunga akan dimulai.

    Namun, ia menyatakan bahwa The Fed melihat adanya risiko pada perekonomian, di tengah upaya menyeimbangkan antara inflasi dan resesi. Menurut Powell, pemerintah pusat tak perlu menunggu inflasi mencapai 2 persen untuk mulai menurunkan suku bunga.

    Prediksi Ekonom

    Ekonom yang disurvei Dow Jones memperkirakan CPI akan naik 0,1 persen dari bulan sebelumnya (MoM) dan 3,1 persen dari tahun ke tahun (YoY).

    CPI inti, yang tidak mencakup harga pangan dan energi yang lebih fluktuatif, diperkirakan naik 0,2 persen dari Mei 2024 dan 3,4 persen sejak Juni 2023. Pada Mei 2024, CPI tidak berubah dari bulan sebelumnya dan naik 3,3 persen secara tahunan.

    Matt Brenner, Wakil Presiden Eksekutif Investasi dan Manajemen Produk di MissionSquare Retirement, menyebutkan bahwa fokus pada tren pengangguran dan inflasi bisa memperbesar kemungkinan penurunan suku bunga. "Tingkat inflasi masih relatif tinggi dibandingkan target The Fed sebesar 2 persen.

    Namun, tren menunjukkan pengangguran meningkat sementara inflasi terus melambat," ujar Brenner pada Kamis 11 Juli 2024.

    "Untuk beberapa waktu, The Fed lebih fokus pada level. Sekarang, tampaknya mereka mulai memperhatikan tren. Jika demikian, peluang penurunan suku bunga akan meningkat," tambahnya.

    Perubahan harga pada komponen-komponen utama CPI juga akan menjadi sorotan pada Kamis ini, terutama jika hasilnya berbeda dari ekspektasi. Tony Roth, Chief Investment Officer Wilmington Trust, menyoroti sektor layanan tempat tinggal dan perawatan medis sebagai bidang yang patut diperhatikan.

    Kedua sektor ini juga merupakan bagian signifikan dari indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), ukuran inflasi yang lebih disukai The Fed dibandingkan CPI. "Layanan medis yang lemah menjadi sorotan karena kontribusinya yang besar pada PCE, yang merupakan angka inflasi lebih penting," kata Roth.

    Laporan CPI ini muncul di tengah peningkatan pasar saham AS. Saham dan obligasi menguat pada Juli 2024 karena semakin banyak trader yang meyakini akan adanya penurunan suku bunga tahun ini. Indeks S&P 500 bahkan mencapai 5.600 untuk pertama kalinya pada perdagangan Rabu 10 Juli 2024.

    Harga dana berjangka Fed menunjukkan bahwa para trader memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan akhir bulan ini. Namun, pasar memperkirakan suku bunga akan diturunkan pada September 2024, menurut CME FedWatch Tool.

    Sebulan yang lalu, kemungkinan jeda pada September 2024 tampak lebih tinggi, tetapi kini perkiraan penurunan pada Juli 2024 bisa membuat laporan CPI Kamis ini kurang berpengaruh besar pada pasar, menurut Meghan Swiber, ahli strategi suku bunga Bank of America, dalam catatan Rabu.

    "Pendinginan aktivitas dan pembatasan penurunan harga jangka pendek akan membatasi respons pasar ke arah mana pun," ujar Swiber.

    Namun, Tony Roth dari Wilmington Trust mengingatkan bahwa saham bisa menguat jika inflasi lebih rendah dari perkiraan, karena beberapa investor masih dibayangi kekhawatiran sejak awal tahun ini, ketika inflasi sempat memanas. "Saya rasa pasar belum sepenuhnya menyadari pelemahan ekonomi, atau bahwa inflasi tidak seburuk yang diperkirakan," tutupnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi