KABARBURSA.COM - Kasus pertanahan yang terjadi di perairan juga melanda wilayah Bekasi, Jawa Barat. Di kawasan ini, kasus pertanahan diduga melibatkan oknum internal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengungkap ada dua kasus di Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, dan Desa Urip Jaya, Kecamatan Babelan, yang kini tengah diselidiki.
Kasus pertama bermula dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021. Awalnya, sebanyak 89 sertifikat hak milik (SHM) diterbitkan untuk 67 orang atas tanah darat seluas 11,263 hektare.
Namun, pada Juli 2022, data tersebut tiba-tiba berubah secara misterius. Tanah yang awalnya dicatat sebagai daratan berubah status menjadi lahan perairan seluas 72,571 hektare. Penerimanya pun menyusut drastis menjadi hanya 11 orang.
Nusron menegaskan perubahan data ini bukanlah kesalahan administrasi biasa, melainkan murni ulah oknum di jajaran kementeriannya. “Ini murni ulah oknum ATR/BPN setempat. Kami akui itu. Saat ini, kasusnya sedang dalam investigasi oleh Inspektorat Jenderal,” ujarnya saat rapat di Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Nusron memastikan pemerintah akan mengambil langkah tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus kedua terjadi di Desa Urip Jaya, Kecamatan Babelan, dengan dugaan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di area laut dengan total luas mencapai 509,795 hektare. Dua perusahaan yang tercatat sebagai pemegang sertifikat adalah:
- PT CL dengan 78 bidang tanah seluas 90 hektare, yang sertifikatnya terbit pada tahun 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018.
- PT MAN dengan 268 bidang tanah seluas 419,6 hektare, yang sertifikatnya terbit pada tahun 2013, 2014, dan 2015.
Setelah dilakukan analisis, sebagian besar bidang tanah tersebut ternyata berada di luar garis pantai. Namun, pembatalan sertifikat tidak bisa dilakukan begitu saja karena ada batasan hukum yang menghambat langkah pemerintah.
“Kami tidak bisa menggunakan asas contrario actus, di mana pejabat yang menerbitkan sertifikat juga yang mencabutnya. Sesuai PP 18, batas waktunya hanya lima tahun. Kalau usianya masih di bawah lima tahun, seperti kasus Desa Kohod, kami bisa langsung membatalkannya. Tapi untuk kasus ini, sudah lebih dari lima tahun, bahkan ada yang di atas sepuluh tahun,” jelas Nusron.
Saat ini, pemerintah masih mencari jalan keluar yang sesuai dengan aturan hukum untuk menyelesaikan masalah ini tanpa menabrak regulasi yang berlaku. Nusron menegaskan ATR/BPN tidak akan diam dalam menghadapi kasus ini dan berkomitmen untuk membersihkan lembaganya dari oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang.
“Kami akan menindak tegas siapa pun yang terlibat, dan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencari jalan keluar hukum yang memungkinkan,” kata politikus Partai Golkar ini.
[caption id="attachment_114955" align="alignnone" width="1476"] Sejumlah Armada milik TNI AL di mengerahkan dalam Pembongkaran Pagar Laut PIK 2, Rabu, 22 Januari b2025. Dua Ampibi di tumpangi Menteri KKP dan Komisi IV DPR RI. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji[/caption]
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan pertanahan di Indonesia yang kerap diwarnai praktik mafia tanah dan penyimpangan administrasi. Kasus pertanahan di Bekasi ini pun bukan satu-satunya yang menyeret oknum di lingkungan ATR/BPN. Sebelumnya, polemik serupa juga mencuat di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, yang melibatkan penerbitan sertifikat tanah di area laut.
Nusron mengungkapkan ada delapan pejabat di lingkungan ATR/BPN telah dikenai sanksi berat ihwal penerbitan sertifikat tanah di perairan Kabupaten Tangerang.
“Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron.
[caption id="attachment_115814" align="alignnone" width="1600"] Penampakan pagar laut di pesisir Tangerang. Foto: Citra/Kabarbursa.com[/caption]
Namun, ia enggan menyebutkan secara lengkap identitas pegawai yang dicopot dan hanya mengungkapkan inisial mereka. Pejabat yang dikenai sanksi mencakup JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang; SH, mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran; serta ET, mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan. Selain itu, ada WS, YS, dan NS yang menjabat sebagai Ketua serta anggota Panitia A. Sementara itu, LM yang merupakan mantan Kepala Survei dan Pemetaan, serta KA, mantan Plt. Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, juga ikut terkena sanksi.
“Delapan orang ini yang sudah diperiksa oleh inspektorat dan sudah diberikan sanksi oleh Inspektorat. Tinggal proses peng-SK-an sanksinya dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” kata Nusron.