KABARBURSA.COM - Pemerintah merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2024. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,03 persen sepanjang tahun 2024, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang tercatat 5,05 persen.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2024 tidak mencapai target, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menekankan bahwa Indonesia masih mampu mencatatkan angka yang lebih baik dibandingkan negara-negara lain dengan kapasitas ekonomi serupa. Misalnya, Singapura hanya tumbuh 4,3 persen, Malaysia 4,8 persen, dan Arab Saudi 4,4 persen.
Menanggapi ini, Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana, menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,03 persen memang lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura, Arab Saudi, dan Malaysia. Namun, perbandingan ini dinilai kurang adil karena negara-negara tersebut memiliki PDB per kapita yang sudah jauh lebih tinggi dari Indonesia.
"Ketika Malaysia berada di level PDB per kapita yang sama dengan Indonesia saat ini, yakni pada tahun 2024, ekonomi mereka sudah mampu tumbuh sebesar 7 persen," jelas Andri kepada Kabarbursa.com Senin, 10 Februari 2025.
Ia justru membandingkannya dengan Vietnam, yang saat ini memiliki PDB per kapita serupa dengan Indonesia, yakni sekitar 4.000 USD. Menurut dia, negara tetangga tersebut mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada 2024.
"Jadi, kalau dikatakan pertumbuhan 5,03 persen ini stabil, tentu tidak salah. Namun, angka ini masih di bawah tingkat optimal," ujarnya.
Jika Indonesia ingin keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap) dan mencapai status negara maju, Andri berpendapat, pertumbuhan ekonomi perlu dijaga secara konsisten di kisaran 6-7 persen hingga 2040.
"Jika Indonesia ingin melampaui jebakan pendapatan menengah dan ingin menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi harus konsisten berada di kisaran 6-7 persen hingga 2040," ucapnya.
Ketidakpastian Global Jadi Alasan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa ketidakpastian global yang masih membayangi perekonomian Indonesia, menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pencapaian target ekonomi.
Meski Indonesia diuntungkan dengan adanya momen politik seperti Pemilu dan Pilkada yang dapat memberikan dorongan ekonomi, situasi ketidakpastian tetap tinggi.
“Situasi di tahun 2024 walaupun ada pemilu dan pilkada, ketidakpastiannya juga relatif tinggi,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Rabu, 5 Februari 2025.
Selain itu, penurunan harga komoditas yang terjadi pada tahun 2024 juga berkontribusi pada melambatnya pertumbuhan ekonomi. Mengingat Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas, harga yang melandai menghambat penerimaan negara dari sektor tersebut.
“Indonesia sangat berpengaruh yaitu harga komoditas yang relatif melandai dan komoditas yang dalam tanda petik imun terhadap gejolak-gejolak terutama juga di harga minyak sehingga dengan demikian memang kita punya revenue dari ekspor relatif tertahan,” jelas Airlangga.
Menurut pemerintah, penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024, yang hanya tercatat 5,03 persen, disebabkan oleh dampak ketidakpastian ekonomi global. Penurunan harga komoditas ini mengurangi pendapatan negara dari ekspor, yang semula menjadi pendorong utama, namun kini justru menjadi penghambat.
Meski demikian, Airlangga mencatat bahwa sektor lain yang terkait dengan konsumsi dan investasi tetap mampu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Konsumsi rumah tangga, meski dalam kondisi ketidakpastian global, tetap mampu tumbuh sebesar 4,94 persen pada 2024, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 4,82 persen.
Begitu juga dengan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,61 persen di 2024, meningkat dari 4,4 persen pada tahun sebelumnya.
“Jadi program-program yang seluruhnya memberikan daya beli bagi masyarakat untuk berbelanja. Dari sisi pengeluaran makanya seluruh komponennya tumbuh positif,” ujar Airlangga.
Hal tersebut, menurut Airlangga, mengacu pada faktor pendorong seperti kenaikan UMR, program diskon belanja seperti Harbolnas, dan Epic Sale selama Nataru, serta penurunan tarif tiket pesawat.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.