KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa sistem pajak baru, Coretax, masih mengalami banyak kendala sejak diluncurkan awal tahun ini. Di hadapan investor dalam dan luar negeri, ia menyatakan pemerintah akan terus melakukan perbaikan agar sistem ini lebih optimal.
"Saya tahu beberapa dari Anda masih mengeluh tentang Coretax, kami akan terus memperbaikinya," ujar Sri Mulyani dalam Press Conference: Mandiri Investment Forum 2025 (MIF), di Jakarta, Selasa 11 Februari 2025.
Coretax, yang resmi diterapkan pada 1 Januari 2025, diharapkan mampu meningkatkan efisiensi administrasi pajak. Namun, hingga pertengahan Februari, sistem ini masih sering mengalami gangguan teknis yang memicu keluhan dari berbagai pihak, termasuk Wajib Pajak (WP).
Pemerintah menargetkan sistem ini tidak hanya sekadar mendigitalisasi pemungutan pajak, tetapi juga memastikan pencatatan lebih akurat serta mendorong kepatuhan pajak. Meski begitu, tantangan dalam implementasi membuat efektivitasnya masih dipertanyakan.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menegaskan bahwa reformasi penerimaan negara tidak hanya berfokus pada Coretax. Pemerintah juga sedang membenahi sistem lain seperti Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) untuk meningkatkan efisiensi di sektor kepabeanan dan cukai.
Bahkan ia mengaku Selama satu dekade menjabat sebagai Menteri Keuangan, dirinya berupaya meningkatkan rasio pajak nasional. Namun, meski telah dua kali menggelar program tax amnesty, hasilnya masih jauh dari harapan dan belum mampu memberikan lonjakan signifikan.
"Kami terus melakukan reformasi penerimaan Indonesia yang masih dianggap sebagai negara dengan rasio pajak terhadap PDB yang rendah. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan," tegasnya.
Sistem Keamanan Siber
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mendesak Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan sistem keamanan siber dan perlindungan data wajib pajak (WP) dalam sistem Coretax.
“Ini bukan hanya soal teknis, tapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Kalau ada gangguan, yang rugi bukan hanya DJP, tapi juga wajib pajak,” tegas Misbakhun usai rapat dengan DJP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 10 Febuari 2025.
Misbakhun menyampaikan, Komisi XI meminta DJP untuk tidak mengenakan sanksi kepada WP yang terdampak gangguan teknis pada saat menggunakan sistem Coretax.
Ia menilai, WP tidak boleh dirugikan atas kesalahaan sistem yang belum optimal. “Jangan sampai masyarakat jadi korban. Kalau ada masalah teknis, itu tanggung jawab DJP, bukan wajib pajak,” jelasnya.
Misbakhun juga menegaskan DJP untuk memastikan kelancaran Coretax kedepannya.
“DPR meminta DJP memberikan laporan berkala mengenai perkembangan sistemnya, dengan begitu perbaikan bisa dilakukan lebih cepat dan risiko gangguan bisa ditekan seminimal mungkin,” pungkasnya.
Coretax Banyak Bug
Sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang diluncurkan pada awal 2025 diharapkan menjadi solusi modernisasi bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Namun, peluncuran ini justru membawa banyak keluhan dari para Wajib Pajak (WP) dan konsultan pajak akibat masalah teknis yang belum teratasi.
Konsultan pajak Harry Anggara menyoroti berbagai kendala yang ia hadapi sejak menggunakan sistem ini, mulai dari sulitnya membuat faktur pajak hingga sinkronisasi data yang tidak optimal.
“Coretax ini masih banyak bug-nya. Untuk bikin PPN pajak keluaran itu masih susah banget. Sistemnya masih terkendala. Bahkan, sinkronisasi antara DJP Online dan Coretax juga belum berjalan baik,” ujar Harry kepada Kabarbursa.com.
Harry menjelaskan bahwa sistem Coretax belum memiliki fitur yang memudahkan pengguna untuk memeriksa faktur sebelum diunggah. Hal ini menjadi masalah besar karena kesalahan input baru diketahui setelah faktur diunggah.
“Kalau di sistem lama, e-Faktur desktop, kita bisa preview dulu sebelum upload. Tapi di Coretax, kita harus upload dulu baru bisa lihat hasilnya. Kalau ada kesalahan, harus bikin pembetulan lagi. Ini jelas bikin repot, apalagi kalau kita dikejar klien,” keluhnya.
Masalah semakin pelik karena waktu pemrosesan faktur yang lambat. “Saya bikin faktur pajak tanggal 13 Januari, harusnya hari itu juga selesai. Tapi saya harus menunggu sampai 1-2 hari baru faktur itu bisa ter-upload. Padahal, klien juga butuh kepastian cepat,” tambah Harry.
Selain kendala teknis, Harry juga mengkhawatirkan keamanan data dalam sistem ini. Ia mendengar bahwa database Coretax berada di luar negeri, yang berpotensi meningkatkan risiko kebocoran data.
“Kalau benar data base-nya di luar Indonesia, ini bahaya. Jangan sampai data kita bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Saat ini, Harry dan WP lainnya hanya bisa menunggu perbaikan sistem yang belum jelas kapan akan selesai.
“Orang pajak pun bilangnya ‘lakukan secara berkala’. Tapi sampai kapan? Kita dikejar-kejar target pelaporan, sementara sistemnya belum siap,” tutupnya.(*)