KABARBURSA.COM - PT Bank Central Asia, berkode emiten BBCA, berhasil melampaui target pertumbuhan. Stockbit Sekuritas pada Senin, 16 Desember 2024, mengatakan bahwa pertumbuhan kredit BBCA juga masih kuat.
BBCA mencatat kinerja yang mengesankan hingga November 2024 (11M24), dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 14 persen secara year-on-year (YoY), mencapai Rp50,5 triliun untuk 11 bulan pertama tahun ini. Angka tersebut melampaui estimasi konsensus untuk pertumbuhan konsolidasi laba bersih BBCA sepanjang 2024 yang diproyeksikan sebesar 13 persen YoY. Pertumbuhan ini didorong oleh solidnya kinerja operasional, peningkatan kredit, dan credit cost (CoC) yang terkendali.
Pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) terus memberikan kontribusi utama dalam pertumbuhan top-line perusahaan. Selama November 2024, BBCA mencatatkan NII sebesar Rp6,5 triliun, tumbuh 11 persen secara tahunan. Selama periode 11 bulan pertama 2024, NII terkumpul sebesar Rp70 triliun, naik 9 persen YoY.
Kenaikan ini terjadi seiring meningkatnya Net Interest Margin (NIM) yang berada di kisaran 5,73 persen untuk periode 11 bulan tersebut, selaras dengan panduan manajemen antara 5,7 persen–5,8 persen untuk 2024. Pertumbuhan NIM ini sebagian besar didorong oleh pergeseran penempatan dana dari Bank Indonesia ke aset berbunga tinggi, seperti obligasi pemerintah dan kredit. Rasio CASA (Current Account and Saving Account) BBCA juga berada pada titik tertingginya sejak 2022, memberikan stabilitas pada biaya dana perusahaan.
Di sisi lain, pendapatan non-bunga (Non-Interest Income/Non-II) mencatatkan peningkatan sebesar 91 persen YoY pada bulan November saja, meskipun secara bulanan mengalami penurunan. Secara kumulatif, Non-II mencapai pertumbuhan 7,5 persen YoY hingga November 2024, memberikan kontribusi tambahan terhadap total pendapatan BBCA. Hal ini mendorong profit before provision operating profit (PPOP) selama periode tersebut naik sebesar 14 persen YoY, mencerminkan efisiensi operasional yang optimal.
Pertumbuhan kredit BBCA menjadi sorotan utama, dengan kenaikan sebesar 15,5 persen YoY hingga November 2024. Angka ini jauh melampaui panduan manajemen untuk tahun fiskal sebesar 10 persen-12 persen YoY, menunjukkan permintaan kredit yang tinggi. Meski demikian, rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (Loan-to-Deposit Ratio/LDR) BBCA hanya mencapai 79 persen, masih lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank besar lainnya seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia, yang masing-masing memiliki LDR di atas 90 persen.
Credit cost (CoC) BBCA tetap menjadi salah satu yang terendah di industri, tercatat di level 0,23 persen hingga November 2024, menurun 8 basis poin dibandingkan tahun lalu. Beban provisi perusahaan selama November sebesar Rp236 miliar mencerminkan pengelolaan risiko kredit yang baik, berada di bawah target manajemen antara 0,3 persen-0,4 persen.
Namun, penurunan laba bersih bulanan pada November 2024 disebabkan oleh tidak adanya penerimaan dividen dari anak usaha, yang sebelumnya memberikan kontribusi signifikan sebesar Rp1,1 triliun pada Oktober 2024. Meski demikian, dampak dividen dari anak usaha akan dihapuskan dalam laporan keuangan konsolidasi, sehingga tidak mempengaruhi keseluruhan kinerja BBCA secara grup.
Dengan fundamental yang solid, pertumbuhan yang konsisten di berbagai lini bisnis, serta pengelolaan risiko yang baik, BBCA terus menunjukkan kemampuannya untuk mempertahankan posisi sebagai bank swasta terbesar di Indonesia.
Tren positif ini mencerminkan keberhasilan manajemen dalam menghadapi tantangan ekonomi sekaligus memanfaatkan peluang di tengah pasar yang kompetitif. Investor dapat melihat BBCA sebagai pilihan investasi berkelanjutan, didukung oleh stabilitas keuangan dan strategi ekspansi yang terukur.
Masih Potensial Kasih Cuan
Berdasarkan riset dari Verdhana, yang dikutip Minggu, 15 Desember 2024, beberapa saham Bank besar, salah satunya BCA, masih bisa mencatatkan potensi cuan hingga 51 persen pada tahun depan.
Meskipun tantangan ekonomi makro masih berat, Verdhana melihat prospek yang optimistis untuk sebagian besar bank di Indonesia dalam mencetak laba bersih yang lebih tinggi. Likuiditas memang masih ketat, dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) 10 bank besar yang mencapai 88 persen. Namun, tantangan dari bank-bank kecil diharapkan tidak akan terlalu signifikan, yang memungkinkan bank-bank besar untuk mempertahankan pertumbuhan kredit yang berkualitas.
Hal ini disebabkan oleh pencapaian kinerja kredit yang sudah melampaui rata-rata industri per Oktober 2024.
Meskipun demikian, Verdhana memproyeksikan bahwa Net Interest Margin (NIM) bank-bank besar Indonesia diperkirakan akan tetap stabil pada tahun depan, yang dapat mendongkrak laba bersih mereka.
Ekspektasi stabilitas biaya kredit menjadi salah satu faktor pendukung dalam proyeksi ini.
Untuk BBCA, Verdhana merekomendasikan beli dengan target harga Rp13.200, yang menunjukkan potensi kenaikan harga sebesar 31 persen dari harga saham terakhir, yang tercatat di Rp10.050. Target harga tersebut mencerminkan harga buku atau Price to Book Value (PBV) 2025 sebesar 5,4 kali dan Price to Earnings Ratio (PER) 26,9 kali. Risiko penurunan harga BBCA terutama terkait dengan potensi pelambatan ekonomi, likuiditas yang lebih ketat, serta kenaikan biaya kredit dan operasional yang tinggi.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.