Logo
>

Suharso Curhat Soal Anggaran Negara: Buat Beli Motor Trail

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Suharso Curhat Soal Anggaran Negara: Buat Beli Motor Trail

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada Kamis 13 Juni 2024 menyoroti isu keterbatasan Kementerian PPN/Bappenas dalam mengatur alokasi APBN.

    Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa kementeriannya tidak bisa mengontrol secara rinci penggunaan anggaran untuk program-program pembangunan nasional. Banyak dari program tersebut melibatkan kementerian lain, sehingga sulit untuk memastikan anggaran tepat sasaran.

    "Ini yang luar biasa, judulnya adalah mengenai revolusi mental, saya telusuri terus-terus (rincian anggaran) ujungnya adalah membeli motor trail. Saya pikir ada hubungannya memang ya? Motor trail untuk jalan-jalan," ucap Suharso.

    Lebih lanjut, Suharso pun menegaskan bahwa kementeriannya seringkali tidak diberi wewenang penuh. Dia mengistilahkan kondisi ini seperti menunjukan pemerintah tengah mengalami ketindihan intelektual dan teknokratik "Tapi kami nggak kuasa bapak. Jadi kami itu seperti mengalami ketindihan intelektual tapi ini ketindihan teknokratik, jadi kami ngerti tapi nggak bisa bergerak," tambah dia.

    "Ini mungkin kewenangannya yang perlu diperbaiki. Karena pada akhirnya anggarannya tidak di kami, kami cuma alokasi kadang-kadang KL (Kementerian/Lembaga) bicara dengan Kementerian Keuangan dan tidak dilaporkan kepada kami bahwa mereka dapat berapa dan seterusnya," lanjutnya.

    Adapun Keluhan ini mendapat respon dari Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie OFP dengan mempertanyakan peran Kementerian PPN/Bappenas dalam menajamkan usulan anggaran dari kementerian/lembaga lain.

    “Bapak kan punya fungsi perencanaan, kalau sejak awal di perencanaan kriterianya itu terukur benar pak itu kan bisa mengunci ketika KL menyusun kegiatannya," kata Dolfie.

    Kemudian Dolfie menyarankan agar Kementerian PPN/Bappenas lebih tegas untuk menyaring kriteria-kriteria usulan anggaran yang diajukan.

    “Bapak punya medium trilateral begitu kriterianya (kalau) nggak masuk hapus, memang yang dihadapi bapak ketua umum-ketua umum nah itu yang jadi sulit, nggak berani menghapus,” sambungnya.

    Namun, Suharso menyanggah pernyataan Dolfie tersebut dengan menjelaskan bahwa proyek pembangunan yang masuk ke Kementerian PPN/Bappenas, itu ada ribuan dan usulan anggaran dari KL lain bisa menjadi bias.

    Dia mencotohkan seperti misalnya Kementerian KKP yang mengajukan anggaran belanja ikan untuk stunting, kemudian Pupera memperbaiki airnya, tapi dalam menunjukan

    spasial targetting-nya itu bias.

    “Pertanyaannya adalah waktu menunjukkan spasial targetting-nya itu bisa bias bapak, kami sudah melakukan itu tapi maaf pak kami nggak mampu,” ujar Suharso.

    Karena itu dengan tegas Suharso menyatakan secara pribadi bahwa Kementrian PPN/Bappenas ke depannya tidak ingin lagi menangani proyek-proyek pembangunan yang multitasking atau melibatkan banyak KL.

    "Saya sekarang sampaikan pada teman-teman di Bappenas ini, kami semua tidak mau lagi pak ke depan multi-taking, kami cuma mau single take karena kalau ditaking ke mana-mana kejadiannya seperti ini," tandas. 

    Produk Domestik Bruto

    Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengurangi target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menjadi kisaran 1,5 pesen sampai 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Kami berharap Bu Menkeu Sri Mulyani dan Komisi XI, kalau memang itu disepakati, kita inginkan defisit itu bisa lebih turun lagi antara 1,5 sampai 1,8 persen,” kata Suharso dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

    Suharso mengatakan bahwa target defisit tersebut bisa diturunkan lagi untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

    “Sehingga ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang kalau akan menggunakan pasal itu,” imbuhnya.

    Apalagi, hal tersebut telah tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007, yang salah satunya mengatur penetapan mekanisme penyesuaian RKP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun pertama pemerintahan Presiden baru.

    Adapun pasal yang dimaksud Suharso adalah pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Dalam aturan itu disebutkan, pemerintahan saat ini diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN untuk pemerintahan berikutnya.

    Suharso melanjutkan, presiden terpilih Prabowo Subianto perlu memiliki ruang fiskal yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN melalui mekanisme APBN Perubahan (APBN-P).

    “Dalam penjelasan, disampaikan bahwa presiden terpilih berikutnya mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahan melalui mekanisme perubahan APBN-P,” ungkap dia.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap memutuskan bahwa defisit dalam Rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (RAPBN) 2025 tetap dipertahankan pada angka 2,45 hingga 2,82 persen.

    “Kebijakan APBN 2025 akan terus didesain ekspansif namun terarah dan terukur dengan defisit yang kami sampaikan 2,45 persen hingga 2,82 persen,” kata dia dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit dalam APBN akan digunakan untuk membiayai seluruh program prioritas pemerintah yang baru. Pembiayaan ini akan dikelola melalui manajemen utang yang inovatif, prudent, dan sustainable, agar menciptakan kepercayaan dan bentuk transparansi pemerintah.

    Pembiayaan Inovatif

    Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang prudent dan memanfaatkan berbagai instrumen untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif.

    “Kami akan gunakan berbagai instrumen seperti BUMN, BLU, special mission vehicle dan sovereign wealth fund untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif namun tetap terjaga,” jelas dia.

    Sri Mulyani juga memastikan utang akan dikelola dengan hati-hati melalui berbagai kebijakan, dengan rasio utang ditetapkan sebesar 37,98 persen sampai 38,71 persen. Pemerintah baru juga menargetkan penerimaan negara tumbuh sebesar 12,14 persen hingga 12,36 persen dari produk domestik bruto (PDB). Untuk pencapaiannya, salah satu langkah yang akan ditempuh adalah efektivitas reformasi perpanjakan.

    Untuk penerimaan pajak, ditetapkan sebesar 10,09 persen hingga 10,29 persen, dengan penerimaan kepabeanan dan cukai dipatok 1,23 persen sampai 1,25 persen dari PDB dan PNBP sebesar 2,05 persen sampai 2,07 persen dari PDB. Dalam hal belanja, target pemerintah adalah tumbuh sebesar 14,59 persen hingga 15,18 persen. Belanja itu terdiri dari belanja pusat sebesar 10,92 persen sampai 11,17 persen dari PDB. Lalu, transfer ke daerah sebesar 3,67 persen hingga 4,01 persen dari PDB.

    “Fokusnya adalah dukungan untuk pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan melalui sinergi antara pusat dan daerah,” tegasnya. (yub/prm)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.