KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa kondisi likuiditas bank-bank kecil, terutama yang termasuk dalam Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) I dan II, masih cukup longgar meski suku bunga sedang tinggi.
Hal ini terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang masing-masing berada pada 121,05 persen dan 27,18 persen, jauh di atas batas minimum yang ditetapkan, yakni 50 persen dan 10 persen.
"Kondisi likuiditas bank-bank kecil, terutama KBMI I dan II, secara umum masih sangat baik," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis, dikutip Minggu 26 Mei 2024.
Dian menambahkan bahwa OJK senantiasa memantau semua bank KBMI I dan II untuk memastikan mereka memiliki rencana aksi yang memadai guna memenuhi kebutuhan likuiditas, termasuk jaringan (market line) untuk memperoleh dana segera jika diperlukan.
Bank Mega Syariah, salah satu bank dalam KBMI I, menyatakan bahwa likuiditas mereka tetap kuat di tengah era suku bunga tinggi. Hingga April 2024, total Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Mega Syariah tumbuh 4,92 persen menjadi lebih dari Rp 10 triliun dibandingkan posisi akhir Desember 2023.
Total dana murah atau current account saving account (CASA) juga meningkat 5,51 persen menjadi Rp 3,40 triliun, dengan porsi CASA terhadap DPK pada April 2024 mencapai 31,08 persen, naik dari 25,51 persen pada April 2023.
Hanie Dewita, Corporate Secretary Division Head Bank Mega Syariah, mengatakan bahwa strategi menjaga likuiditas dilakukan melalui empat pendekatan utama: meningkatkan pangsa pasar segmen ritel dengan fokus pada dana murah, menggarap segmen priority banking, mengoptimalkan saluran digital, dan meningkatkan kepuasan nasabah melalui berbagai saluran layanan (omni channel).
"Inovasi produk dan layanan terus dikembangkan dengan target pasar mencakup ekosistem islami, halal, dan CT Corp," ungkap Hanie.
"Minat masyarakat untuk membuka tabungan terus ditingkatkan melalui program menarik seperti Berkah Berlimpah Mega (BBM) Syariah."
Sementara itu, PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR), juga dalam KBMI I, melaporkan likuiditas yang masih baik meski mengalami penurunan DPK sekitar 5 persen dibanding akhir 2023.
Direktur Kepatuhan DNAR Efdinal Alamsyah menyatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang tidak terlalu besar, hanya sekitar 2 persen dibanding akhir tahun 2023. "Untuk manajemen likuiditas, selain DPK, bank juga mengandalkan limit pasar uang dengan beberapa bank serta fasilitas pinjaman dari bank lain," kata dia.
Pada kuartal I-2024, OK Bank mencatat peningkatan penyaluran kredit sekitar 6,16 persen YoY menjadi Rp 8,44 triliun, sementara DPK di tiga bulan pertama tahun ini mencapai Rp 5,70 triliun, sedikit turun dari Rp 5,77 triliun pada periode yang sama tahun lalu. "Kondisi ini berdampak pada likuiditas ketat yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang naik dari 134,55 persen menjadi sekitar 143,21 persen," ujarnya.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan bahwa likuiditas bank menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan nasional, dan perebutan DPK untuk menjaga likuiditas berdampak pada meningkatnya biaya dana bagi bank, terutama bank buku I dan II. "Dengan kenaikan suku bunga dan kebutuhan likuiditas bank, dana mahal bank akan semakin besar saat ini," ujar Trioksa.
Dia memperkirakan tren ini akan berlanjut hingga akhir tahun, sehingga bank perlu menjaga likuiditasnya, di antaranya dengan mencari dana mahal dan meningkatkan layanan serta penjualan produk dana murah. Bank-bank kecil juga disarankan untuk meminta pemegang saham meningkatkan permodalan guna memperkuat likuiditas.