KABARBURSA.COM – Rencana penerbitan Sukuk Mudharabah berkelanjutan I Tahap II-2025, yang dilakukan oleh PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) menarik perhatian investor. Tidak hanya karena tawaran bagi hasilnya yang tinggi, mencapai 11 persen, tapi lantaran kondisi keuangan BWPT yang belum sepenuhnya solid.
Memang, ada pemulihan kinerja keuangan, namun belum terlalu kuat. Kinerja operasional BWPT relatif stabil. Pada kuartal III-2025, total pendapatan tercatat Rp1,419 triliun. Angka tersebut memang turun dari kuartal sebelumnya yang mencapai Rp1,499 triliun, tetapi masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu.
Laba kotor tercatat Rp374 miliar, sedikit tertekan dari Rp405 miliar di kuartal II-2025. Artinya, margin masih sensitif terhadap fluktuasi harga CPO dan biaya produksi. Meski begitu, laba usaha sebesar Rp279 miliar menunjukkan bahwa bisnis inti masih menghasilkan arus operasional yang positif.
Yang menjadi sorotan adalah konsistensi laba bersih. BWPT membukukan laba bersih Rp101 miliar pada kuartal III-2025, turun tipis dari Rp109 miliar di kuartal sebelumnya, namun tetap lebih baik dibanding laba kuartalan di sepanjang 2024.
Secara tren, profitabilitas perseroan memang membaik, meski belum stabil sepenuhnya. Dengan EPS kuartalan 3,16 dan ROE di kisaran 3,70 persen, BWPT masih berada di kategori return rendah untuk standar emiten Perkebunan. Dengan begitu, ruang manuver keuangan harus dijaga ketat.
Dalam konteks seperti ini, struktur sukuk BWPT perlu dibaca. Indikasi bagi hasil ekuivalen 9,75 hingga 11 persen per tahun tergolong agresif untuk emiten dengan peringkat idA(-)sy. Yield setinggi ini mencerminkan dua hal sekaligus, yaitu upaya perseroan menarik minat investor di tengah pasar surat utang yang kompetitif, dan kompensasi atas risiko bisnis sawit yang siklikal.
Bagi investor, imbal hasil ini memang menarik. Namun untuk BWPT, ini berarti komitmen arus kas yang tidak ringan.
Namun, rencana penggunaan dana memberikan gambaran strategi yang relatif defensif. Sekitar Rp100 miliar dana sukuk dialokasikan untuk menggantikan pinjaman dari lembaga keuangan non-bank dan perbankan.
Ini menunjukkan niat untuk melakukan refinancing, bukan ekspansi agresif. Sisanya digunakan untuk modal kerja seperti pembelian tandan buah segar, CPO, pemeliharaan tanaman, dan biaya overhead. Artinya, dana sukuk difokuskan untuk menjaga kelancaran operasional dan struktur likuiditas, bukan untuk proyek berisiko tinggi.
Kemampuan Bayar Belum Terlalu Tebal
Dari sisi kemampuan bayar, indikator keuangan memberikan sinyal campuran. Interest coverage ratio BWPT di kuartal III-2025 berada di level 2,81 kali, membaik dibanding tahun sebelumnya, tetapi masih tergolong moderat.
Ini berarti ruang penyangga terhadap beban imbal hasil belum terlalu tebal. EBITDA kuartalan sebesar Rp370,19 miliar memang cukup untuk menutup kewajiban jangka pendek, tetapi volatilitas harga komoditas tetap menjadi faktor risiko utama terhadap kesinambungan arus kas.
Struktur penjaminan sukuk juga mencerminkan kehati-hatian pasar. Dari Rp290 miliar yang ditawarkan, hanya Rp267,07 miliar yang dijamin secara full commitment, sementara sisanya best effort.
Skema ini memberi fleksibilitas bagi BWPT apabila minat investor tidak sepenuhnya terserap, sekaligus mengindikasikan bahwa penjamin emisi pun menyadari adanya batas toleransi pasar terhadap risiko BWPT.
Dengan demikian, rencana penerbitan sukuk BWPT ini dapat dibaca sebagai langkah penataan keuangan di tengah pemulihan, bukan sinyal agresivitas ekspansi. Imbal hasil hingga 11 persen memang menarik, tetapi mencerminkan risiko bisnis dan struktur profitabilitas yang belum kuat.
Selama harga CPO relatif terjaga dan operasional berjalan stabil, beban bagi hasil masih dalam batas yang bisa dikelola. Namun, jika terjadi tekanan komoditas atau lonjakan biaya, komitmen imbal hasil ini berpotensi menjadi beban yang signifikan.
Kesimpulannya, sukuk BWPT adalah instrumen dengan profil risk–return yang jelas. Bagi investor, yield tinggi datang bersama risiko siklikal sawit dan margin yang belum kokoh.
Bagi perseroan, penerbitan sukuk ini adalah upaya menjaga likuiditas dan menata ulang struktur pendanaan, sambil bertaruh bahwa perbaikan kinerja operasional akan cukup kuat untuk menopang kewajiban bagi hasil hingga jatuh tempo.(*)