KABARBURSA.COM - Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof Zudan Arif Fakrulloh, hadir di acara pengumuman statistik yang bertempat di kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Jalan Haji Bau Nomor 6 Makassar pada Senin, 01 Juli 2024..
Ia mengungkapkan terdapat beberapa indikator di Provinsi Sulsel yang membaik, seperti angka kemiskinan turun.
"Tentu ini berkat kerja sama semua intansi vertikal serta Forkopimda. Karena hal ini merupakan kolaborasi bersama. Kemiskinan itu bisa diturunkan kalau 32 urusan pemerintah bergerak bersama serta berkontribusi positif,” ujarnya seperti dikutip dari Kabarmakassar, Selasa, 2 Juli 2024.
Ia pun menekankan, agar kedepannya dapat dilakukan dorongan dalam menekan kemiskinan yang terdapat di Sulsel.
"Oleh karena itu, kedepan kita bisa mendorong kemiskinan agar terus ditekan. Itu bisa kita mulai dengan terus menekan harga agar pengeluaran masyarakat terus berkurang serta meningkatkan nilai tukar atau penghasilan para petani juga masyarakat lainnya dengan pendekatan program-program padat karya yang semakin banyak,” ucapnya.
Lanjutnya, apabila padat karya semakin banyak, maka pendapatan masyarakat yang bekerja di padat karya akan semakin meningkat.
Terkhususnya, peningkatan di sektor pariwisata, apabila semakin banyak orang yang datang di Sulsel dan masa tinggalnya semakin lama maka perputaran ekonomi akan semakin baik.
"Karena uang yang masuk ke Sulsel semakin banyak dan indeks-indeks yang semakin baik tadi juga tercermin dari inflasi year on year," jelasnya.
Dia menyebutkan, di bulan Juni inflasi Sulsel turun menjadi 2,03. Hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat baik.
Apabila dilihat dari rata-rata nasional dari 38 provinsi, Sulsel berada di posisi lima terbaik di seluruh Indonesia.
“Jadi terima kasih banyak untuk Ketahanan Pangan, Bank Indonesia (BI), BPS ini luar biasa datanya, sangat akurat, sehingga intervensi dari pemerintah kabupaten kota semakin tepat. Jadi yang naik itu harga pangan dapat dilakukan intervensi dengan tepat, jikalau datanya tidak tepat intervensinya juga tidak tepat,” urainya.
Prof Zudan menambahkan, dari data BPS yang tepat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulsel mampu memberikan intervensi yang tepat seperti, terjadinya kenaikan pada harga ikan maka akan dilakukan intervensi. Hal yang sama dengan kenaikan bawang serta beras.
Lebih lanjut ia menerangkan terkait dengan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh kelompok miskin yaitu membeli kebutuhan pokok, seperti bahan pangan rasal dari makanan.
"uang yang paling banyak dikeluarkan oleh kelompok masyarakat miskin yaitu untuk membeli makanan," imbuhnya.
“Jika pemerintah dapat membantu subsidi makanan dengan bantuan sosial, maka tentunya pengeluaran mereka akan berkurang, jika itu dilakukan maka kemiskinan bisa diratakan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sulsel, Muh Arsjad menilai bahwa hal ini menjadi pencapaian terbaik beberapa tahun terakhir.
“Pencapaian ini menempatkan Sulsel sebagai daerah dengan lima besar terendah tingkat inflasi se-Indonesia,” ujarnya.
Ia mengungkapkan program pengendalian inflasi Sulsel mampu menujukkan hasil yang positif.
Dalam Gerakan Pangan Murah (GPM) juga dilaksanakan berulang kali untuk mengintervensi harga pangan.
Begitupun dengan operasi pasar yang aktif dilakukan tiap pekan. Sampai pada penyaluran beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP).
"Upaya kita pengendalian inflasi berjalan efektif. Apresiasi tim pengendali inflasi provinsi dan daerah melalui sinergi dengan pemantauan pasar, operasi pasar, gerakan pangan murah dan penyaluran SPHP," pungkas Arsjad.
Sulsel Deflasi 0,26 Persen pada Juni 2024
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami deflasi secara bulanan (month-to-month) pada Juni 2024 sebesar 0,26 persen. Penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, tembakau, serta transportasi menjadi faktor utama yang mendorong deflasi tersebut.
Menurut Kepala BPS Sulsel Aryanto, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau memberikan kontribusi terbesar terhadap deflasi dengan mencatatkan penurunan sebesar 0,73 persen. Kelompok pengeluaran transportasi juga menyumbang deflasi sebesar 0,48 persen.
Selain dua kelompok tersebut, kelompok lain yang turut mengalami deflasi adalah kesehatan sebesar 0,18 persen dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,07 persen.
"Ada empat kelompok pengeluaran di Sulsel yang mengalami penurunan harga pada Juni 2024, yang memberi kontribusi pada deflasi wilayah ini. Makanan dan transportasi memiliki pengaruh terbesar. Sementara itu, kelompok lainnya justru mengalami inflasi," ungkap Aryanto pada Senin, 1 Juli 2024.
Aryanto menambahkan bahwa komoditas yang dominan memberikan kontribusi deflasi antara lain tomat, angkutan udara, daging ayam ras, bawang merah, ikan teri, telur ayam ras, beras, ikan cakalang/ikan sisik, cabai rawit, ikan layang, bawang putih, dan kangkung.
Hampir semua kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sulsel mengalami deflasi secara bulanan, dengan Makassar mengalami deflasi tertinggi sebesar 0,35 persen, diikuti oleh Palopo 0,32 persen Luwu Timur 0,29 persen, Wajo 0,2 persen, Sidrap 0,14 persen, dan Watampone 0,13 persen.
Sebaliknya, dua kota lainnya mengalami inflasi, yaitu Parepare dengan inflasi sebesar 0,34 persen dan Bulukumba 0,01 persen.
Secara tahunan, Sulsel tercatat mengalami inflasi sebesar 2,03 perseb pada Juni 2024. Kenaikan ini terlihat pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 4,06 persen; pakaian dan alas kaki 0,71 persen; perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,4 persen, perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga 0,79 persen; serta kelompok kesehatan 1,71 persen.
Komoditas yang dominan memberikan kontribusi inflasi antara lain beras, emas perhiasan, Sigaret Kretek Mesin (SKM), cabai rawit, gula pasir, kontrak rumah, cumi-cumi, Sigaret Kretek Tangan (SKT), daun bawang, ikan layang, bawang merah, bawang putih, perguruan tinggi, udang basah, Sigaret Putih Mesin (SPM), kangkung, bensin, kopi bubuk, ikan gabus, dan tarif rumah sakit. (ant/*)