KABARBURSA.COM - AXA Financial Indonesia (AFI) mengaku tidak berencana menurunkan target premi asuransi di tengah menurunnya daya beli masyarakat. AFI sendiri mengaku akan berupaya mencapai target premi yang telah ditetapkan. Begitu disampaikan Chief of Health AFI Yudhistira Dharmawata, kepada wartawan di Jakarta, Senin, 9 September 2024.
“Kalau turun target, sayangnya belum ada (rencana), ya. Cuma mungkin kalau kami bagaimana caranya mencapai target,” kata Yudhistira.
Ihwal daya beli dan premi asuransi, tutur Yudhistira, berkaitan dengan level premi dari masing-masing nasabah. Sementara, saat ini level minimum premi asuransi AFI sebesar Rp500 ribu.
Untuk menjawab tantangan dalam menjaga stabilitas premi asuransi, AFI sendiri meluncurkan fitur XtraSave. Dengan begitu, premi yang ditetapkan akan disesuaikan dengan rumah sakit yang affordable.
“Level premi mungkin tadi jawabnya adalah dengan punya fitur XtraSave. Jadi kami bisa nekan preminya dengan make sure orang ke rumah sakit-rumah sakit yang lebih affordable. Mungkin itu cara kami mengakomodir daya beli yang semakin rendah,” jelasnya.
Di sisi lain, Yudhistira juga mengungkap AFI akan terus berupaya menekan kenaikan premi asuransi. Peluncuran produk AXA Heealth Protector, jelasnya, merupakan salah satu langkah efisiensi yang dilakukan AFI.
Selain itu, AFI juga akan melakukan efisiensi operasional, di mana digitalisasi yang dilakukan mampu mengurangi kerja-kerja konservatif di lapangan. Dengan begitu, biaya operasional sebagai salah satu indikator penetapan premi bisa ditekan.
“Hal ini semua bisa membantu kami lebih efisien dalam operasional, sehingga komponen biaya (premi) nanti juga bisa ditekan. Sehingga ujung-ujungnya kami juga bisa past true lagi ke nasabah dalam bentuk premi yang lebih rendah. Jadi strategi kami nekan klaim dengan produk ini dan juga nekan biaya oprasional dengan digitalisasi,” tutupnya.
Daya Beli Melambat
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, menyoroti lambatnya pemulihan daya beli masyarakat. Dia menuturkan, laju inflasi nasional, terutama pada komponen inti, cenderung stabil hingga Agustus 2024, dengan tingkat inflasi mencapai 0,20 persen secara bulanan (month to month/mtm).
“Namun, perlu diperhatikan bahwa pemulihan daya beli yang sedang berlangsung saat ini relatif lambat,” kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil RDK Bulanan Agustus 2024 yang digelar secara virtual, Jumat, 6 September 2024.
Indikator perekonomian tersebut perlu dicermati untuk menjaga kinerja sektor pasar keuangan domestik, yang saat ini sedang “kebanjiran” aliran modal asing. Mahendra menyebutkan, pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, tengah banyak menerima aliran modal asing, khususnya ke instrumen obligasi, seiring dengan ekspektasi penurunan tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
“Di pasar domestik kinerja perekonomian masih cukup positif dan cenderung stabil dengan tingkat inflasi inti yang terjaga, dan neraca perdagangan yang tercatat surplus,” tuturnya.
Meskipun demikian, Mahendra meminta kepada para pemangku kepentingan, khususnya pelaku industri, untuk tetap berhati-hati dan menyiapkan langkah antisipatif, sebab ketidakpastian global masih berlanjut.
Ketidakpastian yang dimaksud utamanya bersumber dari sentimen pelemahan ekonomi China, gelaran Pemilihan Presiden AS, serta tensi geopolitik yang masih tinggi di sejumlah kawasan.
“OJK meminta industri untuk menilai down side risk secara berkala, seperti menyediakan buffer yang memadai dan pelaksanaan uji ketahanan secara periodik,” ucap Mahendra.
Kinerja Asuransi
Berdasarkan data yang dirilis OJK, total aset industri asuransi di Juli 2024 mencapai Rp1.132,27 triliun atau naik 1,11 persen yoy dari posisi yang sama di tahun sebelumnya, yaitu Rp1.119,86 triliun. Dari sisi asuransi komersil, total aset mencapai Rp911,99 triliun atau naik 2,08 persen yoy. Adapun kinerja asuransi komersil berupa akumulasi pendapatan premi mencapai Rp193,06 triliun, atau naik 7,38 persen yoy.
Secara rinci, kinerja asuransi komersil terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 2,14 persen yoy dengan nilai sebesar Rp104,30 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 14,28 persen yoy dengan nilai sebesar Rp88,77 triliun.
Secara umum, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 441,17 persen dan 317,28 persen.
Untuk asuransi nonkomersil yang terdiri dari aset BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta program asuransi ASN, TNI, dan POLRI terkait program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, total aset tercatat sebesar Rp220,28 triliun atau menurun sebesar 2,71 persen yoy.(*)