Logo
>

Tantangan Defisit Ganda Menghantui Indonesia

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Tantangan Defisit Ganda Menghantui Indonesia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat Ekonomi Salamudin Daeng memperingatkan Indonesia bahwa saat ini tengah dihadapkan pada masalah defisit ganda atau double deficit. Defisit ini mencakup neraca transaksi berjalan (current account deficit) dan defisit dalam APBN (government budget balance).

    Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi nasional mengalami lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukan, baik dalam neraca perdagangan maupun anggaran pemerintah yang terus bergantung pada utang besar.

    "Jika ini terus berlanjut, ekonomi Indonesia akan terkuras," kata Salamudin kepada KabarBursa, Selasa, 2 Juli 2024.

    Perdagangan barang dan jasa yang defisit atau lebih banyak impor daripada ekspor menyebabkan lebih banyak uang keluar dibandingkan uang masuk. "Hal ini diperparah dengan pembayaran utang, bunga, dan keuntungan investasi yang mengalir keluar negeri," katanya.

    Pemerintah juga dihadapkan pada anggaran yang semakin menyusut. Defisit ini ditutup dengan utang besar, yang pada akhirnya semakin membebani keuangan pemerintah untuk membayar utang jatuh tempo beserta bunganya. Keadaan ini dapat terus berlanjut, memperburuk kondisi anggaran negara.

    Prediksi Defisit Transaksi Berjalan dan Tantangan APBN

    Salamudin memprediksi defisit transaksi berjalan akan melebar secara bertahap menjadi 0,9 persen pada 2024 dan 1,5 persen pada tahun depan, dari 0,3 persen pada 2023. Penurunan harga komoditas menjadi salah satu penyebab utama pelebaran defisit ini.

    "Tantangan masa transisi 2025 lebih berat, sehingga perlu persiapan matang sekarang," ujarnya.

    Sementara itu, kondisi APBN juga tidak menggembirakan. Fitch Rating menggambarkan rasio penerimaan umum pemerintah pada tahun 2022 sebesar 15,1 persen PDB, turun menjadi 14,3 persen pada 2023. Ini jauh di bawah median kategori negara dengan peringkat utang 'BBB' sebesar 22,1 persen.

    Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan pendapatan, seperti menaikkan tarif PPN sebesar 1 persen pada 2022. Namun, penurunan harga komoditas diperkirakan akan memiliki dampak negatif yang lebih besar.

    "Kendala untuk membiayai defisit yang jauh lebih besar digambarkan Bank Indonesia," ujar Salamudin.

    Diperkirakan defisit akan meningkat menjadi 2,5 persen dari PDB pada 2024. Ketidakpastian masih menyelimuti sehingga diperkirakan defisit akan sebesar 2,9 persen untuk 2025.

    Ketergantungan pada Harga Komoditas dan Tantangan Hilirisasi

    Defisit ganda ini akan membuat Indonesia semakin tergantung dan terkuras oleh pihak luar. Kemampuan keuangan dalam menopang pembangunan nasional semakin menyempit karena tekanan besar dalam menutupi kewajiban eksternal.

    "Sekarang Indonesia hanya mengandalkan kenaikan harga komoditas untuk menyeimbangkan perdagangan internasional," kata Daeng.

    Namun, kenaikan harga komoditas tidak dapat diharapkan dalam kondisi global yang resesi. Sementara itu, hilirisasi atau pembangunan industri dasar menghadapi tantangan regulasi harga acuan komoditas. Pemerintah tetap mengandalkan pendapatan dari sektor perdagangan komoditas, namun industrialisasi dalam negeri membutuhkan harga komoditas yang murah.

    "Untuk hilirisasi, pemerintah harus menghilangkan konflik kepentingan oligarki sumber daya alam yang merupakan elite terkuat di Indonesia saat ini," tegas Daeng.

    Antisipasi Tantangan Ekonomi

    Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan RAPBN 2025 disusun untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada. Menurut Said, RAPBN 2025 dirancang dengan pendekatan antisipatif dan kewaspadaan terhadap beberapa indikator sektor keuangan yang menunjukkan tren kurang baik.

    Dalam keterangannya, Said menjelaskan bahwa salah satu indikator tersebut adalah nilai tukar (kurs) rupiah yang terus bergerak naik sejak dua tahun lalu. Pada 2022, kurs rupiah berada di kisaran Rp14.000 per Dolar Amerika Serikat (USD). Namun, pada 2023, kurs ini merangkak naik ke kisaran Rp14.500-15.000/USD, dan pada semester pertama 2024 berada di level Rp15.400-16.400/USD.

    "Kuartal II 2024, kinerja saham di bursa menunjukkan tren penurunan dibanding kuartal I 2024," ujar Said dalam keterangan tertulis, di Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2024.

    Pada kuartal II 2024, IHSG pada April masih di level Rp7.200, namun per akhir Mei 2024 terus melorot menjadi Rp6.728 pada 19 Juni 2024.

    Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa sejak akhir tahun lalu, yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun berada di level 6,4 persen dan terus naik hingga 7,2 persen pada 20 Juni 2024. Di sisi lain, minat investor asing terhadap SBN terus menurun sejak pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, porsi asing memegang SBN sebesar 38 persen, namun pada akhir Mei 2024 hanya tersisa 14 persen, sehingga kebutuhan likuiditas ke depan makin menantang.

    "Sejak kuartal II 2023 hingga kuartal I 2024, current account terus mengalami defisit," jelasnya.

    Pada kuartal I 2024, defisit current account mencapai USD2,2 miliar. Meskipun Foreign Direct Investment (FDI) pada kuartal I 2024 tumbuh 15 persen, pertumbuhan ini tidak secepat periode sebelumnya. Pada kuartal III 2022, FDI tumbuh fantastis hingga 63,6 persen, dan sejak itu perlahan menurun.

    Menurut Said, sejumlah indikator tersebut menunjukkan bahwa minat investor asing terhadap sektor keuangan di Indonesia menurun. Dengan demikian, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha ke depan akan sangat kompetitif dan berbiaya mahal.

    Banggar DPR RI mendukung sejumlah asumsi ekonomi makro dan postur RAPBN 2025 untuk memberikan kelonggaran bagi pemerintah dalam menghadapi sentimen negatif dari eksternal, terutama di sektor keuangan. "Target pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,1-5,5 persen," katanya.

    Untuk postur pendapatan dan belanja RAPBN 2025, Said memperkirakan pendapatan negara sebesar Rp2.986,3 triliun, belanja negara Rp3.542 triliun, dan defisit APBN sebesar Rp555,7 triliun (2,29 persen PDB) dengan asumsi PDB 2025 sebesar Rp24.270 triliun. Said juga memperkirakan belanja negara RAPBN 2025 akan memberikan dukungan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk program Prabowo tentang makan bergizi gratis untuk anak sekolah.

    "Tax ratio kita asumsikan bisa meningkat menjadi 10,5 persen PDB, maka target penerimaan perpajakan sebesar Rp2.548,3 triliun," tutupnya.

    Dengan sejumlah target yang cukup menantang, postur RAPBN ini dianggap cukup baik untuk merespons tantangan ekonomi ke depan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).