KABARBURSA.COM - Emiten unggas seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) diperkirakan akan mengalami tekanan di paruh kedua 2024 akibat dampak La Nina yang memicu kenaikan harga bahan baku.
Menurut analisis dari Tim Riset Samuel Sekuritas, kedua perusahaan tersebut mencatatkan pertumbuhan laba yang mengesankan pada semester pertama 2024. JPFA, misalnya, melaporkan lonjakan laba sebesar 1.704,54 persen secara tahunan (yoy), menjadi Rp1,47 triliun. Peningkatan ini didorong oleh penjualan neto yang tumbuh 14,45 persen yoy, mencapai Rp27,64 triliun.
Di sisi lain, CPIN juga menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan laba 28,22 persen yoy menjadi Rp1,76 triliun, seiring dengan kenaikan penjualan neto sebesar 6,7 persen yoy menjadi Rp32,96 triliun.
Selain itu, PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi untung, mencatat laba sebesar Rp292,3 miliar pada semester pertama 2024, berkat kenaikan penjualan hingga 14,87 persen yoy menjadi Rp6,49 triliun.
Namun, pada semester kedua 2024, harga ayam hidup dan bibit ayam (day old chicken/DOC) mengalami penurunan. Di sisi lain, harga jagung domestik naik akibat curah hujan tinggi di beberapa wilayah luar Jawa, yang berpotensi mengganggu hasil panen.
"Kami memperkirakan harga bahan baku akan terus meningkat, terutama karena curah hujan yang tinggi dan potensi dampak La Nina," jelas Tim Riset Samuel Sekuritas dalam laporan yang dirilis Rabu, 25 September 2024. La Nina diprediksi akan mempengaruhi produksi jagung, yang pada akhirnya akan mendongkrak harga bahan baku untuk emiten unggas.
Meski ada kendala, saham-saham di sektor unggas tetap dianggap prospektif. Tim Riset Samuel Sekuritas melihat JPFA dan MAIN memiliki valuasi yang menarik, didukung oleh kinerja mereka yang solid. Selain itu, kebijakan pemerintah tentang makan bergizi gratis juga memberikan sentimen positif bagi sektor ini.
Samuel Sekuritas merekomendasikan buy untuk JPFA dengan target harga Rp1.910, dan *buy* untuk MAIN dengan target harga Rp5.900.
Sementara itu, Phintraco Sekuritas menyebut CPIN memiliki prospek yang baik, terutama berkat kemampuannya dalam meningkatkan efisiensi operasional. "Hal ini berpotensi mendorong pertumbuhan laba bersih CPIN," jelas Phintraco Sekuritas.
CPIN juga memiliki jaringan distribusi yang luas, termasuk jaringan ritel seperti Prima Freshmart yang menjual produk ayam olahan. Phintraco Sekuritas merekomendasikan buy untuk CPIN dengan target harga Rp5.850 per lembar.
Masih Prospektif
Samuel Sekuritas sebelumnya mencatat pada semester I 2024, sektor unggas menunjukkan pertumbuhan positif yang didorong oleh kenaikan harga ayam hidup dan penguasaan bibit ayam (day old chicken/DOC), berkat adanya program pemangkasan (culling) sukarela. Culling adalah proses selektif untuk mengurangi jumlah ayam dalam populasi berdasarkan kriteria tertentu.
Meski demikian, emiten perunggasan diperkirakan akan menghadapi sejumlah tantangan pada paruh kedua tahun ini. “Kami memperkirakan paruh kedua tahun 2024 akan sedikit lebih menantang bagi sektor unggas,” tulis Tim Riset Samuel Sekuritas pada 30 Agustus 2024, lalu.
Selain itu, potensi dampak dari fenomena La Nina yang diprediksi terjadi pada 2024 mungkin akan mempengaruhi profitabilitas.
Tim Riset Samuel Sekuritas optimistis terhadap prospek sektor unggas, dengan Japfa (JPFA) sebagai pilihan utama. Sentimen positifnya adalah relaksasi harga dan upaya menjaga harga ayam hidup tetap tinggi di atas biaya produksi, serta pengurangan impor grand parent stock (GPS) atau indukan bibit ayam mulai 2024.
Namun, risiko tetap ada, terutama jika permintaan tidak sesuai harapan atau biaya bahan baku meningkat. Samuel Sekuritas merekomendasikan beli untuk JPFA dengan target harga Rp1.790, sementara CPIN direkomendasikan beli dengan target harga Rp5.500.
Adapun Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan ke depan kinerja keuangan dan saham emiten unggas masih menjanjikan, didorong oleh katalis positif. “Ada kebijakan pemerintah baru, seperti kebijakan makan siang gratis, yang menjadi katalis positif karena meningkatkan permintaan terhadap makanan bergizi, termasuk produk unggas,” ujar Nafan.
Nafan memberikan rekomendasi beli untuk CPIN dengan target harga Rp6.100, sedangkan JPFA direkomendasikan hold dengan target harga Rp1.695. Pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat, 30 Agustus 2024, JPFA mencatatkan penurunan harga saham sebesar 1,24 persen ke level Rp1.595 per saham, sementara CPIN turun 1,82 persen ke level Rp4.860 per saham.
Tantangan bagi emiten unggas diprediksi muncul dari pasar global seiring dengan ancaman masuknya daging ayam impor asal Brasil ke pasar Indonesia. Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono, menuturkan bahwa ancaman ini merupakan dampak dari kekalahan Indonesia dalam sengketa perdagangan dengan Brasil di World Trade Organization (WTO). Sengketa yang dimaksud adalah DS484 mengenai impor daging ayam dan produk ayam.
Menurut Edy, risiko ini akan membuat posisi peternak ayam broiler di dalam negeri semakin tertekan. “Terkait daging ayam, kita kalah dalam kasus tuntutan Brasil di WTO, artinya cepat atau lambat, daging ayam impor dari Brasil akan masuk ke Indonesia,” ujar Edy.
Selain itu, kondisi pasar saat ini kurang menguntungkan bagi peternak ayam skala kecil. Harga jual ayam yang rendah dan biaya produksi yang tinggi membuat peternak sulit bersaing dengan harga daging ayam impor yang lebih murah. Oleh karena itu, Edy menyatakan bahwa pemerintah tengah berupaya untuk meminimalisir dampak dari banjirnya produk ayam asal Brasil terhadap peternak kecil.
Menurut Edy, perbaikan di sisi hulu perlu menjadi perhatian. “Apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana agar peternak ayam kita menjadi lebih efisien, sehingga perbedaan harga dengan daging ayam impor, terutama dari Brasil, dapat diminimalisir,” kata Edy.(*)