KABARBURSA.COM - Rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk meningkatkan rasio utang Indonesia hingga mencapai 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah menimbulkan sorotan terhadap stabilitas ekonomi negara ini.
Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 menetapkan batas maksimum rasio utang terhadap PDB sebesar 60 persen, sehingga langkah menuju 50 persen ini memunculkan peringatan "lampu kuning".
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, menilai peningkatan signifikan dalam rasio utang dapat menjadi tantangan besar bagi pasar modal Indonesia.
“Jadi memang ini merupakan tantangan ke depan ya, maksudnya ini menjadi tantangan ke depan untuk kegiatan pasar modal di Indonesia, ini merupakan tantangan ke depan Untuk dinamika pasar modal di tanah air,” kata Nafan kepada Kabarbursa di Jakarta, Jumat, 12 Juli 2024.
Namun demikian, Prabowo Subianto dan timnya menegaskan bahwa peningkatan ini diperlukan untuk mendukung program-program produktif seperti infrastruktur, yang dianggap krusial untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
"Penting untuk memastikan bahwa dana APBN digunakan secara efisien dan efektif untuk proyek-proyek yang memberikan dampak positif bagi perekonomian," jelas Hashim Djojohadikusumo Hashim Djojohadikusumo, Penasihat Utama dan saudara laki-laki Prabowo.
Pemerintah diharapkan untuk fokus pada strategi peningkatan pendapatan pajak dan pengelolaan utang yang bijaksana guna mempertahankan stabilitas ekonomi serta kepercayaan pasar.
Langkah-langkah ini dianggap penting untuk menjaga Indonesia tetap sebagai tujuan investasi yang menarik di kawasan Asia Tenggara.
“Ini juga perlu ya menurut saya, untuk meningkatkan stimulus perekonomian kita ke depan. Karena stabilitas perekonomian kita itu penting, biasanya kalau investor asing itu juga menyukai stabilitas perekonomian suatu negara dan ini sebenarnya masih bisa dicapai di Indonesia untuk tahun-tahun ke depan,” ujar Nafan.
Dampak Perubahan Kebijakan Fiskal
Rencana ambisius pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mengambil pinjaman besar guna mendanai program-program sosial yang inklusif, termasuk program makan siang bergizi gratis bagi anak-anak sekolah dan ibu hamil.
Program ini diperkirakan akan menghabiskan biaya sebesar Rp400 triliun, yang lebih besar dari defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar Rp347,6 triliun.
Ditengah rencana meningkatkan penggunaan utang negara untuk membiayai program makan siang, Nafan menyebut jika pemerintah seharusnya memprioritaskan program infrastruktur yang terus berjalan.
“itu yang paling penting, sementara itu kalau misalnya, jika untuk meningkatkan utang jadi otomatis kan Itu juga akan naik ya, pemerintah juga akan terus menerbitkan governmental bonds,” jelas Nafan.
Selain itu, tingkat yield yang ditawarkan oleh Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia, yang telah bertahan pada angka sekitar 7 persen dalam beberapa tahun terakhir, dinilai masih cukup menarik bagi para investor asing.
"Yield yang kompetitif dari SBN Indonesia tetap menjadi daya tarik utama bagi investor asing, meskipun dibandingkan dengan tingkat yield Treasury AS yang lebih rendah," tambahnya.
Pemerintah juga diharapkan akan terus menerbitkan SBN guna mendukung kebijakan fiskal yang pro-pertumbuhan dan pro-kesejahteraan. Langkah ini dipandang sebagai strategi efektif untuk memanfaatkan utang dalam meningkatkan investasi produktif, seperti infrastruktur dan program sosial.
Selain aspek fiskal, pentingnya good governance yang kuat juga ditekankan sebagai faktor krusial dalam menarik kepercayaan investor asing.
"Investor tidak hanya melihat kondisi ekonomi dan pasar modal, tetapi juga faktor-faktor seperti kestabilan politik, keamanan hukum, dan supremasi hukum,"
Kondisi ini diharapkan dapat menciptakan persepsi yang positif dan meningkatkan trust dari para pelaku pasar terhadap investasi di Indonesia.
"Pemerintah perlu memastikan pelaksanaan good governance yang baik untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik di kawasan Asia Tenggara," tambahnya.
Dampak Kenaikan Rasio Utang
Head Kiwoom Investment Management Indonesia (KIMI), Sukarno Alatas menilai dampak kenaikan utang ke pasar modal bisa menjadi positif dan negatif.
adapun dampak positifnya termasuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi stabilisasi ekonomi selama masa krisis, dan peningkatan fleksibilitas kebijakan fiskal.
“Namun, rasio utang yang tinggi juga dapat memiliki dampak negatif, seperti peningkatan beban bunga, peningkatan kerentanan terhadap krisis ekonomi, penekanan daya saing, dan pembatasan pilihan kebijakan fiskal di masa depan,” kata Sukarno kepada KabarBursa di Jakarta, Jumat 12 Juni 2024
Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah untuk mengelola utang secara bertanggung jawab dan menjaga rasio utang pada tingkat yang berkelanjutan.
“Jadi ketika kenaikan utang diimbangi pertumbuhan ekonomi ke depannya tidak menjadi masalah dan itu bisa positif untuk pasar modal juga,” jelasnya.
Perlu diketahui juga rasio utang Indonesia saat ini di 39.9 persen dibandingkan negara tetangga relative lebih rendah seperti Singapore 168 persen, Laos 68.01 persen, Myanmar 62.5 persen, Malaysia 61.1 persen, Thailand 60.96 persen dan Philippines 60.1 persen. (Dian/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.