Logo
>

Target RPJMN 2025-2029 Muluk, Ekonom: Strateginya tak Jelas!

RPJMN 2025-2029 gagal memberikan strategi yang jelas dan konsisten untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Target RPJMN 2025-2029 Muluk, Ekonom: Strateginya tak Jelas!
Perkantoran Sudirman. foto: KabarBursa.com/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 mendapat kritik karena dinilai belum memberikan strategi yang jelas dan konsisten dalam memperkuat ketahanan eksternal Indonesia. 

    Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menyoroti beberapa kelemahan dalam dokumen perencanaan tersebut yang berpotensi menghambat pencapaian target ekonomi nasional. Menurut Awalil, RPJMN 2025-2029 tidak menunjukkan upaya konkret dalam memperkuat surplus perdagangan barang. 

    “RPJMN 2025-2029 gagal memberikan strategi yang jelas dan konsisten untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia,” kata dia dalam keterangannya Senin 10 Maret 2025.

    Alih-alih mengalami peningkatan, ia menilai surplus perdagangan justru diproyeksikan menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih terlalu bergantung pada impor, yang berisiko melemahkan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.

    “Surplus perdagangan barang yang seharusnya meningkat justru diproyeksikan menurun, menunjukkan bahwa Indonesia masih terlalu bergantung pada impor,” ujar dia

    Selain itu, ia juga mencermati semakin lebarnya defisit pendapatan primer. Hal ini terjadi karena investasi asing yang masuk tidak diimbangi dengan kebijakan yang memastikan manfaat bagi ekonomi domestik. Tanpa adanya langkah yang lebih tegas, dampak positif dari investasi asing terhadap perekonomian nasional bisa menjadi terbatas.

    Lebih lanjut, Awalil menilai bahwa RPJMN 2025-2029 belum memiliki strategi konkret dalam memperkuat ekspor jasa serta meningkatkan remitansi tenaga kerja Indonesia. 

    “⁠Defisit pendapatan primer semakin melebar karena investasi asing tidak diimbangi dengan kebijakan yang memastikan manfaat bagi ekonomi domestik,” jelasnya.

    Dengan tidak adanya kebijakan yang mendukung dua sektor tersebut, target peningkatan surplus pendapatan sekunder yang dicanangkan pemerintah tampak tidak realistis.

    “Tidak ada strategi konkret untuk memperkuat ekspor jasa dan meningkatkan remitansi tenaga kerja Indonesia, sehingga target peningkatan surplus pendapatan sekunder tampak tidak realistis,” terang Awalil

    Defisit Transaksi Berjalan Indonesia Diproyeksi Makin Lebar hingga 2029

    Berdasarkan analisis Bright Institute terhadap dokumen RPJMN 2025-2029, Indonesia diperkirakan akan terus mengalami defisit transaksi berjalan dalam beberapa tahun ke depan. Bahkan, tren yang ada menunjukkan kecenderungan defisit yang semakin memburuk.

    Proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 memperkirakan defisit transaksi berjalan akan meningkat signifikan, dari -8,85 miliar dolar AS pada 2024 menjadi -29,04 miliar dolar AS pada 2029.

    Penyebab utama dari pelebaran defisit ini adalah kenaikan impor yang lebih besar dibandingkan ekspor serta meningkatnya defisit pendapatan primer akibat arus keluar pembayaran dividen dan bunga utang luar negeri.

    Pada 2024, transaksi berjalan diperkirakan mengalami defisit sebesar 10,61 miliar dolar AS atau sekitar 0,75 persen dari PDB. Angka ini diproyeksikan melebar menjadi 11,87 miliar dolar AS pada 2025, dan terus meningkat hingga 25,80 miliar dolar AS atau 1,09 persen dari PDB pada 2029.

    Laju Impor Lebih Cepat dari Ekspor

    Dokumen RPJMN 2025-2029 menunjukkan bahwa meskipun ekspor Indonesia diproyeksikan meningkat, laju kenaikan impor justru lebih tinggi, sehingga surplus perdagangan barang justru mengalami penyusutan. Pada 2029, ekspor barang diperkirakan mencapai 402,95 miliar dolar AS, meningkat 53,91 persen dibanding 2024.

    Namun, impor barang juga melonjak hingga 371,85 miliar dolar AS, naik 67,59 persen dari 2024. Akibatnya, surplus perdagangan barang justru menyusut menjadi 31,10 miliar dolar AS, turun 22,11 persen dibanding 2024.

    “Target surplus perdagangan barang kok turun? Laju kenaikan impor melampaui kenaikan ekspor,” terang Awalil.

    Defisit Neraca Jasa Diproyeksi Menyusut pada 2029, Namun Ketergantungan pada Pariwisata Dinilai Berisiko

    Sementara itu, dalam dokumen RPJMN 2025-2029, ekspor jasa Indonesia diperkirakan mencapai 68,59 miliar dolar AS pada 2029, naik 75,88 persen dari 2024.

    Di sisi lain, impor jasa juga meningkat menjadi 83,82 miliar dolar AS, tumbuh 45,35 persen dari 2024. Dengan demikian, defisit neraca jasa diproyeksikan menyusut menjadi 15,23 miliar dolar AS, turun 18,41 persen dari 2024.

    Meski perbaikan ini terlihat positif, analis menilai target ini tetap berat. Hal ini disebabkan karena strategi pengembangan sektor jasa yang lebih luas tidak disebutkan dalam dokumen RPJMN.

    Pemerintah tampaknya hanya bertumpu pada sektor pariwisata tanpa menyoroti jasa-jasa tradeable lain yang berpotensi meningkatkan ekspor, seperti jasa teknologi, keuangan, dan profesional.

    “Target perdagangan (neraca) jasa-jasa tampak berat namun cukup realistis. Narasi pun tidak menyebut strategi pengembangan jasa-jasa tradeable, hanya berharap pada pariwisata,” ungkap Awalil.

    Pendapatan Primer Diproyeksi Makin Lebar, Tanda Ketergantungan pada Modal Asing?

    Dalam RPJMN 2025-2029, defisit neraca pendapatan primer diperkirakan terus melebar. Pada 2025, defisit ini diproyeksikan mencapai 35,71 miliar dolar AS, dan pada 2029 membengkak menjadi 53 miliar dolar AS naik 46,85 persen dari 2024 yang diproyeksikan sebesar 34,78 miliar dolar AS.

    Defisit ini mencerminkan besarnya pembayaran yang harus dilakukan Indonesia atas investasi asing, termasuk dividen dan bunga pinjaman. Dengan kata lain, semakin banyak modal asing yang masuk, semakin besar pula aliran dana keluar untuk membayar imbal hasilnya.

    “Target neraca Pendapatan Primer cukup aneh, karena defisit justru makin lebar. Mencerminkan pengakuan akan besarnya biaya jasa modal asing yang masuk ke Indonesia ke depan,” jelas Awalil.

    Proyeksi Surplus Pendapatan Sekunder di RPJMN 2025-2029: Realistis atau Terlalu Optimis?

    Di sisi lain, pemerintah menargetkan surplus neraca pendapatan sekunder yang meningkat signifikan dalam dokumen RPJMN 2025-2029. Pada 2025, surplus diproyeksikan mencapai 7,37 miliar dolar AS dan meningkat menjadi 11,37 miliar dolar AS pada 2029 melonjak 90,23 persen dari outlook 2024 sebesar 6,54 miliar dolar AS.

    Namun, target ini memicu pertanyaan besar. Jika melihat tren pertumbuhan pendapatan sekunder pada periode 2014-2019 dan 2019-2024, proyeksi ini dinilai kurang realistis.

    Tidak hanya itu, dokumen RPJMN juga tidak mencantumkan strategi baru yang konkret untuk mendorong penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri salah satu faktor utama dalam pendapatan sekunder.

    “Target neraca Pendapatan Sekunder tidak realistis, dilihat dari laju era 2014-2019 dan 2019-2024. Dalam narasi juga tidak ada strategi baru mendorong penempatan TKI,” ungkap Awalil.(*)


    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.