Logo
>

Tarif AS Bisa Goyahkan Pasar Kripto

Sejumlah negara memberikan shock terapi kepada investor aset kripto.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Tarif AS Bisa Goyahkan Pasar Kripto
Ilustrasi Bitcoin menyongsong tahun 2025. Foto: KabarBursa.com.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menyebut kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump bisa menggoyahkan pasar kripto, terutama untuk bitcoin. 

    Ibrahim menyatakan, pengenaan tarif AS yang ditujukan untuk sejumlah negara tersebut memberikan shock terapi kepada investor aset kripto. 

    Sebelum adanya perang dagang ini, dia mengatakan aset kripto sempat kehilangan arah  usai Donal Trump terpilih sebagai Presiden AS. Terlebih,  ketika Elon Musk masuk ke pemerintahan AS. 

    "Apalagi brand ambasador dari aset kripto masuk dalam pemerintahan di Trump. Nah ini membuat fluktuasi bitcoin, aset kripto itu tidak jelas," ujar dia dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Kamis, 3 April 2025.

    Ibrahim menuturkan untuk saat ini aset kripto belum bisa diprediksi. Dia melihat, pasar kripto bisa normal kembali anda Elon Musk keluar dari pemerintahan AS. 

    Lebih jauh ia memperkirakan, harga bitcoin masih akan fluktuasi dan cenderung turun ke level terendah yakni Rp75.000 akibat perang dagang global. 

    "Nah sampai saat ini ada kemungkinan besar aset kripto, terutama bitcoin, itu akan mengalami pelemahan sampai di Rp75.000," pungkasnya. 

    Pasar Kripto Melemah, Kapitalisasi Susut ke USD2,68 Triliun

    Sebelumnya diberitakan, pasar kripto kembali menunjukkan gejala pelambatan. Per Kamis pagi, 3 April 2025 pukul 10.03 WIB, data Coinmarketcap menunjukkan kapitalisasi pasar kripto global tercatat sebesar USD2,68 triliun (sekitar Rp43.956 triliun dengan asumsi kurs Rp16.400 per dolar AS), turun sekitar 1,37 persen dibandingkan sehari sebelumnya.

    Bitcoin (BTC) masih berada di puncak klasemen aset kripto dengan kapitalisasi pasar USD1,66 triliun (Rp27.224 triliun). Namun harganya melemah ke level USD64.708 (sekitar Rp1,061 miliar), terkoreksi 1,36 persen dalam 24 jam terakhir.

    Ethereum (ETH) juga mencatat koreksi lebih dalam sebesar 2,82 persen, turun ke level USD1.827,51 (sekitar Rp299 juta), dengan kapitalisasi pasar mencapai USD220,80 miliar (Rp3.623 triliun).

    Sementara itu, dua stablecoin—USDT dan USDC—masih bertahan di angka USD1.00, masing-masing naik tipis 0,01 persen. USDT memiliki kapitalisasi pasar sebesar USD144,02 miliar (Rp2.361 triliun), sedangkan USDC sebesar USD60,66 miliar (Rp995 triliun).

    Di tengah dinamika pasar kripto yang masih labil, sejumlah analis tetap memegang proyeksi optimistis soal potensi harga Bitcoin di tahun ini. Salah satu yang mencuat datang dari Arthur Hayes, eks bos BitMEX, yang menilai kebijakan moneter The Fed bisa jadi bahan bakar utama lonjakan harga berikutnya.

    Harga Bitcoin diperkirakan masih bisa melonjak hingga melampaui USD250.000 (sekitar Rp4,1 miliar) sebelum akhir tahun ini. Prediksi itu dilandasi ekspektasi bahwa pasokan uang fiat bakal terus meningkat yang dinilai menjadi katalis utama bagi reli kripto tertua di dunia.

    Reli Bitcoin tahun 2025 disebut bisa mendapat dorongan tambahan jika Federal Reserve Amerika Serikat benar-benar berputar arah ke kebijakan quantitative easing (QE)—yakni saat bank sentral membeli obligasi dan menyuntikkan uang ke perekonomian demi menurunkan suku bunga dan mendorong konsumsi saat kondisi keuangan sedang berat.

    “Bitcoin hanya bergerak berdasarkan ekspektasi pasar terhadap pasokan fiat di masa depan,” ujar Arthur Hayes, pendiri BitMEX yang juga Chief Investment Officer Maelstrom, dikutip dari Cointelegraph.

    Dalam unggahan Substack pada 1 April lalu, Hayes menulis:

    “Jika analisis saya benar bahwa The Fed mulai berputar arah dari quantitative tightening (QT) ke QE untuk obligasi Treasury, maka harga terendah Bitcoin sudah terjadi di kisaran USD76.500 bulan lalu. Sekarang kita mulai mendaki menuju USD250.000 hingga akhir tahun.”

    Per 1 April, The Fed memangkas batas maksimum pengurangan obligasi Treasury dari USD25 miliar menjadi USD5 miliar per bulan, sementara pengurangan sekuritas berbasis hipotek (MBS) tetap di angka USD35 miliar.

    Menurut pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang dikutip Reuters, The Fed mungkin akan membiarkan MBS berakhir tanpa digantikan aset baru dan dana hasil pelunasan pokoknya akan diinvestasikan ulang ke obligasi Treasury.

    “Secara matematis, itu akan membuat neraca The Fed tetap. Tapi kenyataannya, itu adalah bentuk QE untuk obligasi Treasury. Begitu kebijakan ini diumumkan secara resmi, harga Bitcoin akan melesat,” kata Hayes.

    Di sisi lain, sebagian analis memilih pendekatan yang lebih konservatif dalam memproyeksikan harga puncak Bitcoin dengan mengacu pada korelasinya terhadap indeks likuiditas global.

    Menurut Kepala Analis Kripto di Real Vision, Jamie Coutts, pasokan uang yang terus meningkat bisa mendorong harga Bitcoin menembus USD132.000 (sekitar Rp2,16 miliar) sebelum akhir 2025.

    Arthur Hayes sendiri mengaku terus membeli Bitcoin dan altcoin—yang ia sebut “shitcoins”—di rentang harga USD90.000 hingga USD76.500. Ini menunjukkan keyakinannya terhadap pasar kripto hingga akhir tahun. Namun, kecepatan ia mengucurkan modal akan tergantung pada ketepatan analisisnya.

    “Saya masih yakin Bitcoin bisa mencapai USD250.000 (sekitar Rp4,1 miliar) pada akhir tahun ini. Karena setelah BBC menempatkan Powell pada posisinya, The Fed akan membanjiri pasar dengan dolar,” tulis Hayes.

    Ia menambahkan, “Hal ini memungkinkan Xi Jinping memberi instruksi kepada bank sentral Tiongkok (PBOC) untuk menghentikan pengetatan moneter domestik demi mempertahankan kurs dolar-yuan. Akibatnya, jumlah yuan dalam sistem keuangan pun meningkat.”

    Meski proyeksi Hayes cukup optimistis, kenyataannya banyak pelaku pasar mematok ekspektasi yang lebih rendah terhadap harga puncak Bitcoin di akhir 2025.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.