Logo
>

Tarif Baru AS: Saham Nike, Adidas, dan Puma Anjlok

Perusahaan sepatu dan busana di Asia langsung terkena imbas kebijakan kenaikan tarif.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Tarif Baru AS: Saham Nike, Adidas, dan Puma Anjlok
Ilustrasi Presiden Amerika Serikat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, menilai bahwa dampak kebijakan tarif balasan atau reciprocal tariffs terhadap ekspor Indonesia tergolong moderat. 

    Menurutnya, meskipun Amerika Serikat memiliki kontribusi sebesar 10,5 persen terhadap total ekspor Indonesia dan menyumbang surplus perdagangan terbesar hingga 16,8 miliar dolar AS, kebijakan tarif tersebut juga diterapkan secara merata kepada negara pesaing Indonesia seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Karena itu, tidak ada negara pesaing yang diuntungkan secara kompetitif dalam perdagangan dengan AS.

    “Jadi secara relatif posisi Indonesia tidak berubah dibanding negara pesaing. Semua menghadapi level tarif yang sama, bahkan ada yang lebih tinggi dari kita,” ujar Fadhil kepada media di Jakarta pada Jumat, 4 April 2025.

    Ia menambahkan bahwa perhatian utama seharusnya tidak hanya tertuju pada ekspor semata, melainkan pada potensi tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang dapat membawa konsekuensi lebih luas terhadap perekonomian nasional.

    Dampak yang lebih mengkhawatirkan justru ada pada pelemahan nilai tukar. Jika rupiah melemah lebih dalam, beban fiskal bisa meningkat, termasuk utang pemerintah dan swasta dalam bentuk dolar.

    Fadhil menilai risiko ini dapat menjalar pada aspek lain seperti inflasi impor dan pelemahan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk tidak hanya fokus pada diplomasi dagang, namun juga menguatkan stabilitas makroekonomi melalui koordinasi kebijakan fiskal dan moneter.

    “Menjaga stabilitas nilai tukar dan memperkuat permintaan domestik adalah kunci untuk mempertahankan daya tahan ekonomi kita ke depan,” ujarnya.

    Kebijakan tarif ini langsung menyasar ke industri sepatu dan pakaian. Dilansir dari Reuters pada Jumat, 4 April 2025 saham Nike, Adidas dan Puma anjlok tajam setelah negara-negara di Asia di kenakan tarif.

    Saham Nike (NKE), Adidas , dan Puma anjlok tajam setelah Vietnam dikenakan tarif sebesar 46 persen, Kamboja 49 persen, Bangladesh 37 persen, dan Indonesia 32 persen. Sementara itu, tarif impor atas produk China dinaikkan lagi sebesar 34 poin persentase setelah sebelumnya telah dikenakan tarif 20 persen.

    "Perusahaan-perusahaan yang selama ini berupaya mengurangi ketergantungan pada China dengan mengalihkan produksi ke negara seperti Vietnam kini menyadari bahwa sebenarnya tidak ada tempat yang aman dari tarif ini," ujar Simeon Siegel, analis dari BMO Capital Markets.

    Saham peritel mode cepat atau fast fashion seperti H&M  banyak bergantung pada pasokan dari China dan Bangladesh, turun 5 persen. Sementara itu, saham raksasa ritel AS seperti Amazon  dan Target masing-masing anjlok 8 persen dan 10 persen.

    Analis dari Bernstein, Aneesha Sherman, menyatakan bahwa merek seperti On Holding, yang menjual sepatu seharga 150 dolar AS dan menyasar segmen konsumen kelas atas, mungkin masih dapat menaikkan harga tanpa berdampak besar pada pendapatan mereka.

    "Namun bagi merek lain, strategi jangka pendek yang mungkin dilakukan adalah menegosiasikan ulang kontrak dengan pemasok dan vendor, sehingga dampak tarif ini dapat dibagi di sepanjang rantai pasok," ujarnya.

    Harga sepatu Nike Jordan dan Adidas Samba juga diperkirakan akan naik di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump memberlakukan serangkaian tarif baru terhadap produsen utama pakaian dan alas kaki, termasuk Vietnam dan Indonesia.

    Merek-merek besar AS seperti Nike telah menghabiskan bertahun-tahun untuk mengalihkan produksi dari pabrik-pabrik di China seiring meningkatnya ketegangan politik antara Washington dan Beijing. Namun, tarif baru ini kini mengancam pasokan dari Asia Tenggara, mencakup berbagai produk mulai dari pakaian olahraga hingga sepatu lari berteknologi tinggi.

    Pantauan KabarBursa.com saham Nike pada hari ini turun 14,46 persen atau USD9,39 ke harga USD55,57 per lembarnya.

    Sementara di bursa global sudah mulai terasa. Di Asia, Indeks Nikkei 225 Jepang tercatat di level 40.868, melemah 0,11 persen, sedangkan Shanghai Composite Index (SSE) mengalami koreksi paling dalam dengan penurunan 1,27 persen ke 17.800. Straits Times Index (STI) Singapura juga tertekan, turun 0,36 persen ke 3.282.

    Sementara itu, di pasar Eropa, Indeks DAX Jerman menguat 0,14 persen ke 18.475, diikuti CAC 40 Prancis yang melemah 0,26 persen ke 7.676.

    Dari Wall Street, Dow Jones Industrial Average (DJI) naik 0,17 persen ke 39.376, sedangkan S&P 500 menguat 0,54 persen ke 5.567. NYSE Composite (NYA) tercatat naik tipis 0,04 persen ke 18.099, sedangkan Kospi Korea Selatan menguat 0,08 persen ke 2.864.

    Tekanan Perekonomian Nasional

    Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti dampak signifikan kebijakan tarif perdagangan baru Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump 2.0 terhadap ekspor Indonesia. 

    Menurutnya, langkah antisipasi dari pemerintah menjadi sangat krusial guna memitigasi tekanan terhadap perekonomian nasional.

    “Kebijakan tariff perdagangan baru US di era Trump 2.0 ini kan sangat signifikan dampak tekanannya pada ekspor Indonesia ke US," ujar Misbakhun kepada media di Jakarta, Kamis, 3 April 2025.

    Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menghitung potensi keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

    "Sehingga pemerintah harus melakukan konsolidasi menyeluruh para stake holder untuk menghadapi nya karena pemerintah harus tetap berhati-hati, menghitung untung rugi kebijakan tariff baru US tersebut pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan," paparnya.

    Sebagai negara dengan hubungan dagang yang erat dengan AS, Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai opsi kebijakan guna menyesuaikan diri dengan dinamika baru yang terjadi. 

    DPR, kata Misbakhun, akan terus mendorong pemerintah untuk mencari solusi terbaik dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah perubahan kebijakan perdagangan global.

    Indonesia Kena Tarif Impor Trump!

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengobarkan perang dagang dengan mengenakan tarif impor yang lebih tinggi terhadap puluhan negara, termasuk Indonesia.

    Pada Rabu, 2 April 2025, waktu setempat, Trump secara resmi menerapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua barang impor ke AS dan tarif tambahan yang bervariasi bagi negara tertentu.

    Indonesia turut masuk dalam daftar negara yang terdampak kebijakan ini. AS menyebut Indonesia menerapkan tarif sebesar 64 persen terhadap barang-barang dari AS. Sebagai respons, AS kini mengenakan tarif sebesar 32 persen untuk barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar mereka.

    Menanggapi kebijakan ini, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Mohamad Fadhil Hasan, menyatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang dituduh melakukan manipulasi mata uang. Padahal, menurut Bank Indonesia (BI), pelemahan rupiah terjadi akibat penguatan dolar AS.

    “Sekarang pertanyaannya, apa respons Indonesia? Apakah kita akan membalas atau memilih jalur negosiasi? AS adalah negara dengan surplus perdagangan terbesar bagi Indonesia, mencapai USD18 miliar,” ujar Fadhil dalam keterangannya.

    Ia menilai bahwa dampak langsung dari kebijakan ini akan terasa di AS sendiri. Kenaikan tarif yang mulai berlaku segera setelah diumumkan akan menyebabkan lonjakan harga barang impor, yang berpotensi mendorong inflasi dan menekan daya beli masyarakat kelas menengah bawah di AS. 

    Jika inflasi meningkat, The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga, yang pada akhirnya akan memperkuat dolar AS dan semakin melemahkan nilai tukar mata uang lainnya.

    Terkait langkah yang sebaiknya diambil Indonesia, Fadhil menyarankan agar pemerintah lebih mengutamakan jalur negosiasi bilateral dengan AS ketimbang menerapkan tarif balasan yang bisa memperburuk situasi. 

    “Saran saya, lebih baik melakukan negosiasi bilateral daripada menerapkan tarif balasan,” katanya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".