KABARBURSA.C0M - Awal Oktober 2025 dibuka dengan tekanan jual asing yang cukup tajam pada dua saham bank jumbo, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
Pada sesi pertama, investor asing mencatatkan net sell signifikan, yaitu sekitar 64 juta lembar saham BBRI dan 44 juta lembar saham BBCA. Tekanan jual massif ini seketika menggiring harga kedua saham ke zona merah, dan menandakan terjadinya reposisi portofolio besar-besaran di sektor perbankan unggulan.
Secara pergerakan harga, BBRI turun 1,79 persen ke level Rp3.830. Sempat menyentuh Rp3.820 yang menjadi titik terendah intraday, sementara pembukaan berada di Rp3.860. Kapitalisasi pasar BBRI kini berada di kisaran Rp573 triliun, dengan valuasi relatif masih murah (PER 10,17x, dividen yield 8,97 persen).
Di sisi lain, BBCA yang lebih defensif, ikut terkoreksi sebesar 1,64 persen menuju ke level Rp7.500, dari pembukaan Rp7.600, dengan market cap Rp918 triliun. Valuasi BBCA tercatat lebih premium (PER 16,23x, yield 4 persen), tetapi koreksi menandakan tekanan sentimen tidak bisa dihindari, bahkan untuk saham berkapitalisasi raksasa.
Sinyal Bearish Kuat, Strategi: Defensif
Dari kacamata teknikal harian, sinyal yang muncul cukup konsisten, yaitu sangat bearish. BBRI memperlihatkan RSI di level 36, mendekati area oversold, MACD negatif, dan StochRSI jatuh ke titik nol, menandakan saham dalam tekanan jual berlebih. Semua indikator moving average—dari MA5 hingga MA200—memberi sinyal jual.
BBCA pun serupa. RSI 36, MACD negatif, dan Williams %R di -95,8 menegaskan kondisi oversold. Semua moving average, termasuk jangka panjang, juga menunjuk ke arah jual. Dengan kata lain, keduanya masih dalam fase tren turun jangka pendek, dan potensi koreksi belum selesai sepenuhnya.
Strategi bagi investor saat ini lebih tepat bersifat defensif. Untuk BBRI, area Rp3.800 menjadi support psikologis penting, dengan kemungkinan uji ulang jika tekanan asing berlanjut. Jika level ini tertembus, ada peluang harga bergerak ke kisaran Rp3.750–3.700.
Untuk BBCA, support kuat berada di Rp7.400–7.300. Investor jangka pendek sebaiknya berhati-hati mengejar harga di tengah arus jual asing, sementara investor jangka panjang bisa menjadikan fase koreksi ini sebagai kesempatan akumulasi bertahap, mengingat fundamental keduanya tetap solid.
Rekomendasi saat ini adalah hold bagi investor yang sudah punya posisi, sambil menanti kepastian arah pasar. Bagi yang belum masuk, langkah paling bijak adalah menunggu sinyal rebound teknikal yang lebih jelas—setidaknya konfirmasi dari kenaikan harga disertai volume.
Dengan dividen tinggi di BBRI dan reputasi defensif BBCA, tekanan saat ini bisa dipandang sebagai “uji kesabaran” sebelum fase stabilisasi baru terbentuk. Investor harus tetap disiplin menjaga risiko, namun tidak perlu panik keluar dari dua saham yang masih menjadi jangkar utama IHSG.(*)