KABARBURSA.COM - PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) kembali bergerak agresif di pasar pendanaan. Rencana penerbitan obligasi Rp2,1 triliun dan sukuk Rp1 triliun menjadi sinyal bahwa perseroan berkeinginan memperkuat struktur modal sekaligus membenahi kewajiban jangka menengah.
Dokumen keterbukaan menyebutkan bahwa sebagian besar dana dari penerbitan obligasi dan sikuk ini akan dipakai untuk refinancing fasilitas pinjaman dalam denominasi dolar. Sementara sisanya, dialokasikan untuk modal kerja.
Secara konstruksi, aksi ini bukan sekadar penambahan utang baru. Komposisi penggunaan dana menunjukkan bahwa fokus utama digunakan untuk pembayaran fasilitas kredit USD250 juta.
Dari total rencana obligasi, sekitar USD121 juta atau Rp2,03 triliun diarahkan untuk melunasi Fasilitas B dalam perjanjian kredit yang efektif sejak Oktober 2025. Sedangkan sisanya, kecil dialokasikan untuk kebutuhan operasional.
Pada sukuk, sekitar USD50 juta atau Rp837 miliar digunakan untuk menggantikan pinjaman sebelumnya yang sempat disalurkan untuk kebutuhan entitas MTI.
Dengan kata lain, MBMA mengalihkan posisi pinjaman dolar ke instrumen rupiah bertenor tiga dan lima tahun, masing-masing dengan bunga 7,5 persen dan 8,25 persen. Struktur serupa juga dipakai untuk sukuk dengan indikasi imbal hasil ekuivalen.
Peringkat idA dari Pefindo memberikan ruang bagi MBMA untuk masuk ke pasar obligasi tanpa menghadapi premi risiko terlalu tinggi.
Pemulihan Pendapatan dan Margin
Jika dilihat dari kinerja keuangan MBMA, data kuartalan memperlihatkan adanya perubahan yang cukup signifikan dalam operasional MBMA sepanjang lima kuartal terakhir.
Pendapatan Q2 2025 tercatat Rp4,318 triliun, naik dari Q1 2025 yang berada di Rp5,989 triliun. Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan pola musiman di Q4 2024 (Rp7,344 triliun).
Pergerakan top line MBMA terlihat fluktuatif, namun struktur laba menunjukkan perbaikan lebih stabil. Laba kotor Q2 2025 mencapai Rp503 miliar, meningkat dibanding Q1 2025 di Rp309 miliar. Bahkan, angka tersebut jauh lebih baik dari Q3 2024 yang sempat menyentuh Rp256 miliar.
Efisiensi beban usaha berperan besar dalam peningkatan ini. Beban usaha Q2 2025 sebesar Rp101 miliar, jauh lebih rendah dari Q1 2025 yang mencapai Rp120 miliar dan Q4 2024 sebesar Rp211 miliar.
Kombinasi volume stabil dan tekanan biaya yang menurun mendorong laba usaha ke level tertinggi dalam lima kuartal, yaitu Rp402 miliar.
Kinerja bottom-line juga bergerak ke arah positif. Laba bersih Q2 2025 mencapai Rp369 miliar, naik tajam dibanding Q1 2025 yang mencatat rugi Rp-101 miliar. Lonjakan ini memperlihatkan pemulihan solid dari beban non-operasional yang sempat menekan kinerja di kuartal sebelumnya.
Profitabilitas Kuartalan: EPS Berbalik Positif
Beralih ke indikator keuangan lainnya. Salah satu indikator penting pada emiten pertambangan hilir seperti MBMA adalah EPS kuartalan. Pada Q2 2025, EPS berada di 1,42, berbalik dari posisi negatif pada Q1 2025 di -0,52. Pergerakan EPS selaras dengan kenaikan laba bersih dan perbaikan margin operasional.
Price to Earnings (PE) ratio kuartalan memang masih sangat tinggi di 323,94, tetapi hal ini lebih mencerminkan basis EPS rendah pada trailing quarters, bukan overvaluation absolut. Sementara EBITDA Q2 2025 mencapai Rp767,26 miliar, meningkat dari Rp524,1 miliar di Q1 2025.
Kenaikan EBITDA ini mengindikasikan bahwa perbaikan kinerja bukan hanya bersifat bottom-line tetapi juga berasal dari peningkatan aktivitas operasional inti.
Return on Equity (ROE) kuartalan juga menunjukkan pembalikan. Q2 2025 mencatat 0,61 persen, sebelas kali lebih tinggi dibanding Q1 2025 yang terkontraksi -0,22 persen. Return on Assets (ROA) mencatat 0,27 persen pada Q2 2025, naik dari -0,10 persen di kuartal sebelumnya, konsisten dengan peningkatan efisiensi dan margin operasi.
Struktur Utang dan Interest Coverage
Dalam konteks penerbitan obligasi dan sukuk, data interest coverage MBMA menjadi relevan. Q2 2025 mencatat rasio cakupan bunga 5,40, meningkat dari 3,79 di Q1 2025 namun masih jauh lebih rendah dibanding Q2 2024 yang berada di 23,88.
Angka ini menggambarkan bahwa beban bunga masih membatasi fleksibilitas keuangan perusahaan.
Dengan refinancing fasilitas dolar melalui obligasi rupiah, MBMA dapat memperpanjang tenor utang sekaligus mengurangi risiko fluktuasi kurs terhadap arus kas operasional. Namun demikian, struktur margin yang masih tipis dan interest coverage yang belum kembali ke posisi pra-volatilitas 2024 menunjukkan bahwa perusahaan perlu menjaga momentum perbaikan operasional agar struktur pendanaan baru tidak menekan profitabilitas.
Jadi, aksi korporasi MBMA berupa penerbitan obligasi Rp2,1 triliun dan sukuk Rp1 triliun muncul pada momentum yang tepat, yaitu ketika kinerja keuangannya mulai pulih. Perbaikan laba, pertumbuhan EBITDA, serta pembalikan EPS memberikan dasar fundamental untuk memperkuat struktur permodalan.
Refinancing utang dolar ke instrumen rupiah berpotensi menstabilkan arus kas, meski efektivitasnya tetap bergantung pada konsistensi perbaikan margin perusahaan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.