KABARBURSA.COM - Pengamat energi Suriadi Darmoko mengungkapkan hambatan dari penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap pemerintah Indonesia.
Suriadi menilai faktor utama penghambat PLTS Atap ialah regulasi pemerintah yang tidak pernah konsisten mengupayakan transisi energi baru terbarukan (EBT).
"Ini yang bermasalah, bukan kemauan masyarakat berpartisipasi," kata Suriadi kepada Kabar Bursa, Jumat, 8 Maret 2024.
Masyarakat, kata dia, sebenarnya memiliki minat menggunakan PLTS Atap sebagai salah satu energi bersih. Namun minat ini tergerus seiring mahalnya biaya pemasangan.
Ia melanjutkan, penghapusan skema ekspor-impor dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan bukti pemerintah menjadi penghambat dalam hal ini.
"Dari sisi harga, ya harga komponennya mahal," ucap Suriadi.
Oleh karena itu, Pengampanye 350 Indonesia itu meyakini pemerintah hanya mencari-cari alasan agar penerapan PLTS Atap tidak optimal.
"Hambatan tidak datang dari hambatan biaya, tidak datang dari situ atau itu faktor yang dicari-cari aja alasannya, karena faktor utamanya adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah," tegasnya menutup.
Sebelumnya diberitakan, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan penerapan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 belum optimal.
"Pemerintah memandang bahwa implementasi regulasi PLTS Atap belum mencapai potensi optimalnya," ujar Jisman.
Melalui Program PLTS Atap, Jisman mengatakan pemerintah mengajak masyarakat ikut berkontribusi langsung dalam pemanfaatan energi hijau, serta meningkatkan kesadaran dalam melakukan efisiensi energi khususnya di siang hari dengan memaksimalkan energi dari PLTS Atap. (ari/adi)