KABARBURSA.COM - Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali selama semester kedua tahun 2024. Langkah ini akan diikuti oleh penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Lantas bagaimana kondisi emiten perbankan?
Dalam perkembangan terbaru mengenai kondisi perbankan nasional, penurunan suku bunga yang direncanakan oleh BI diprediksi akan memberikan dampak positif terhadap risiko kredit macet di sektor perbankan.
Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata, mengungkap langkah penurunan suku bunga BI diharapkan dapat menurunkan angka non-performing loan (NPL) yang hingga saat ini masih menjadi tantangan signifikan bagi banyak bank.
“Kondisi emiten perbankan, well, tentunya dengan suku bunga yang turun, yang akan diikuti oleh perbankan akan menekan risiko kredit macet,” kata Liza kepada Kabar Bursa, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Lanjutnya, Liza menilai saat ini masih banyak tantangan perbankan khususnya yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kredit macet.
“Nah, risiko kredit macet ini NPL memang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) untuk bank kita, terutama yang banyak kaitannya dengan UMKM,” jelasnya.
Kendati dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan sektor UMKM akan lebih aktif dalam mengakses pembiayaan, yang pada gilirannya dapat membantu menurunkan risiko kredit macet yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi BRI sebagai BUMN terbesar di sektor perbankan Indonesia.
NPL Perbankan Menyusut
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengungkapkan bahwa rasio NPL atau kredit bermasalah di sektor perbankan domestik mengalami penurunan tipis. Data terbaru dari OJK menunjukkan bahwa rasio NPL gross perbankan mencapai 2,26 persen pada bulan Juni 2024.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa angka ini menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,34 persen.
“Kualitas kredit tetap stabil dengan rasio NPL gross perbankan di angka 2,26 persen, menurun dari 2,34 persen pada bulan Mei,” jelas Dian dalam konferensi pers virtual pada Senin, 5 Agustus 2024.
Di sisi lain, OJK mencatat rasio NPL net sale perbankan berada pada 0,78 persen, sedikit menurun dari 0,79 persen pada bulan Mei. Sementara itu, loan at risk (LaR) perbankan juga menunjukkan tren positif dengan penurunan menjadi 10,51 persen, dari sebelumnya 10,75 persen pada Mei. Angka ini semakin mendekati level pra-pandemi yang tercatat sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Dalam segmen UMKM, OJK melaporkan adanya perbaikan signifikan. Pada Juni 2024, rasio NPL UMKM menunjukkan kemajuan positif dibandingkan beberapa bulan terakhir, menandakan peningkatan kualitas kredit di sektor ini.
“Adapun NPL gross UMKM menurun menjadi 4,04 persen, di mana Mei yang lalu tercatat sebesar 4,27 persen dengan LaR kredit UMKM juga mengalami penurunan menjadi 13,50 persen, Mei yang lalu sebesar 13,83 persen. Dari tahun sebeblumnya sebesar 16,84 persen,” jelasnya.
Dian menuturkan, fungsi intermedia industri perbankan juga mengalami tren positif pada Juni 2024. Hal itu tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit yang tumbuh dua digit per Juni 2024 sebesar 12,36 persen.
“Pertumbuhan penyaluran kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 12,36 persen yoy, yang (bulan Mei) sebelumnya 12,15 persen yoy,” jelasnya.
Secara month to month (mtm), kata Dian, penyaluran kredit tumbuh 1,39 persen menjadi sebesar Rp7,478 triliun. Dian menuturkan, pertumbuhan kredit ditopang oleh invesatsi sebesar 15,09 persen yoy.
Selain itu, pertumbuhan kredit juga ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi dengan masing-masing pertumbuhannya sebesar 11,68 dan 10,80 persen per Juni tahun ini.
OJK mencatat, penurunan profitabilitas bank sepanjang tahun ini. Penurunan ini sejalan dengan meningkatnya suku bunga dana pihak ketiga (DPK). Sementara itu, suku bunga dasar kredit (SBDK) tetap stagnan, tidak mengikuti kenaikan bunga deposito.
Kredit modal kerja dan konsumsi mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, hal ini disebabkan oleh prioritas bank dalam menjaga kualitas kredit. Demikian penjelasan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan pada Juli 2024.
Dian melanjutkan bahwa strategi menjaga kualitas kredit tersebut berdampak pada margin bunga bersih atau net interest margin bank, yang tergerus dari 4,8 persen pada Juni 2023 menjadi 4,57 persen pada periode yang sama tahun ini.
Meskipun demikian, rasio return on assets (ROA) tetap tinggi, mencapai 2,66 persen pada Juni 2024, naik dari 2,56 persen pada Mei lalu. Ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan tetap resilient dan stabil, didukung oleh rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 26,18 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.