KABARBURSA.COM - Bitcoin (BTC) diproyeksikan memiliki peluang besar menembus level baru seiring laporan Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat. Data terbaru mencatat indeks CPI November 2024 berada di angka 315,493, meningkat 2,7 persen dari posisi Oktober sebesar 2,6 persen.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyebut data CPI yang sesuai ekspektasi menjadi angin segar bagi pasar keuangan, termasuk aset kripto. “Jika data ekonomi terus mendukung dan kebijakan moneter global tetap kondusif, Bitcoin berpotensi mencetak rekor tertinggi baru,” ujar Oscar dalam pernyataan resminya di Jakarta, Sabtu 14 Desember 2024.
Optimisme tersebut juga diperkuat oleh ekspektasi pelonggaran kebijakan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed). Menurut Oscar, sinyal kebijakan moneter yang lebih akomodatif dapat menjadi katalis positif bagi pergerakan Bitcoin dan aset kripto lainnya di masa depan.
Oscar menambahkan, kenaikan harga Bitcoin belakangan ini turut mencerminkan meningkatnya minat dari investor institusional. “Investor institusional mulai mengakui peran Bitcoin dalam portofolio mereka, yang mengindikasikan pergeseran pandangan terhadap pasar keuangan tradisional,” ujarnya.
Pada 12 September 2024, harga Bitcoin berada di kisaran 100.000 dolar AS, naik sekitar 2,6 persen dalam 24 jam terakhir. Altcoin utama juga mencatatkan penguatan, seperti Ethereum yang melonjak 7,2 persen, XRP naik 4,7 persen, dan Solana menguat 5,2 persen.
Oscar menekankan pentingnya literasi kripto di masyarakat. Menurutnya, semakin banyak orang yang memahami manfaat Bitcoin dan teknologi blockchain, semakin besar potensi adopsi kripto secara luas. “Kesadaran publik yang lebih baik akan mendorong tingkat adopsi secara organik,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mencatat bahwa pemotongan suku bunga oleh The Fed dapat memberikan dorongan tambahan bagi pasar aset berisiko, termasuk Bitcoin. Dengan likuiditas pasar yang meningkat, Bitcoin dinilai memiliki ruang untuk melanjutkan tren penguatan.
Oscar juga menyinggung indikator Fear and Greed Index yang saat ini berada di level 76. “Sentimen greed (keserakahan) di pasar mengisyaratkan optimisme investor. Namun, kita perlu tetap waspada terhadap volatilitas, karena ketika kepercayaan pasar meningkat, beberapa pihak cenderung mengambil keuntungan melalui aksi jual,” imbuhnya.
Jika tren bullish ini berlanjut, Bitcoin diprediksi mampu menembus level psikologis di atas 104.000 dolar AS, melampaui rekor tertinggi yang tercatat pada pekan sebelumnya.
Meski begitu, Oscar menegaskan pentingnya regulasi yang mendukung ekosistem kripto. Ia percaya bahwa regulasi yang jelas dan proaktif dapat menciptakan lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan aset digital, baik di Indonesia maupun di kancah global.
Menekan Aset Berisiko
Pasar kripto kembali melemah dalam 24 jam terakhir di tengah gejolak pasar obligasi yang menekan aset berisiko. Bitcoin, mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, turun 1,28 persen ke level USD100.023 per koin atau setara Rp1,59 miliar (kurs Rp15.973), menurut data CoinMarketCap, Jumat, 13 Desember 2024, pukul 06.30 WIB.
Pelemahan ini terjadi meskipun sempat muncul optimisme setelah komentar positif dari Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump. Dalam acara pembukaan perdagangan di Bursa Efek New York, Trump menegaskan dukungannya terhadap aset digital dan mengusulkan pembentukan cadangan strategis bitcoin di AS. Pernyataan tersebut mendorong harga bitcoin menyentuh USD102.500, tertinggi sejak pekan lalu.
Namun, momentum ini tidak bertahan lama. Menjelang sore waktu AS, bitcoin kembali jatuh ke USD99.800, tertekan oleh kenaikan imbal hasil obligasi global yang juga melemahkan aset lain seperti saham dan emas.
Gejolak Pasar Obligasi
Pelemahan pasar kripto sejalan dengan respons negatif di pasar obligasi terhadap langkah dovish Bank Sentral Eropa (ECB), yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Imbal hasil obligasi Jerman bertenor 10 tahun naik 8 basis poin menjadi 2,21 persen, sementara imbal hasil Treasury AS naik 6,5 basis poin ke 4,34 persen. Kenaikan ini memperburuk tekanan pada aset berisiko, termasuk bitcoin.
Di tengah pelemahan bitcoin, altcoin mencatat kinerja lebih baik. Avalanche (AVAX) dan Chainlink (LINK) memimpin dengan kenaikan masing-masing 9 persen dan 13 persen. Kenaikan AVAX dipicu oleh investasi senilai USD250 juta yang dipimpin oleh Galaxy, Dragonfly, dan ParaFi Capital. LINK mendapat dorongan dari proyek World Liberty Financial (WLFI), yang membeli token senilai USD1 juta, menurut data Arkham Intelligence.
Ethereum (ETH), kripto terbesar kedua, juga menguat 0,71 persen ke USD3.866 per koin. Aliran dana dari ETF spot dan peningkatan aktivitas blockchain membuat ETH diperkirakan akan mencetak rekor baru di atas USD5.000, menurut analisis CryptoQuant.
Meski volatilitas pasar kripto masih tinggi, altcoin menunjukkan potensi pertumbuhan di tengah tekanan aset berisiko, memberikan harapan bagi investor untuk diversifikasi di sektor ini.(*)