KABARBURSA.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara tiga tersangka dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.
Ketiga tersangka ini merupakan mantan pejabat di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung.
Mereka adalah Amir Syahbana (AS), yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2018-2021.
Selanjutnya, Rusbani alias Bani (BN), Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 5 Maret 2019 - 31 Desember 2019, dan Sutanto Wibowo (SW), Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2019.
"Perbuatan tersangka AS, sebagai Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telah menerbitkan dan menandatangani persetujuan RKAB Tahun 2020 dan 2021 yang tidak sesuai dengan ketentuan," ujar Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jumat 12 Juli 2024.
Pada Januari 2019 - Februari 2019, Amir, selaku Ketua Tim Evaluator RKAB Tahun 2019, secara sepihak membuat Telaah Staf yang ditujukan kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Suranto Wibowo, yang juga menjadi tersangka.
Berdasarkan berita acara evaluasi, Tim Evaluator merekomendasikan untuk menyetujui RKAB Tahun 2019 PT Menara Cipta Mulia, PT Rajawali Nindya Persada, PT Trimitra Bangka Utama, PT Bangka Tin Industry, dan PT Refined Bangka Tin.
Hal ini dilakukan Amir setelah menerima pemberian dari GM Operasional CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, Achmad Albani, sebesar Rp325.999.998 pada 20 Desember 2018 - 5 Maret 2019. Achmad Albani juga telah menjadi tersangka dalam kasus ini.
Rusbani, menurut Harli, sebagai Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ikut membahas evaluasi revisi RKAB tahunan 2019 PT Timah Tbk. Namun, ia tidak memberikan pertimbangan kondisi tata kelola pengusahaan pertambangan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan benar.
Rusbani disebut tidak pernah meminta kontrak para pemegang IUJP dengan IUP PT Timah Tbk. Selain itu, ia juga tidak meminta Laporan Triwulan dan Tahunan dari para Pemegang IUJP, serta tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUJP.
Dia juga tidak pernah melaporkan kepada Gubernur, serta tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUP PT Menara Cipta Mulia, PT Refined Bangka Tin, PT Artha Prima Nusa Jaya, PT Prisma Multi Karya, PT Bumi Hero Perkasa, dan PT Fortuna Tunas Mulya.
Sutanto Wibowo, sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telah menyetujui RKAB tahun 2015-2018 yang isinya tidak benar terhadap enam Smelter.
Dalam proses pemeriksaan, kejaksaan menemukan bukti bahwa Sutanto menerima fasilitas berupa hotel, transportasi, dan uang saku dari PT Stanindo Inti Perkasa (SIP). Dia juga dituduh telah menerima seluruh biaya pembahasan RKAB yang dibebankan kepada pemohon persetujuan RKAB.
"Akibat perbuatan tersangka SW yang menyetujui RKAB PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inter Nusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Menara Cipta Mulia, yang kemudian bekerja sama dengan PT Timah Tbk dalam kerja sama sewa menyewa alat peralatan processing peleburan, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,28 triliun," kata Harli.
Menurut Harli, tindakan Amir, Rusbani, dan Sutanto yang tidak memberikan pertimbangan yang benar terhadap RKAB PT Timah Tbk pada 2015 - 2022 menyebabkan perusahaan pelat merah tersebut membayar bijih timah ilegal senilai Rp26,64 triliun. Hal ini juga menyebabkan kerugian kerusakan tanah dan lingkungan setara Rp271 triliun.
"Sehingga total kerugian yang diakibatkan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015 - 2022 mencapai Rp300 triliun," ujar Harli.
Kasus dugaan korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 masih terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 14 tersangka, termasuk Direktur Operasional PT Timah periode 2017-2020, dan seorang "Crazy Rich" dari Pantai Indah Kapuk (PIK).
Kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp 300 triliun, angka yang fantastis dan jauh lebih besar dari perkiraan awal Rp 271 triliun.
Modus yang diduga dilakukan para tersangka termasuk:
- Perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah untuk memuluskan penambangan timah ilegal di Bangka Belitung.
- Pencucian uang hasil korupsi melalui money changer, pembelian jam tangan mewah, mobil, dan aset lainnya.
Dampak kasus ini:
- Ekonomi: Kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah tentu berdampak besar terhadap keuangan negara. Hal ini dapat menghambat program pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
- Lingkungan: Penambangan timah ilegal yang marak akibat korupsi dikhawatirkan dapat merusak lingkungan, seperti pencemaran air dan tanah.
- Kepercayaan publik: Kasus ini kembali mencoreng kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Perkembangan terbaru:
- Kejagung masih terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.
- Aset para tersangka, seperti rumah, mobil, dan tanah, telah disita oleh Kejagung.
- Beberapa pihak telah diperiksa sebagai saksi, termasuk para karyawan PT Timah. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.