KABARBURSA.COM - Baru saja, Bank Indonesia (BI) akhirnya mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April yang oleh ekspektasi banyak pihak menjadi momentum BI mengubah BI Rate. Dan ekspektasi itu terwujud, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat mengumumkan kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate itu.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,5 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 7 persen," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Rabu 24 April 2024.
Padahal, sebagaimana dilansir Bloomberg, konsensus pasar dengan melibatkan 41 ekonom/analis menghasilkan median proyeksi BI Rate tetap di 6 persen. Meleset 25 basis poin.
Namun sejatinya suara pasar agak terbelah, tidak sepakat bulat atau aklamasi, ada dissenting opinion. Sebanyak 12 dari 41 ekonom/analis memperkirakan suku bunga acuan naik 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen.
Deretan bank-bank asing sebagian memperkirakan BI bakal kerek bunga acuan di antaranya Goldman Sachs, Barclays Bank, BNP Paribas, dan DBS Bank. Sejumlah ekonom dari Bloomberg Economics juga ada di barisan ini, disusul oleh beberapa sekuritas lokal seperti Bahana Sekuritas dan Trimegah Securities.
Sementara bank asing lain seperti Citigroup, Maybank, JP Morgan, ING, Deutsche, Standard Chartered, Morgan Stanley, dan seterusnya, masih mempertahankan prediksi mereka, BI rate tetap di 6 persen. Bank-bank lokal seperti Bank BCA, Bank Mandiri, Permata Bank, juga memprediksi BI rate tidak berubah. Hanya Bank Danamon yang memperkirakan akan ada kenaikan 25 bps.
Surprise, karena sebelumnya, Prediksi bahwa BI akan Teguh tahan Suku Bunga hingga 2025
Pagi tadi hari ini Rabu 24 April 2024, Redaksi Kabar Bursa melansir Bloomberg mengabarkan bahwa Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menunda pelonggaran kebijakan moneter hingga akhir tahun ini, atau mungkin awal tahun 2025, sambil menantikan ketidakpastian seputar kebijakan suku bunga Federal Reserve dan kelanjutan konflik di Timur Tengah.
Dua puluh dari 21 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan bahwa Bank Indonesia akan menunda penurunan suku bunga, dengan sebagian besar memprediksi pelonggaran suku bunga terjadi pada kuartal IV-2024, sementara beberapa lainnya memperkirakan periode Januari hingga Maret tahun depan.
Dengan demikian, bank sentral kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga acuan pada rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu, menurut 30 dari 41 analis dalam survei terpisah, sementara sisanya memperkirakan kemungkinan kenaikan BI-Rate sebesar seperempat poin menjadi 6,25 persen.
Hasil survei ini menunjukkan bagaimana hambatan penurunan suku bunga semakin tinggi di negara-negara berkembang di Asia karena kebangkitan dolar dan ketegangan geopolitik yang berdampak pada mata uang di wilayah tersebut.
Tekanan ini khususnya berat bagi BI, yang mandat utamanya adalah menjaga stabilitas mata uang dan sangat responsif terhadap perubahan sentimen investor asing.
“Ada ketidakpastian yang cukup besar mengenai arah suku bunga global, khususnya bagi The Fed,” kata Radhika Rao, ekonom di DBS Group Holdings Ltd.
"Pasar mengharuskan bank sentral untuk mempertahankan perbedaan yang menguntungkan dengan Departemen Keuangan AS dan menunda dimulainya siklus pelonggaran hingga akhir tahun.”
Dengan nilai tukar rupiah yang berada pada titik terendah di era pandemi dan investor asing menarik USD2,1 miliar dari pasar obligasi negara tahun ini, “nada pertemuan ini hampir pasti akan berpihak pada sikap hawkish,” menurut ekonom di Morgan Stanley.
Gubernur BI Perry Warjiyo tampaknya mengurangi nada dovish sebelumnya dalam sebuah pernyataan pada Jumat, dengan mengatakan bank sentral akan memastikan stabilitas nilai tukar dengan intervensi pasar dan “langkah-langkah lain yang diperlukan” seiring dengan meningkatkan penjualan dolar di pasar spot dan derivatif untuk menopang menaikkan mata uangnya.
Hal ini merupakan tanggapan terbaru dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini yang mengambil pendekatan habis-habisan untuk menopang rupiah.
Bank sentral menaikkan premi surat berharga rupiah, atau SRBI – instrumen moneter yang digunakan bersama dengan suku bunga kebijakan untuk memikat arus masuk. Pemerintah juga memerintahkan perusahaan-perusahaan milik negara untuk menahan pembelian dalam jumlah besar dalam dolar dan impor barang-barang konsumsi.
“BI akan memiliki ruang untuk melakukan berbagai kebijakan intervensi guna menstabilkan rupiah dan hanya melakukan kenaikan suku bunga sebagai upaya terakhir,” kata Lionel Priyadi, ahli strategi makro PT Mega Capital Sekuritas di Jakarta.
Cadangan devisa Indonesia mencapai USD140 miliar pada akhir Maret, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Oktober ketika bank sentral terakhir kali menaikkan suku bunga.
Namun, intervensi valuta asing yang berkelanjutan untuk mendukung rupiah mungkin tidak berkelanjutan dan menguras likuiditas sistem keuangan, menurut PT Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, yang memperkirakan kenaikan sebesar 25 basis poin pada hari Rabu dan satu lagi pada bulan Mei.
Kenaikan suku bunga, jika hal itu terwujud, akan mengangkat suku bunga acuan ke level tertinggi sejak diperkenalkan pada tahun 2016.
Namun, langkah tersebut dapat dipandang oleh investor sebagai “peningkatan kepanikan,” kata Euben Paracuelles, ekonom Nomura Holdings Inc di Singapura.
“Hal ini bisa menjadi kontraproduktif mengingat kemungkinan reaksi negatif di pasar obligasi yang pada gilirannya dapat menyebabkan arus keluar dan melemahkan tujuan stabilitas nilai tukar BI.”
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.