Logo
>

Tower Terbang MTEL Bikin Kinerja Saham Melambung

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tower Terbang MTEL Bikin Kinerja Saham Melambung

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel (MTEL) mengungkapkan bahwa proyek satelit orbit rendah (LEO) SpaceX milik Elon Musk, Starlink, hanya menjadi pelengkap, terutama di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).

    “Starlink lebih berfungsi sebagai pelengkap, bukan pengganti. Di wilayah 3T, pembangunan tower sulit, jauh, dan mahal,” ujar Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama, dalam sebuah acara di Labuan Bajo, Senin 5 Agustus 2024 malam.

    “Karena pabriknya biasanya di Pulau Jawa, mengirim logistik sulit: harus membuka jalan, lokasinya tidak bisa sembarangan, harus di atas bukit, dan harus menyiapkan sumber energi dari PLN, genset, atau tenaga surya.”

    Starlink kemudian menjadi solusi infrastruktur penyebaran akses internet yang ideal di wilayah 3T. Meski dikabarkan memiliki banyak keunggulan, Starlink tidak luput dari kelemahan.

    “Jika hanya satu-dua pengguna, kualitasnya masih bagus. Namun, jika 10-20 orang menggunakannya, mulai terasa kelemahannya, apalagi jika 100-200 orang menggunakan, bisa macet,” tambahnya.

    Flying Tower System (FTS)

    Zephyr, dikenal sebagai Flying Tower System (FTS) atau BTS Terbang, menawarkan layanan konektivitas seluler, termasuk 5G, langsung ke perangkat pengguna. Pesawat nirawak ini mampu melayang di ketinggian 18-20 kilometer, menyebarkan sinyal internet dengan latensi yang sangat rendah.

    Di laman resminya, Aalto mengklaim bahwa Zephyr memiliki latensi antara 5-10 milidetik, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Starlink yang berkisar di atas 50 milidetik. Aalto juga menyebutkan bahwa HAPS dapat menjadi solusi konektivitas 4G dan 5G di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau, khususnya di daerah terpencil.

    Beberapa operator telekomunikasi pun menyatakan ketertarikan mereka untuk memanfaatkan teknologi FTS ini.

    Untuk menggantikan Starlink, anak perusahaan Telkom ini tengah mengembangkan Flying Tower System (FTS), teknologi pesawat tanpa awak bertenaga surya dengan teknologi High Altitude Platform Station (HAPS) dari anak usaha Airbus, AALTO HAPS Ltd.

    Teknologi inovatif ini menggunakan drone yang terbang di ketinggian 20 km di atas laut dan mampu mencakup area yang luas. Berdasarkan perhitungan MTEL, HAPS bisa menjangkau luas 200 km.

    “Dengan adanya HAPS, Starlink bisa digantikan,” jelas Hendra. “Nantinya, cukup dengan menggunakan ponsel saja, sinyal sudah bisa didapatkan melalui HAPS yang dipantulkan ke tower kami.”

    Selain itu, pembuatannya juga lebih murah karena tidak memerlukan roket atau ruang kontrol yang kompleks. “Hanya butuh drone. Jadi, HAPS bisa menggantikan Starlink dengan biaya lebih rendah, latency (kecepatan koneksi jaringan) yang lebih rendah, dan fleksibilitas yang jauh lebih tinggi,” pungkas Hendra.

    Kinerja Saham MTEL

    PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau lebih dikenal sebagai Mitratel, anak usaha dari PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), terus menunjukkan kinerja gemilang. Sepanjang 2023, Mitratel konsisten mencatat pertumbuhan laba di setiap kuartal. Sebagai pengakuan atas pencapaiannya, MTEL kini masuk dalam jajaran indeks saham bergengsi LQ45.

    Di antara empat emiten baru yang masuk LQ45, Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, sangat menyukai saham MTEL. Menurutnya, secara fundamental, MTEL adalah emiten sektor menara dan fiber optik dengan kinerja keuangan paling solid. Hingga September 2023, perseroan berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih di tengah tekanan yang dihadapi oleh para pesaingnya.

    Laba bersih Mitratel naik 16,59 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 1,43 triliun per September 2023, dibandingkan Rp 1,22 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, MTEL mencatatkan penambahan 2.476 menara, tumbuh 7 persen dibandingkan akhir 2022 yang tercatat 35.418 menara.

    Di periode yang sama, MTEL juga memperluas jaringan fiber optik alias fiber to the tower (FTTT) sepanjang 19.380 kilometer menjadi total 30.009 km. Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa penggabungan layanan FTTT dengan layanan menara akan meningkatkan harga sewa per tenant Mitratel ke depannya.

    Laba bersih MTEL diprediksi mencapai Rp 2,05 triliun, tumbuh 17 persen dari Rp 1,75 triliun pada 2022. Total pendapatan MTEL pada 2023 diperkirakan mencapai Rp 8,57 triliun, tumbuh 12,12 persen secara yoy.

    Riset terbaru dari MNC Sekuritas memprediksi pendapatan MTEL akan menembus Rp 8,61 triliun, meningkat 11 persen yoy. Analis MNC Sekuritas, Vera, menyebut bahwa bisnis sewa menara menyumbang 84 persen dari total pendapatan dan diperkirakan akan tumbuh 13,5 persen yoy pada 2023. Sementara itu, portofolio fiber optik berpotensi tumbuh agresif sebesar 64,8 persen yoy.

    “Asumsi kami didukung dengan strategi MTEL yang menjadikan fiberisasi sebagai penggerak bisnis baru dan tonggak sejarah yang agresif, diikuti dengan meningkatnya permintaan MNO untuk menyediakan konektivitas dengan latensi lebih rendah melalui serat optik,” jelas Vera.

    MNC Sekuritas memberikan rekomendasi beli dengan target harga Rp 880 per saham, memberikan potensi kenaikan sebesar 32,3 per dan setara dengan 11,3x EV/EBITDA untuk tahun 2024.

    Analis Sinarmas Sekuritas, Arief Machrus, memprediksi pendapatan MTEL pada 2023 akan mencapai Rp 8,33 triliun dengan laba bersih Rp 2,58 triliun. Menurut Arief, MTEL menunjukkan sinergi yang kuat dengan Grup TLKM dan inline dengan peta jalan pertumbuhan yang jelas.

    Dengan 60 persen portofolio menara MTEL berlokasi di luar Jawa, perusahaan memiliki posisi strategis untuk meningkatkan peluang kolokasi seiring dengan rencana ekspansi jangkauan operator jaringan seluler secara nasional.

    Sinarmas memberikan rekomendasi buy untuk saham MTEL dengan target harga Rp 845. Dengan portofolio aset menara terbesar di Asia Tenggara, MTEL secara efektif memanfaatkan skala ekonomi dan efisiensi operasional per menara, melampaui para pesaingnya, jelas Arief.

    Analis Maybank Sekuritas, Etta Rusdiana Putra, memproyeksikan Mitratel akan menutup 2023 dengan pendapatan Rp 8,45 triliun dan laba bersih mencapai Rp 2,01 triliun.

    “Kami masih menyukai MTEL karena peluang pertumbuhan tenancy ratio yang masih rendah serta ekspansi dari serat optik. Sementara pertumbuhan kinerjanya sejalan dengan perkiraan kami, namun kami memperkirakan manajemen akan lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi anorganik, terutama di tengah kondisi suku bunga yang tinggi saat ini,” ujar Etta. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi