KABARBURSA.COM - Toxic relationship bisa bikin harimu terbebani. Nah, selamat hari Senin! Redaksi Kabar Bursa ingin berbagi sejenak dengan Anda tentang bagaimana mengatasi relasi toksik.
Nah, hubungan yang seharusnya membawa kebahagiaan dan dukungan seringkali dapat berubah menjadi racun dan merugikan. Toxic relationship atau hubungan yang tidak sehat dapat merugikan salah satu atau kedua pihak yang terlibat. Dalam sebuah penelitian dari Universitas Airlangga (Unair), toxic relationship didefinisikan sebagai hubungan atau relasi yang tidak sehat, menimbulkan perasaan negatif, dan dapat mencakup berbagai karakteristik.
Menurut Ayu Kartika, seorang psikolog klinis yang berbicara dalam sebuah webinar Unair, beberapa karakteristik hubungan tidak sehat melibatkan pemaksaan kehendak, kecenderungan berbohong, rasa curiga yang berlebihan, hingga perilaku merendahkan pasangan. Selain itu, hubungan dapat dianggap toksik jika melibatkan kekerasan baik secara fisik, emosional, seksual, finansial, atau penelantaran. Kodependensi dan narsisme juga dapat menjadi tanda seseorang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Penyebab utama toxic relationship sering kali terkait dengan siklus trauma. Orang yang telah mengalami pengalaman traumatis di masa lalu cenderung menjalin hubungan serupa saat dewasa. Misalnya, anak yang sering mengalami kekerasan dari orang tua dapat rentan terjebak dalam toxic relationship karena sudah terbiasa dengan situasi tersebut, yang disebut sebagai "cycle of abuse."
Menghadapi Dampak dan Keluar dari Toxic Relationship
Dampak dari hubungan yang tidak sehat bisa mencakup gangguan sosial, ketidakmampuan emosional, bahkan gangguan perkembangan saraf. Oleh karena itu, penting bagi individu yang berada dalam hubungan toksik untuk mengenali masalah tersebut dan berani keluar dari ikatan yang merugikan.
Ayu Kartika menyarankan agar individu tersebut mencari akar permasalahan yang menyebabkan mereka merasa terjebak dalam hubungan tidak sehat. Langkah selanjutnya adalah memutus lingkaran toksik dan memberi diri kesempatan untuk pulih. Tahap pemulihan pasca perpisahan mungkin menyakitkan, namun penting untuk meluangkan waktu, merenungkan kualitas hubungan sebelumnya, dan mengenali kembali batasan personal.
Dalam proses pemulihan, refleksi diri dan penerapan teknik mindfulness dapat membantu. Selain itu, mengenali strategi coping yang sehat seperti olahraga, latihan relaksasi, validasi emosi, dan penulisan jurnal dapat mempercepat pemulihan emosional. Terakhir, individu perlu mendefinisikan kembali makna cinta untuk membangun hubungan yang lebih sehat di masa depan.
Ayu Kartika memberikan pesan khusus kepada mereka yang pernah terjebak dalam hubungan toksik, yakni menyembuhkan diri terlebih dahulu. Dengan begitu, mereka dapat mencegah diri menjadi pelaku dalam lingkaran toksik dan membangun hubungan yang lebih positif ke depannya. Mengenali, keluar, dan pulih adalah langkah-langkah penting untuk menghadapi bahaya toxic relationship.