KABARBURSA.COM - Kurs rupiah akhirnya bergerak di bawah level Rp 16.200 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Kamis, 11 Juli 2024, kurs rupiah spot menguat 0,28 persen ke Rp 16.195 per dolar AS dan rupiah Jisdor menguat 0,34 persen ke Rp 16.200 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan, dari dalam negeri pemerintah berupaya menghindari defisit APBN dengan melaksanakan pembatasan BBM bersubsidi mulai 17 Agustus 2024. Tujuannya, mengurangi jumlah pemakaian BBM subsidi.
Menjaga Stabilitas
Defisit APBN menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan keseimbangan anggaran negara. Sedangkan, defisit APBN 2024 diproyeksikan akan lebih besar dari target yang telah ditetapkan.
"Dengan pengetatan penggunaan BBM subsidi, biaya subsidi bisa ditekan sehingga pemerintah semakin dapat menghemat APBN 2024 dan berencana mendorong penggunaan bioetanol sebagai alternatif pengganti bensin," paparnya.
Rupiah mengakhiri perdagangan hari ini dengan meninggalkan zona Rp16.200-an/USD di tengah suasana pasar global yang optimistis menjelang pengumuman data inflasi Amerika Serikat nanti malam. Rupiah tampaknya tidak lagi terpengaruh oleh kabar baru mengenai prospek keberlanjutan kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Pasar spot Asia sampai sore ini menunjukkan penguatan rupiah terbesar setelah won dan dolar Taiwan yang masing-masing menguat 0,36 persen dan 0,25 persen. Sementara rupiah menguat 0,28 persen ke posisi Rp16.195/USD. Ini menjadi level penutupan rupiah terkuat sejak 29 Mei lalu. Kurs JISDOR Bank Indonesia juga ditutup menguat di Rp16.200/USD, terkuat sejak akhir Mei.
Penguatan rupiah tampaknya didorong oleh sentimen positif pasar global dan domestik. Harga obligasi naik karena aksi beli yang marak di hampir semua tenor. Begitu juga saham yang banyak diburu dengan IHSG ditutup menguat ke 7.300,40.
Malam nanti atau Kamis pagi waktu AS, Badan Statistik negara itu akan mengumumkan data inflasi Indeks Harga Konsumen bulan Juni yang akan memberi petunjuk lebih tegas tentang peluang penurunan bunga acuan The Fed tahun ini.
Konsensus pasar memperkirakan inflasi IHK pada Juni di ekonomi terbesar dunia itu naik ke 0,1 persen dari sebelumnya 0,0 persen secara bulanan. Secara tahunan, inflasi AS diprediksi di 3,1 persen, turun dari bulan sebelumnya 3,3 persen.
Inflasi inti AS bulan lalu diprediksi 0,2 persen month-to-month, tidak berubah dibanding Mei. Secara tahunan, angkanya juga diperkirakan tetap 3,4 persen.
Data inflasi ini akan melengkapi pembacaan data pasar tenaga kerja yang tak terduga menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran menjadi 4,1 persen.
Disinflasi yang meyakinkan di tengah pasar tenaga kerja yang tertekan dipercaya akan membawa The Fed selangkah lebih dekat pada keputusan penurunan bunga acuan. Sebuah langkah yang sangat dinanti oleh investor di seluruh dunia yang telah menyaksikan pengetatan paling agresif AS dalam empat dekade terakhir.
Alasan Investor Membeli
Ada beberapa alasan utama mengapa investor membeli obligasi:
1. Menghasilkan Pendapatan Pasif:
- Obligasi memberikan pembayaran bunga (kupon) secara berkala kepada investor.
- Pembayaran ini dapat menjadi sumber pendapatan pasif yang stabil, terutama bagi investor yang ingin mencapai tujuan keuangan jangka panjang seperti pensiun.
2. Diversifikasi Portofolio:
- Obligasi umumnya dianggap sebagai investasi yang lebih aman daripada saham.
- Dengan menambahkan obligasi ke portofolio, investor dapat mendiversifikasi aset mereka dan mengurangi risiko secara keseluruhan.
3. Melindungi Nilai Kekayaan:
- Obligasi sering kali dianggap sebagai “safe haven” atau tempat berlindung yang aman selama masa pergolakan pasar.
- Ketika nilai saham turun, harga obligasi biasanya naik.
- Hal ini karena investor beralih ke aset yang lebih aman untuk melindungi kekayaan mereka.
Rasio Utang Prabowo
Dalam wawancara dengan Financial Times yang dipublikasikan hari ini, Kamis 11 Juli 2024, Hashim Djojohadikusumo, penasihat utama Prabowo dan juga adik kandung pemenang Pilpres itu, mengonfirmasi adanya rencana pemerintahan mendatang untuk meningkatkan rasio utang Indonesia hingga 50 persen dari PDB. Langkah ini akan ditempuh bersamaan dengan rencana peningkatan penerimaan pajak untuk membiayai belanja negara.
Hashim bahkan menyatakan, Prabowo mengizinkan kenaikan rasio utang agar program ambisius seperti makan bergizi gratis yang menjadi andalan kampanye bisa dibiayai. Namun, rencana kenaikan rasio utang itu diberikan dengan syarat pemerintah bisa meningkatkan pendapatan pajak.
Hashim yakin Indonesia masih bisa mempertahankan peringkat kredit ‘Investment Grade’ meski rasio utang naik ke 50 persen dari posisi saat ini di 39 persen. “Idenya adalah meningkatkan pendapatan dan tingkat utang. Saya sudah bicara dengan Bank Dunia dan mereka berpendapat [rasio utang] 50 persen adalah tindakan bijaksana,” kata Hashim.
Pernyataan Hasyim tersebut membantah apa yang sebelumnya telah dibantah oleh Thomas Djiwandono, anggota Satgas Sinkronisasi Pemerintahan yang juga keponakan Hashim sendiri.
Rencana kontroversial Prabowo ini pertama kali terungkap pada 14 Juni lalu, menggunakan sumber anonim, yang segera memicu guncangan di pasar dan menyebabkan rupiah jatuh hingga menyentuh Rp16.450/USD, terlemah sejak April 2020.
Setelah itu, pasar diliputi ketidakjelasan dan tekanan pada rupiah terus berlanjut. Tim Prabowo akhirnya memberikan klarifikasi.
Dalam konferensi pers pada 24 Juni, yang dihadiri oleh dua menteri utama Kabinet Jokowi, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mendampingi Thomas yang menegaskan bahwa kabar yang menyebut rencana Prabowo akan menaikkan rasio utang hingga 50 persen adalah sesuatu yang tidak mungkin.
“Rasio utang terhadap PDB yang mungkin pernah dikatakan sudah kami rencanakan di atas 50 persen dan sebagainya itu tidak mungkin,” kata Thomas.