Logo
>

Tren Negatif Rupiah Dimulai, Jebol karena Sentimen ini

Ditulis oleh Yunila Wati
Tren Negatif Rupiah Dimulai, Jebol karena Sentimen ini

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sentimen pasar domestik yang sebelumnya positif berbalik menjadi negatif setelah adanya ketegangan politik terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Ketegangan ini muncul setelah keputusan Mahkamah Konstitusi yang berpotensi mengubah peta kontestasi Pilkada mendapat penolakan dari Badan Legislatif DPR-RI. Sidang Paripurna DPR-RI hari ini dijadwalkan untuk mengesahkan RUU Pilkada menjadi Undang-Undang, yang telah memicu protes dari berbagai elemen masyarakat.

    Dampak dari ketegangan politik ini terlihat jelas di pasar keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hampir 1 persen dan tetap berada di zona merah di level 7.514. Rupiah juga mengalami pelemahan signifikan, mencapai Rp15.580/USD, menjadikannya mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia pada hari ini. Pasar obligasi negara juga menunjukkan tekanan jual dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) mengalami kenaikan di berbagai tenor, mengindikasikan adanya aksi jual oleh investor.

    Bank investasi Wells Fargo menilai bahwa meskipun ada potensi kerusuhan politik, hal ini mungkin tidak akan berlangsung lama. Faktor utama yang mendukung aset-aset di pasar keuangan Indonesia adalah kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed dan kebijakan fiskal pemerintah yang positif. Namun, risiko politik yang dihadapi, terutama terkait demonstrasi yang dapat berkembang menjadi kerusuhan sosial, tetap menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar.

    Situasi ini mencerminkan ketidakpastian yang tinggi di pasar, di mana faktor politik domestik menjadi penggerak utama yang mempengaruhi aliran modal dan nilai tukar mata uang.

    Tren pelemahan rupiah sebenarnya sudah terjadi sejak penutupan perdagangan, sore kemarin. Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada Rabu, 21 Agustus 2024, akibat tekanan penguatan indeks dolar AS, seiring dengan kewaspadaan pelaku pasar terhadap pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang akan disampaikan pada simposium Jackson Hole mendatang.

    Pada pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup di level Rp15.499 per dolar AS, melemah 64 poin atau 0,41 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin sore yang berada di level Rp15.435 per dolar AS.

    Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, menjelaskan bahwa penguatan indeks dolar AS hari ini dipicu oleh kehati-hatian pasar menjelang pidato utama Powell yang akan berlangsung pada Jumat, 23 Agustus 2024 di simposium ekonomi Jackson Hole, Kansas City.

    “Pidato Powell akan diawasi dengan seksama oleh pelaku pasar untuk mencari petunjuk tentang kemungkinan adanya pemotongan suku bunga acuan bulan depan. Pasar juga menanti apakah suku bunga acuan akan terus diturunkan pada setiap pertemuan The Fed berikutnya,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulisnya.

    Selain itu, Ibrahim juga menyoroti perkembangan di Timur Tengah, di mana Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, baru saja menyelesaikan perjalanan diplomatiknya. Kunjungan tersebut bertujuan untuk menengahi gencatan senjata di Gaza, di tengah konflik Israel-Hamas yang kembali memanas, yang telah menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global.

    “Namun, Blinken serta mediator dari Mesir dan Qatar telah memberikan harapan untuk proposal perdamaian AS, yang berpotensi mempersempit kesenjangan antara kedua belah pihak dalam konflik yang telah berlangsung selama 10 bulan,” jelas Ibrahim.

    Di samping itu, pelaku pasar juga menantikan sesi khusus parlemen Jepang pada hari Jumat, di mana Gubernur Bank of Japan (BOJ), Kazuo Ueda, akan bersaksi. Perhatian akan tertuju pada nada kebijakan Ueda, terutama setelah wakilnya, Shinichi Uchida, menunjukkan sikap yang lebih dovish awal bulan ini guna menenangkan pasar.

    Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Agustus 2024. Keputusan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stabilitas.

    Ibrahim mencatat bahwa ketidakpastian global, termasuk ketegangan geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi dunia, masih menjadi faktor yang mengkhawatirkan. Situasi ini memberikan tekanan pada pergerakan rupiah, meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia cukup kuat.

    “Perlambatan ekonomi global ini bisa memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal,” pungkas Ibrahim.

    Ada juga yang mengatakan bahwa penahanan BI-Rate berpotensi menyebabkan pelemahan rupiah, menurut analis ICDX, Taufan Dimas Hareva, di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa investor mungkin akan menarik dananya untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi di luar negeri, yang dapat mengakibatkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

    Namun, di sisi lain, keputusan untuk menahan BI-Rate dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Suku bunga yang stabil mungkin menarik minat investor asing yang mencari imbal hasil yang konsisten, yang pada gilirannya dapat mendukung nilai tukar rupiah.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79