KABARBURSA.COM - PT Cerestar Indonesia Tbk (TRGU) berpeluang menaikkan harga jual produksi jika terdampak kenaikan PPN. Hal ini disampaikan Chief Financial Officer (CFO) sekaligus Corporate Secretary PT Cerestar Indonesia Mulyadi Chandra, dalam paparan publik virtual, di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Menurut Mulyadi, saat ini Perusahaan tengah memantau dengan cermat rencana kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku tahun depan. Kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak signifikan pada bisnis perusahaan, terutama jika bahan pokok, termasuk tepung terigu, ternyata ikut dikenakan PPN.
Mulyadi menjelaskan, saat ini pihaknya berharap kebijakan tersebut tidak mencakup bahan pokok sebagaimana pernyataan awal dari pemerintah. Namun, jika realitasnya kebijakan ini menyentuh produk tepung terigu, manajemen akan mengambil langkah penyesuaian harga jual kepada konsumen sebagai upaya menjaga kestabilan bisnis.
Dia juga menegaskan, bila kenaikan PPN sebesar 1 persen memang terjadi, maka mau tidak mau peningkatan biaya ini harus dialihkan kepada konsumen akhir demi menekan potensi kerugian.
Langkah untuk menaikkan harga jual tepung terigu menjadi opsi yang tidak dapat dihindari oleh perusahaan di tengah situasi ekonomi saat ini. Hal ini juga berkaitan dengan kinerja keuangan Cerestar sepanjang tahun berjalan.
Hingga September 2024, perseroan masih mencatatkan kerugian sebesar Rp12,2 miliar. Salah satu faktor utama penyebab kerugian adalah pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang berlangsung sepanjang tahun ini.
Mulyadi menyoroti bahwa sekitar 85 persen bahan baku produksi Cerestar merupakan hasil impor, yang sangat bergantung pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sayangnya, kondisi mata uang rupiah sepanjang tahun ini cenderung melemah lebih dalam dibandingkan tahun lalu. Fluktuasi nilai tukar yang cukup signifikan dari bulan ke bulan menjadi tantangan besar bagi perusahaan dalam mengendalikan biaya produksi.
Selain tekanan dari sisi biaya, Mulyadi juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN ini. Menurutnya, daya beli masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih, dan penerapan kebijakan kenaikan pajak justru bisa semakin membebani konsumen.
Kondisi tersebut pada akhirnya akan berdampak langsung pada penurunan penjualan Cerestar di tahun depan. Untuk itu, perusahaan tengah merancang strategi pengadaan bahan baku yang lebih efisien agar bisa meminimalisir kenaikan harga jual dan menjaga daya beli konsumen.
Manajemen Cerestar berharap dapat memformulasikan strategi yang mampu mengimbangi peningkatan biaya dengan pendekatan yang tidak terlalu membebani konsumen. Tujuannya adalah agar penjualan dapat tetap bertahan di tengah berbagai tekanan eksternal yang dihadapi, baik dari kebijakan pemerintah, nilai tukar rupiah, maupun kondisi ekonomi secara umum.
Dengan kesiapan tersebut, perusahaan berupaya memastikan agar performa bisnisnya dapat terus bergerak ke arah yang lebih stabil pada tahun-tahun mendatang.
PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025
Sekadar mengingatkan, kemarin pemerintah memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Kebijakan ini, meski tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi, melindungi masyarakat, dan mendukung prioritas pembangunan nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kenaikan PPN ini diperlukan untuk mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Peningkatan pendapatan negara di sektor pajak penting untuk mendorong prioritas Presiden, baik dalam bidang pangan, energi, infrastruktur pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan sosial,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Kementerian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Airlangga menjamin kebijakan ini tetap mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong. Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memberikan sejumlah stimulus, seperti pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok serta bantuan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
“Paket kebijakan ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung UMKM, menjaga stabilitas harga bahan pokok, dan mendorong kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Menyusul pengumuman tersebut, pemerintah akan menerbitkan peraturan pendukung, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Pemerintah (PP), guna memastikan implementasi kebijakan berjalan lancar.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki fungsi distribusi yang mencerminkan prinsip keadilan. Kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“APBN adalah instrumen untuk menjaga stabilitas sekaligus menciptakan azas gotong royong. Yang mampu membantu, sementara yang tidak mampu akan dibantu dan dilindungi,” ujar Sri Mulyani.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah juga menyediakan stimulus bagi masyarakat menengah ke bawah, seperti penanggungan 1 persen PPN pada beberapa barang sehingga tetap dikenai pajak 11 persen. Kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan susu dikenakan PPN 0 persen.
Selain itu, bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk kelompok desil 1 dan 2 akan diberikan, serta diskon 50 persen biaya listrik untuk daya hingga 2.200 VA selama dua bulan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi. Stimulus akan mendukung sektor produktif, menciptakan lapangan kerja, dan membangun optimisme masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
“Kebijakan ini dimaksimalkan untuk perlindungan dan stimulus, sekaligus mendorong sektor-sektor strategis agar mampu meningkatkan kegiatan produktif,” ujar Sri Mulyani.(*)