KABARBURSA.COM - Tiga direktur PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yaitu Viviek Agarwal, Ainul Yaqin, dan Hernie Raharja, resmi mengundurkan diri. Hal ini terungkap dalam keterbukaan informasi UNVR pada Senin, 9 Desember 2024.
Sekretaris Perusahaan Padwestiana Kristanti, mengatakan, pengunduran diri Viviek dan Ainul Yaqin dari posisinya sebagai direktur perseroan aka berlaku efektif sejak disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berikutnya.
Padwestiana memaparkan, Vivek Agarwal nantinya akan bertanggung jawab atas pengembangan portfolio untuk bisnis di seluruh wilayah Asia Tenggara. Sementara, Ainul Yaqin akan membawahi Personal Care Digital Marketing Transformation and Capability dengan fokus spesifik di pasar Asia.
Sedangkan Hernie Raharja, kata Padwestiana, akan memulai fase baru dalam perjalanan karirnya setelah 27 tahun bertumbuh bersama Perseroan.
Sehubungan dengan pengunduran diri tiga direktur tersebut, Padwestiana menyampaikan pemegang saham Utama Perseroan berencana untuk mengusulkan Neeraj Lal, Vandana Suri, dan Alejandro Meinardo Santos Concha sebagai Direktur Perseroan yang baru untuk disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang sama.
"Tidak terdapat dampak yang signifikan terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha Perseroan. Perseroan akan terus fokus menjalankan transformasi menyeluruh dan sepenuhnya percaya pada kemampuan Perseroan untuk membalikkan kinerja," tegas dia.
Divestasi Bisnis Es Krim
Diberitakan sebelumnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah mengumpulkan dana sebesar Rp7 triliun melalui penjualan atau divestasi bisnis es krimnya kepada The Magnum Ice Cream Indonesia.
Padwestiana Kristanti mengatakan bahwa transaksi ini tercapai setelah penandatanganan perjanjian pengalihan bisnis atau business transfer agreement (BTA) pada 22 November 2024.
“Nilai transaksi tersebut, yang tidak termasuk PPN, mencakup aset tetap dengan nilai pasar Rp2,55 triliun, nilai buku bersih per 30 September 2024 sebesar Rp1,99 triliun, serta persediaan senilai Rp172,79 miliar,” ujar Padwestiana dalam keterbukaan informasi, Selasa, 26 November 2024.
Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Suwendho Rinaldy dan Rekan (SRR) melakukan penilaian independen yang menghasilkan nilai pasar wajar sebesar Rp6,57 triliun.
Lebih lanjut, Padwestiana menyampaikan, total nilai transaksi ini mencapai 204 persen dari ekuitas perseroan yang tercatat sebesar Rp3,43 triliun dalam laporan keuangan pada 30 September 2024.
Karena itu, transaksi ini tergolong sebagai transaksi material sesuai dengan ketentuan OJK No. 17/POJK.04/2020 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
Penjualan bisnis es krim ini merupakan bagian dari rencana Grup Unilever untuk memisahkan bisnis es krim globalnya. Langkah ini diharapkan dapat merealisasikan nilai investasi bisnis es krim di Indonesia, mengembalikannya kepada pemegang saham dalam jangka pendek, dan memungkinkan Unilever Indonesia untuk lebih fokus pada bisnis inti guna menciptakan nilai jangka panjang bagi para pemegang saham.
Pada saat penandatanganan BTA, pembeli memiliki hubungan afiliasi dengan Unilever Indonesia, karena induk perusahaan keduanya, yaitu Unilever PLC, adalah pihak yang sama. Namun, setelah transaksi dilaksanakan dan diselesaikan, The Magnum tidak lagi menjadi afiliasi Unilever Indonesia.
Untuk melaksanakan rencana ini, Unilever Indonesia akan meminta persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), serta para pemegang saham independen dalam RUPS Independen yang akan diadakan dalam waktu dekat.
Divestasi Es Krim Unilever, Analis: Cash Flow Besar
Sementara itu Analis Global Markets Strategist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, berpendapat, divestasi bisnis tersebut menjadi langkah positif bagi masa depan Perseroan. Apalagi, ada kemungkinan cash flow yang dihasilkan dari penjualan es krim tersebut sangat besar.
“Cash flow itu bisa berpengaruh terhadap valuasi dari Unilever, menjadi lebih murah,” kata Myrdal kepada Kabarbursa.com, Jumat, 30 November 2024.
Dengan aksi korporasi ini, Myrdal memprediksi bahwa Unilever hanya tingga menunggu waktu yang tepat untuk mengalami kenaikan harga saham. Apalagi jika Unilever mampu memanfaatkan bisnis tersebut untuk mendorong ekspansi yang lebih kuat, sehingga bisa menguatkan daya saing perusahaan.
“Di sisi lain, untuk efisiensi produksi dan ke depannya bisa lebih menghasilkan profitabilitas yang lebih besar,” jelas dia.
Performa Unilever Indonesia
UNVR telah merilis laporan keuangan periode hingga 30 September 2024. UNVR mencatatkan laba bersih sebesar Rp543 miliar pada kuartal III 2024. Angka ini lebih rendah 46,7 persen secara kuartalan (qoq) dan 62,0 persen secara tahunan (yoy).
Penurunan tajam ini terutama disebabkan oleh rendahnya leverage operasional, yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan tambahan dari biaya tetap yang ada. Faktor utama yang berkontribusi pada penurunan ini adalah melemahnya pendapatan serta penurunan Gross Profit Margin (GPM), yang tercatat sebesar 45,5 persen pada kuartal III 2024 dibandingkan dengan 49,5 persen di kuartal II dan 50,5 persen di kuartal III 2023.
Turunnya pendapatan UNVR berdampak pada beberapa aspek kinerja operasional perusahaan, salah satunya adalah peningkatan rasio belanja iklan terhadap pendapatan. Pada triwulan III 2024, rasio ini meningkat menjadi 10,8 persen, lebih tinggi dibandingkan 9,2 persen pada kuartal sebelumnya.
Meskipun demikian, total belanja iklan perusahaan tetap berada pada kisaran Rp900 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Unilever tetap konsisten dalam mengalokasikan anggaran untuk iklan, penurunan pendapatan membuat proporsi belanja iklan menjadi lebih besar terhadap total pendapatan.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.