KABARBURSA.COM- Konflik berkepanjangan di Timur Tengah (Timteng) dikhawatirkan akan berdampak mengerikan bagi perekonomian Indonesia, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 berada di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan di sektor properti tercatat merangkak naik sejak awal tahun 2024. Informasi tersebut menjadi fokus utama pemberitaan Kabar Bursa, Rabu 5 Juni 2024, yang telah dirangkum dalam program Kabar Bursa Hari Ini.
Dampak Konflik Timteng Mengerikan bagi Perekonomian RI
Konflik berkepanjangan di Timur Tengah (Timteng) dikhawatirkan akan berdampak mengerikan bagi perekonomian Indonesia.
Karena itu, konflik di Timur Tengah, dalam hal ini antara Israel dan Palestina, harus dicegah demi mengantisipasi potensi buruk terhadap perekonomian global.
Pengamat Konflik Timur Tengah dan Diplomasi Indonesia, Masyrofah mengatakan, Indonesia menjadi negara yang bisa terkena dampaknya akibat konflik di Timur Tengah. Hal ini dikarenakan Indonesia negara pengimpor minyak dari Timur Tengah.
“Ini menjadikan titik poin bahwa isu Palestina bukan isu yang harus berlarut-larut lagi, harus segera diselesaikan,” ujarnya dalam dialog bertema ‘Menakar Dampak Konflik Timur Tengah bagi Indonesia’, kemarin.
Masyrofah melihat, penyelesaian konflik tidak hanya meringankan penderitaan masyarakat Palestina, tetapi juga untuk mencegah dampak ekonomi global yang lebih luas.
Dia pun berharap, Indonesia bisa berperan dengan menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk mendorong dialog dan perundingan damai antara pihak-pihak yang berkonflik.
Salah satunya diplomasi Indonesia yang konsisten mendorong ‘Solusi Dua Negara’ atau Two State Solutions antara Israel dan Palestina menjadi jalan keluar terbaik untuk mencegah konflik yang berlarut-larut.
“Two State Solutions menjadi salah satu solusi, sehingga pada akhirnya konflik ini bisa diselesaikan,” jelas dia.
Masyrofah menyebut, konflik di Timur Tengah juga bisa mengganggu pasokan barang dan jasa, yang pada akhirnya berimbas pada kenaikan harga produk dan inflasi.
Dia memandang, kini terdapat momentum penyelesaian konflik Israel-Palestina setelah Palestina diberi pengakuan oleh tiga negara Eropa yaitu Norwegia, Irlandia, dan Spanyol.
“Tiga negara Eropa sudah mengakui negara Palestina, ini jadi momentum bahwa isu Palestina ini harus segera diselesaikan, tidak boleh berlarut-larut lagi,” katanya.
Namun, Masyrofah ingin upaya diplomasi harus dibarengi dengan langkah-langkah konkret untuk mencegah dampak buruk ekonomi yang lebih luas. Hal ini termasuk diversifikasi sumber energi, memperkuat ketahanan pangan, dan mendorong perdagangan dan investasi antar negara.
“Jadi menjaga kestabilan ekonomi Indonesia sangat penting, karena dinamika geopolitik di Timur Tengah berdampak langsung ke Indonesia,” pungkasnya.
Indonesia sendiri secara konsisten menggaungkan aksi damai dalam konflik Timur Tengah. Hal ini dilakukan agar perekonomian dalam negeri stabil, usai kondisi kembali menegang setelah Israel melakukan serangan ke Rafah, Palestina pada 26 Mei 2024 lalu.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Abdul Kadir Jailani, mengatakan konflik di Timteng saat ini memiliki potensi cukup besar mempengaruhi perekonomian nasional.
“Kita tahu, apabila konflik ini berlanjut dan dampaknya terhadap dinamika pasar minyak, dapat menghalangi supply chains di Laut Merah, tentunya juga mempengaruhi nilai tukar,” ujar Abdul di acara yang sama.
Abdul menuturkan apabila konflik di Timteng berkembang menjadi konflik tingkat regional ataupun tingkat kawasan, kemungkinan besar dampaknya akan sangat besar. “Tidak hanya mengenai supply saja, dampaknya juga akan mempengaruhi sektor moneter dan sebagainya,” tuturnya.
Abdul menegaskan Indonesia memiliki kepentingan untuk mengelola krisis di Timteng. Dia bilang, hal ini bukan hanya persoalan solidaritas, tapi juga untuk melindungi kepentingan nasional.
Menurut dia, Indonesia telah melakukan diplomasi untuk mengelola krisis tersebut, salah satunya adalah mendorong berhentinya kekerasan di Timteng, khususnya di Gaza. “Karena bagi kita berhentinya kekerasan itu akan menimbulkan deklarasi keadaan yang akan berdampak positif,” jelas.
Lanjut Abdul, Indonesia akan terus memberi bantuan kemanusiaan untuk warga di Gaza. Dan yang terakhir, Indonesia akan memulai kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan menyatakan perekonomian Indonesia masih stabil meski ada konflik di Timteng.
“Sampai saat ini kinerja ekonomi atau mata uang kita itu masih cukup bagus,” kata Ferry.
Dari berbagai indikator nilai tukar misalnya, kata Ferry, Indonesia masih lebih baik dengan depresiasi yang terjadi di sejumlah negara di dunia. “Kalau kita lihat sampai saat ini, misalnya yang paling tinggi depresiasinya itu Jepang minus 10,13 persen, kemudian ada Turki yang 8,65 persen,” ucapnya.
Konflik di Timteng memang sangat berpengaruh terhadap ekonomi, terutama dari harga minyak. Seperti misalnya eskalasi ketegangan di Timteng beberapa waktu lalu sempat mengerek harga minyak naik karena Israel menolak usulan gencatan senjata untuk Jalur Gaza.
Kabinet perang Israel menolak proposal gencatan senjata yang disetujui oleh Hamas. Negara Yahudi ini bersumpah untuk melanjutkan operasi militer di Rafah, sebuah kota besar di Gaza.
Akibatnya, harga patokan global Brent mendekati angka USD84 per barel setelah mengalami kenaikan sebesar 0,5 persen pada hari Senin, 6 Mei 2024, sedangkan harga West Texas Intermediate (WTI) juga mendekati angka USD79.
Kemudian selang beberapan hari kemudian, tepatnya pada Senin, 13 Mei 2024 pukul 11.30 WIB, harga minyak jenis WTI turun sebesar 0,17 persen menjadi USD78,069. Sementara harga minyak Brent juga mengalami penurunan sebesar 0,29 persen menjadi USD82,55 per barel.
Analis dari Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer menyatakan bahwa sentimen utama yang menyebabkan penurunan harga minyak adalah meredanya konflik di Timteng dan fundamental pasar yang semakin menurun.
“Penurunan harga minyak yang cukup signifikan dapat diantisipasi karena konflik-konflik yang sebelumnya mempengaruhi pasokan minyak kini mereda. Hal ini diharapkan akan berdampak positif pada daya beli di masa mendatang, karena investor dapat memanfaatkan penurunan harga minyak ini untuk investasi,” jelas dia.
“Meskipun begitu, kita perlu ingat bahwa tren harga saat ini masih menunjukkan kecenderungan penurunan, dipengaruhi oleh penurunan daya beli dan penguatan nilai tukar dolar AS,” ujar Fischer dalam risetnya, Senin, 13 Mei 2024.
Meski demikian, Fischer memprediksi bahwa minggu ini akan memberikan peluang yang cukup baik untuk penurunan harga minyak, terutama bagi para investor yang tertarik pada minyak jenis WTI.
Pemerintah Realistis, Target Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 berada di kisaran 5,1 persen hingga 5,5 persen. Angka ini tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
“Ini adalah kisaran pertumbuhan yang cukup ambisius namun tetap realistis,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 4 Juni 2024 kemarin.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan domestik. Dari sisi permintaan agregat, pemerintah berupaya menjaga dan meningkatkan daya beli serta kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan di bidang fiskal dan sektoral.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 5 persen hingga 5,2 persen pada tahun depan. Ini didukung oleh upaya menjaga daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi.
Sementara itu, investasi, yang merupakan kontributor terbesar kedua dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia, akan terus ditingkatkan perannya sebagai motor penggerak ekonomi. Diharapkan, pertumbuhan investasi berada pada kisaran 5,2 persen hingga 5,9 persen.
Mengutip situs Kemenkeu, Pertumbuhan ekonomi yang solid mendorong penciptaan lapangan kerja nasional. Pada Februari 2024, jumlah orang yang bekerja tercatat sebesar 142,18 juta, meningkat 3,55 juta dibandingkan Februari 2023. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2024 menurun signifikan menjadi 4,82 persen, dari 5,32 persen pada Februari 2023, dan berada di bawah TPT prapandemi (Februari 2019: 5,01 persen).
Lapangan usaha dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar adalah Akomodasi & Makan Minum, Perdagangan, serta Administrasi Pemerintahan. Proporsi pekerja informal menurun dari 60,12 persen pada Februari 2023 menjadi 59,17 persen pada Februari 2024, memberikan indikasi positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional.
Ke depan, beberapa risiko global masih harus dihadapi, termasuk arah kebijakan FED yang penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik, dan disrupsi rantai pasok global yang belum pulih sepenuhnya. Sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain, khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan, akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Pemerintah akan terus memonitor dan mengases potensi dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pertumbuhan ekonomi.
Lebih Realistis
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2022 yang berada di kisaran 5-5,5 persen lebih realistis dibandingkan proyeksi pemerintah sebelumnya.
“Dengan kondisi pemulihan ekonomi yang mungkin terhambat oleh varian Delta COVID-19, asumsi ini cenderung lebih masuk akal dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 5,2-5,8 persen di KEM PPKF 2022. Asumsi ini juga berkaitan dengan prediksi bahwa aktivitas ekonomi akan kembali meningkat seiring dengan pelonggaran aturan pembatasan mobilitas dan percepatan program vaksinasi,” ujar Josua, dikutip dari Antara, Rabu 5 Juni 2024.
Namun, Josua menambahkan bahwa masih ada risiko downside dari asumsi pertumbuhan ekonomi jika ketidakpastian pandemi COVID-19 tetap tinggi pada 2022. Misalnya, dengan munculnya varian baru virus COVID-19 sementara sistem kesehatan belum optimal untuk menekan kasus dan program vaksinasi masih terbatas di Pulau Jawa-Bali.
Dari sisi inflasi, Josua menyatakan bahwa prediksi pemerintah yang mencapai 3 persen pada 2022 sejalan dengan peningkatan permintaan konsumen akibat pemulihan daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi juga akan dipengaruhi oleh kebijakan harga yang diatur pemerintah, seperti normalisasi diskon listrik dan dampak pemberlakuan barang dan jasa premium jika RUU KUP disahkan dan diimplementasikan tahun depan.
Menurut Josua, pemerintah juga mewaspadai tekanan dari pasar keuangan global, sehingga memproyeksikan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,82 persen, dengan nilai tukar rupiah stabil di level Rp14.350 per dolar AS. “Tekanan dari pasar global ini disebabkan oleh bank sentral negara maju yang mulai mengetatkan likuiditas melalui tapering kebijakan quantitative easing, yang berdampak pada pasar keuangan Indonesia dan mengurangi dampak positif dari pemulihan ekonomi domestik,” bebernya.
Asumsi pemerintah terkait harga minyak diperkirakan berdasarkan asumsi bahwa normalisasi harga minyak akan terjadi pada 2022 setelah mencapai puncaknya tahun ini.
Sementara itu, dalam RAPBN 2022, penurunan defisit hingga 4,85 persen dari PDB menunjukkan komitmen pemerintah dalam melakukan konsolidasi fiskal untuk mencapai defisit di bawah 3 persen pada 2023. Pertumbuhan penerimaan pajak 2022 diperkirakan mencapai 10,5 persen, meningkat dibandingkan dengan outlook pertumbuhan pajak 2021 sebesar 7,06 persen.
Namun, sejalan dengan risiko asumsi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ada potensi pertumbuhan penerimaan pajak yang lebih rendah, yang berpotensi mendorong shortfall pajak. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan belanja pemerintah pada 2022 diperkirakan 0,6 persen dari outlook APBN 2021, lebih rendah dari outlook pertumbuhan belanja negara pada 2021 yang diperkirakan 3,9 persen dari realisasi APBN 2020.
Penurunan laju pertumbuhan belanja pemerintah ini dinilai sebagai bagian dari upaya konsolidasi fiskal pemerintah. Namun, potensi pelebaran defisit fiskal tetap ada jika mempertimbangkan risiko ketidakpastian pandemi dan ekonomi global, yang bisa mengakibatkan penerimaan pajak belum optimal. “Di sisi lain, belanja tetap tinggi untuk mendorong pengendalian pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” ujar Josua.
Sektor Properti Diterjang Gelombang NPL
Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan di sektor properti tercatat merangkak naik sejak awal tahun 2024. Padahal, secara total industri, NPL perbankan justru mengalami perbaikan.
Menilik data Bank Indonesia (BI), NPL properti per April 2024 tercatat di level 2,72 persen. Angka tersebut naik dari bulan sebelumnya di level 2,61 persen dan bahkan lebih tinggi dari periode April 2023 di level 2,64 persen.
Sementara itu, NPL gross perbankan industri secara keseluruhan per Maret 2024 tercatat 2,25 persen. Ada sedikit perbaikan dari periode sama tahun sebelumnya yang berada di level 2,49 persen.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro menilai bahwa kondisi NPL properti masih dalam kondisi yang normal. Menurutnya, sektor properti tak akan terpengaruh dengan guncangan global yang terjadi saat ini.
Tak hanya itu, ia bilang bahwa pihaknya sudah melakukan focus group discussion (FGD) dengan para asosiasi pengusaha-pengusaha properti. Di mana, para pengusaha ini masih optimistik kalau risiko KPR tetap dapat dikendalikan.”Jadi mereka yakin bisa menjaga risiko kredit yang dimiliki dan tetap menggenjot KPR,” ujar Solikin.
Sementara itu, Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu mengungkapkan bahwa selama empat hingga lima tahun terakhir, BTN telah menstabilkan antara pertumbuhan kredit dengan kualitas kredit. Di mana, portofolio kredit BTN paling banyak di sektor properti.
Ia bilang untuk menjaga risiko kredit KPR saat ini, BTN selalu menjaga rasio pencadangan di level 150 persen. Tak berhenti sampai di situ, Nixon menambahkan bahwa rasi pencadangan akan digenjot hingga 200 persen. ”Di sisi lain, NPL nya juga turun sehingga pencadangan juga gak terlalu dipakai,” ujarnya, belum lama ini.
Tak hanya itu, ia menginginkan NPL yang dimiliki BTN bisa konsisten turun. Artinya, ia ingin menjaga agak NPL BTN tidak mengalami naik turun dengan volatilitas yang tinggi. ”Jadi kita tidak greedy terlebih dulu untuk kejar laba, tapi emang jaga pencadangan,” tambahnya.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn bilang, saat ini BCA mencatat NPL kredit properti tetap terjaga, baik itu segmen apartemen maupun rumah tapak. Namun, ia tak menyebutkan secara detil kondisi NPL di segmen tersebut.
Hera hanya bilang NPL BCA secara keseluruhan berada di angka 1,9 persen pada kuartal I-2024. Sebagai perbandingan, NPL BCA pada periode sama tahun lalu ada di level 1,8 persen. “Upaya BCA dalam menjaga kredit properti dengan pemanfaatan data analytics dan pengenalan nasabah yang lebih dekat dari cabang,” tandasnya.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang masuk kategori bermasalah/macet atau non performing loan (NPL) tercatat mencapai Rp 14,87 triliun per Maret 2024.
Angka tersebut dikutip dari data statistik perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika dihitung secara tahunan, jumlah kredit bermasalah tersebut naik 14 persen yoy dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 13,04 triliun.
Sementara itu, jumlah pembiayaan KPR yang disalurkan Bank Umum per Maret 2024 tercatat sebesar Rp 637,90 triliun, tumbuh 8,75 persen yoy dari Rp 586,57 triliun pada tahun sebelumnya.
Jika dihitung kembali, maka setidaknya sebanyak 2,33 persen dari total pembiayaan KPR di Bank Umum mengalami kredit bermasalah.
Di sisi lain jika melihat lebih rinci data Bank Indonesia terkait rasio NPL KPR khususnya segmen rumah tapak, KPR tipe sampai dengan 21 meter persegi mencatatkan tinggi rasio NPL tertinggi dibandingkan yang lainnya, yakni sebesar 3,58 persen per Maret 2024.
Padahal KPR tipe ini merupakan kelompok luas rumah untuk KPR subsidi. Faktanya, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih memiliki tingkat kolektibilas yang cukup tinggi meskipun telah diberikan subsidi oleh pemerintah. Maklum saja selain harus membayar kewajiban cicilan tiap bulannya, MBR juga harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Belum lagi saat ini tengah ramai persoalan Tabungan Perumahan Rakyat mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.
Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online.
Melihat fenomena Tapera, CELIOS sebagai lembaga riset ekonomi dan kebijakan publik meluncurkan Policy Brief berjudul “Tapera untuk Siapa? Menghitung Untung Rugi Kebijakan Tapera”.
Dalam risetnya, Celios menilai dampak Tapera lebih untungkan pemerintah dibandingkan pelaku usaha dan pekerja.
Sementara itu Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda menyampaikan bahwa kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp 1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.
“Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.” Kata Huda dalam keterangannya, Selasa 4 Juni 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.