KABARBURSA.COM – Wall Street bergerak campuran pada Rabu, 2 Juli 2025, seiring laju Wall Street melambat setelah dua hari berturut-turut mencetak rekor. Indeks S&P 500 menyusut 0,1 persen—kerugian pertama dalam empat hari—sedangkan Dow Jones Industrial Average menanjak 400,17 poin atau 0,9 persen. Indeks Nasdaq komposit justru turun 0,8 persen.
Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, saham Tesla menjadi penarik utama ke bawah setelah hubungan antara Direktur Utama Elon Musk dan Presiden Donald Trump kian memburuk. Mantan sekutu itu belakangan bersitegang; Trump bahkan mengisyaratkan ada “UANG BESAR YANG BISA DIHEMAT” dengan menelisik subsidi, kontrak, atau belanja pemerintah lain yang mengalir ke perusahaan-perusahaan Musk.
Harga Tesla merosot 5,3 persen, menjadikannya salah satu beban terberat bagi S&P 500, dan telah kehilangan 25,5 persen nilainya sepanjang tahun ini—terutama akibat konflik Musk-Trump.
Beberapa saham favorit demam kecerdasan buatan turut menekan pasar. Nvidia terkoreksi 3 persen—beban paling berat bagi S&P 500.
Namun lebih banyak saham di dalam indeks yang menguat ketimbang melemah. Kenaikan dipimpin emiten kasino, terdorong laporan pertumbuhan pendapatan gim di Makau—pusat kasino China—yang melampaui ekspektasi. Las Vegas Sands melonjak 8,9 persen, Wynn Resorts naik 8,8 persen, dan MGM Resorts International bertambah 7,3 persen.
Di luar Tesla, saham otomotif juga perkasa. General Motors menanjak 5,7 persen, sedangkan Ford Motor melesat 4,6 persen.
Secara keseluruhan, S&P 500 turun 6,94 poin ke 6.198,01. Dow Jones Industrial Average naik ke 44.494,94, sedangkan Nasdaq komposit melemah 166,84 poin ke 20.202,89.
Pasar saham AS sejatinya telah pulih menakjubkan dari aksi jual sekitar 20 persen pada musim semi lalu. Tapi tantangan besar masih mengintai, salah satunya ancaman tarif impor Trump. Banyak pungutan tinggi itu tengah ditangguhkan dan dijadwalkan berlaku lagi dalam sepekan. Jika tarif terlalu besar, perekonomian bisa tertekan dan inflasi memburuk.
Washington juga memproses rencana pemangkasan tarif dan kebijakan lain yang berpotensi membuat utang pemerintah kian membengkak, menambah tekanan inflasi. Inflasi yang lebih tinggi dapat memaksa suku bunga naik, menekan harga obligasi, saham, dan aset lain.
Meski begitu, analis Barclays melihat sinyal euforia di kalangan investor. Ukuran “optimisme berlebih” pasar mendekati puncak ketika fenomena saham meme melambungkan GameStop maupun gelembung dotcom awal milenium. Indikator lain ialah meningkatnya permintaan terhadap perusahaan cek kosong (blank-check companies) yang berburu perusahaan privat untuk diakuisisi. Terlalu banyak optimisme bisa menggembungkan harga saham hingga membentuk “gelembung”.
Tentu saja, “gelembung pasar terkenal sulit diprediksi dan dapat bertahan lebih lama dari perkiraan sebelum terkoreksi,” tulis tim Barclays yang dipimpin Stefano Pascale dan Anshul Gupta.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury bergerak volatil setelah data ekonomi AS menunjukkan hasil beragam.(*)