KABARBURSA.COM - Wall Street terpeleset pada penutupan perdagangan Kamis, 14 November 2024 waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat dini hari waktu Indonesia, setelah euforia kemenangan Donald Trump di pemilu mulai kehilangan tenaga. Mengutip dari Apnews, indeks S&P 500 melemah 0,6 persen, tetap dekat dengan rekor tertingginya pada Senin. Dow Jones Industrial Average turun 207 poin (0,5 persen), sementara Nasdaq ikut terpuruk 0,6 persen.
Cisco Systems menjadi beban pasar dengan penurunan saham sebesar 2,1 persen. Meski laba perusahaan melampaui ekspektasi analis, proyeksi keuangan yang datar membuat investor kecewa.
Koreksi ini terjadi di tengah kritik pasar saham naik lebih cepat dibandingkan pertumbuhan laba perusahaan. Tahun ini, S&P 500 sudah naik hampir 25 persen, melanjutkan kenaikan 24,2 persen tahun lalu.
Beberapa saham unggulan pasca-kemenangan Trump juga mulai kehabisan napas. Tesla, misalnya, jatuh 5,8 persen dalam salah satu kerugian terbesarnya sejak pemilu. Penurunan ini terjadi meskipun CEO Tesla, Elon Musk, dikenal sebagai sekutu dekat Trump.
Saham-saham kecil ikut terpukul lebih keras. Indeks Russell 2000, yang mencerminkan saham kecil, turun 1,4 persen. Ini berbanding terbalik dengan optimisme awal pasca-pemilu, ketika kebijakan “America First” dinilai akan menguntungkan perusahaan domestik ketimbang multinasional.
Dihantui The Fed dan Data Ekonomi
Pasar juga terseret oleh kenaikan imbal hasil obligasi setelah rilis data ekonomi yang lebih panas dari perkiraan. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan, “Ekonomi saat ini tidak memberikan sinyal perlunya penurunan suku bunga secara terburu-buru.” Komentar ini mendorong imbal hasil Treasury dua tahun naik dari 4,28 persen menjadi 4,35 persen.
Di sisi lain, data inflasi harga grosir naik 2,4 persen pada Oktober dibandingkan tahun lalu, melebihi ekspektasi. Namun, pasar tenaga kerja tetap kokoh dengan klaim pengangguran mingguan justru menurun.
Drama Saham di Wall Street
Super Micro Computer menjadi pecundang terbesar di S&P 500 dengan anjlok 11,4 persen setelah perusahaan meminta waktu tambahan untuk menyelesaikan laporan keuangannya. Saham perusahaan server ini sebelumnya melejit berkat tren kecerdasan buatan, tetapi kini menghadapi tekanan, terutama setelah auditor Ernst & Young mundur.
Di sisi lain, beberapa saham berhasil menopang pasar. Walt Disney melonjak 6,2 persen berkat laba kuartalan yang melampaui ekspektasi, didukung film blockbuster seperti Inside Out 2 dan Deadpool & Wolverine.
Saham Tapestry Inc., induk Coach, melesat 12,8 persen setelah membatalkan merger senilai $8,5 miliar dengan Capri Holdings, menyusul gugatan antimonopoli dari regulator AS.
Koreksi ini mencerminkan kekhawatiran investor akan ketidakpastian ekonomi global dan sinyal berhati-hati dari The Fed. Pasar tampaknya sedang menginjak rem, setidaknya untuk sementara.
Saham Capri naik 4,4 persen. Sementara itu, ASML, pemasok utama industri chip global, memberikan sinyal positif bagi saham teknologi. Perusahaan asal Belanda ini memperkirakan penjualan semikonduktor global akan melampaui $1 triliun pada 2030, didorong oleh permintaan terkait teknologi kecerdasan buatan. ASML juga tetap mempertahankan proyeksi keuangan jangka panjangnya. Saham ASML yang diperdagangkan di Amerika Serikat naik 2,9 persen.
Secara keseluruhan, indeks S&P 500 turun 36,21 poin menjadi 5.949,17. Dow Jones anjlok 207,33 poin ke 43.750,86, dan Nasdaq terkoreksi 123,07 poin ke 19.107,65.
Di pasar internasional, indeks Eropa menguat, termasuk lonjakan 1,4 persen pada DAX Jerman. Sebaliknya, pasar Asia bergerak variatif. Hang Seng Hong Kong jatuh 2 persen, sementara Kospi Korea Selatan naik tipis 0,1 persen.
Tren Penurunan
Wall Street tampak mulai kehabisan energi untuk terus melonjak melanjutkan euforianya. Pada penutupan perdagangan Rabu, 13 November 2024, pergerakan indeks utama di bursa Wall Street menunjukkan sikap hati-hati dari para investor. Kondisi ini disebabkan oleh antisipasi menjelang rilis data inflasi yang menjadi perhatian pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) sebelumnya mencatat kenaikan 47,21 poin atau 0,11 persen menjadi 34.958,19. Sempat mengalami lonjakan hingga 230 poin, Dow akhirnya ditutup dengan kenaikan tipis. Hal ini menunjukkan investor memilih untuk menahan diri sebelum rilis data inflasi.
Sementara itu, indeks S&P 500 (SPX) hanya naik tipis 1,39 poin atau 0,02 persen ke level 5.985,38. Sebaliknya, indeks Nasdaq Composite (IXIC) yang banyak berisi saham teknologi, justru melemah 50,66 poin atau 0,26 persen, ditutup di 19.230,74.
Terkait data inflasi untuk bulan Oktober yang dirilis sesuai dengan ekspektasi pasar dan memperlihatkan kenaikan tahunan sebesar 2,6 persen. Jika tidak memasukkan harga makanan dan energi, inflasi inti mencatat kenaikan 3,3 persen secara tahunan.
Laporan ini memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve kemungkinan akan melanjutkan penurunan suku bunga pada pertemuan kebijakan Desember mendatang, di tengah upaya menjaga kestabilan ekonomi di masa pemerintahan baru.
Menurut Kepala Strategi Pasar Global di TradeStation David Russell, reaksi pasar terhadap data inflasi ini sudah cukup wajar.
“Ini saatnya berhenti khawatir tentang The Fed dan inflasi. Pasar sudah berjalan otomatis sejak pemilu, dan data hari ini tidak mengubah trennya,” ungkap Russell.(*)