Logo
>

Wall Street Melonjak, tapi Pasar Dibayangi Ketidakpastian

Setelah empat pekan terpuruk, pasar saham AS akhirnya melonjak. Nvidia dan Apple memimpin rebound, sementara sentimen global juga mulai membaik.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Melonjak, tapi Pasar Dibayangi Ketidakpastian
Iustrasi: papan pemantauan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wall Street kembali bersemangat pada Sabtu, 15 Maret 2025 WIB dengan Wall Street mencatat kenaikan terbaiknya dalam beberapa bulan terakhir. Setelah serangkaian penurunan tajam, roller coaster pasar tiba-tiba melesat naik. Namun, itu belum cukup untuk menyelamatkan indeks saham dari pekan keempat berturut-turut berada di zona merah—rangkaian kerugian mingguan terpanjang sejak Agustus.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, Indeks  S&P 500 melonjak 2,1 persen, sehari setelah mengalami koreksi lebih dari 10 persen dari rekor tertingginya tahun ini. Terakhir kali indeks ini melonjak setinggi ini adalah sehari setelah Donald Trump terpilih kembali sebagai presiden, ketika pasar masih berfokus pada potensi manfaat dari kepemimpinannya. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average naik 674 poin atau 1,7 persen, dan Nasdaq melonjak 2,6 persen.

    Menurut kepala investasi di BMO Wealth Management, Yung-Yu Ma, reli yang terjadi bisa menjadi awal dari “relief rally” setelah sentimen negatif mendominasi pasar dalam beberapa pekan terakhir. Ia menambahkan, pasar saham tidak akan terus-menerus bergerak ke satu arah saja, dan setelah anjlok dengan cepat dalam sebulan terakhir, rebound seperti ini bisa saja terjadi.

    Salah satu ketidakpastian yang mulai mereda di Wall Street adalah potensi shutdown pemerintah AS, setelah Senat mengambil langkah untuk mencegah penutupan sebagian layanan federal. Secara historis, shutdown pemerintah memang jarang berdampak besar bagi pasar keuangan, tetapi mengurangi satu sumber ketidakpastian di tengah volatilitas yang ekstrem tentu dianggap sebagai kabar baik

    Namun, yang masih membebani pasar adalah perang dagang yang semakin panas. Pertanyaan utama yang mengganjal investor adalah seberapa jauh Trump akan membiarkan ekonomi AS menanggung beban tarif dan kebijakan proteksionisnya demi mewujudkan visi ekonominya. Trump berkali-kali menegaskan keinginannya untuk membawa kembali pekerjaan manufaktur ke AS, mengecilkan birokrasi pemerintah, serta melakukan perubahan fundamental lainnya dalam struktur ekonomi negara itu.

    Meskipun harga saham tampaknya mulai menyesuaikan diri dengan tarif baru yang akan diberlakukan pada April mendatang, Ma memperingatkan dampak pengurangan belanja pemerintah terhadap ekonomi kemungkinan akan terus menjadi perhatian dalam beberapa waktu ke depan.

    Dampak ketidakpastian ini mulai terlihat di sektor rumah tangga dan bisnis. Kepercayaan konsumen dan pelaku usaha AS terus menurun akibat serangkaian kebijakan yang berubah-ubah dari Trump. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa pengeluaran masyarakat akan melemah yang pada akhirnya bisa menggerogoti pertumbuhan ekonomi.

    Sebuah survei awal yang dirilis University of Michigan pada Jumat menunjukkan sentimen konsumen turun untuk bulan ketiga berturut-turut. Penyebab utamanya bukan karena kondisi ekonomi saat ini, tetapi lebih karena ketidakpastian di masa depan. Joanne Hsu, direktur survei tersebut, menyoroti bahwa banyak konsumen mulai kehilangan arah akibat kebijakan ekonomi yang sering berubah.

    “Frekuensi perubahan kebijakan ekonomi membuat konsumen sulit merencanakan masa depan, terlepas dari preferensi politik mereka,” ungkap Hsu.

    Di Wall Street, perhatian kini tertuju pada apakah suasana hati konsumen yang semakin buruk ini akan berdampak nyata pada bisnis perusahaan. Beberapa analis mulai mencermati apakah perlambatan ekonomi sudah mulai tercermin dalam laporan keuangan korporasi.

    Di tengah pasar yang masih fluktuatif, beberapa saham justru bersinar. Ulta Beauty melonjak 13,7 persen setelah melaporkan laba kuartalan yang lebih kuat dari perkiraan analis. Meskipun proyeksi pendapatan dan labanya untuk kuartal berikutnya masih di bawah ekspektasi, CFO Paula Oyibo mengatakan perusahaan lebih memilih bersikap konservatif mengingat ketidakpastian kondisi konsumen. Analis pun menilai bahwa prospek perusahaan masih lebih baik dari yang dikhawatirkan pasar.

    Meskipun Wall Street berhasil bangkit dalam sehari, sentimen pasar tetap rapuh. Ketidakpastian akibat perang dagang, kebijakan fiskal, dan respons konsumen terhadap ekonomi masih menjadi faktor yang bisa mengguncang pasar kapan saja.

    Saham Teknologi Bangkit

    Pasar saham Amerika Serikat menguat karena didorong oleh kenaikan saham-saham teknologi besar dan sektor kecerdasan buatan (AI) yang sebelumnya mengalami tekanan berat akibat aksi jual besar-besaran.

    Setelah sempat terkoreksi, saham Nvidia melonjak 5,3 persen, memangkas kerugiannya sepanjang 2025 menjadi di bawah 10 persen. Apple juga menguat 1,8 persen dan mengurangi penurunannya selama pekan ini yang sebelumnya berpotensi menjadi yang terburuk sejak krisis COVID-19 pada 2020.

    Secara keseluruhan, S&P 500 naik 117,42 poin menjadi 5.638,94, sementara Dow Jones Industrial Average menguat 674,62 poin ke 41.488,19. Indeks Nasdaq melonjak 451,07 poin ke 17.754,09, mencerminkan sentimen positif yang kembali meramaikan pasar.

    Optimisme tak hanya dirasakan di AS. Pasar saham di Eropa dan Asia juga mengalami kenaikan, terutama di Hong Kong yang melonjak 2,1 persen dan Shanghai yang menguat 1,8 persen. Lonjakan ini terjadi setelah Administrasi Regulasi Keuangan Nasional China mengeluarkan kebijakan baru yang mendorong lembaga keuangan untuk lebih proaktif dalam mendukung konsumsi, memperluas penggunaan kartu kredit, membantu peminjam yang kesulitan, serta meningkatkan transparansi dalam praktik pemberian pinjaman.

    Ekonom menilai China perlu meningkatkan konsumsi domestik agar ekonominya kembali pulih. Namun, sebagian besar analis berpendapat bahwa langkah yang diambil saat ini masih belum cukup dan dibutuhkan reformasi ekonomi yang lebih luas dan mendasar.

    Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS juga mulai bangkit setelah mengalami tekanan tajam dalam beberapa waktu terakhir. Yield Treasury 10 tahun naik menjadi 4,31 persen dari 4,27 persen pada Kamis kemarin, serta lebih tinggi dibandingkan 4,16 persen di awal pekan lalu.

    Sejak Januari, imbal hasil obligasi mengalami volatilitas yang cukup besar. Ketika kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS meningkat, yield cenderung turun. Sebaliknya, ketika ketidakpastian mulai mereda atau inflasi kembali menjadi perhatian utama, yield kembali naik.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).