Logo
>

Wall Street Menguat, Saham AS Dekati Rekor Baru

Bursa saham AS mencetak reli mingguan di tengah jeda perang dagang AS–Tiongkok dan data inflasi yang membaik. S&P 500 kini hanya terpaut 3 persen dari rekor tertingginya.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Menguat, Saham AS Dekati Rekor Baru
Ilustrasi: aktivitas di Bursa Efek Indonesia. Di AS, saham-saham melonjak mendekati rekor tertinggi setelah jeda perang dagang dan data inflasi yang jinak. Wall Street catat kenaikan pekan terbaik ketiga dalam sebulan. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Wall Street menutup pekan ini dengan semangat membara. Indeks S&P 500 menguat 0,4 persen pada perdagangan Sabtu, 17 Mei 2025, dini hari WIB. Indeks ini mencatatkan kenaikan lima hari beruntun dan bersiap mencetak reli mingguan sebesar 5 persen. Angka ini menjadikannya pekan terbaik ketiga dalam empat minggu terakhir.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, optimisme pasar disulut harapan bahwa Presiden AS Donald Trump bakal melonggarkan tarif dagangnya, menyusul sejumlah kesepakatan yang tercapai dengan negara mitra. Sentimen ini ikut mendorong S&P 500 kembali merapat ke rekor tertingginya di bulan Februari lalu—tinggal terpaut 3,3 persen, setelah sempat terperosok hingga 20 persen bulan lalu.

    Sementara itu, Dow Jones Industrial Average juga naik 208 poin atau 0,5 persen, lalu Nasdaq Composite menguat 0,3 persen.

    Perang dagang ala Trump sebelumnya bikin pasar keuangan global goyah. Di satu sisi, tarif impor bikin roda ekonomi melambat dan rawan resesi. Di sisi lain, tarif bisa memicu lonjakan inflasi. Tapi pekan ini, kabar baik datang beruntun. AS dan China menyepakati jeda 90 hari untuk sebagian besar tarif mereka sehingga memberi napas lega bagi investor. Beberapa laporan inflasi AS pun datang lebih jinak dari perkiraan.

    “Ini pekan yang layak dikenang,” ujar ekonom Bank of America, Claudio Irigoyen dan Antonio Gabriel. Tapi mereka juga mengingatkan bahwa volatilitas belum akan benar-benar reda. Ketidakpastian soal dampak tarif terhadap aktivitas ekonomi dan inflasi masih tinggi.

    Ketidakpastian itulah yang terus menghantui rumah tangga dan dunia usaha di AS. Dalam survei awal Mei yang dirilis University of Michigan, sentimen konsumen kembali turun, meski tidak separah bulan sebelumnya. Yang bikin waswas, ekspektasi inflasi 12 bulan ke depan justru naik, dari 6,5 persen menjadi 7,3 persen.

    Jika mayoritas orang percaya harga akan terus naik, perilaku konsumen bisa berubah—dan ini justru berpotensi mempercepat laju inflasi itu sendiri. Perlu dicatat, sebagian responden dalam survei itu belum menyerap kabar soal jeda tarif 90 hari antara AS dan China.

    Di lantai bursa, saham Charter Communications naik 1,6 persen usai mengumumkan merger dengan Cox Communications. Jika kesepakatan rampung, keduanya akan membentuk raksasa baru di sektor kabel AS dengan nama Cox Communications dan tetap berkantor pusat di Stamford, Connecticut.

    Di sisi lain, saham Novo Nordisk yang diperdagangkan di bursa AS turun 2,9 persen setelah perusahaan asal Denmark itu mengumumkan pengunduran diri CEO mereka, Lars Fruergaard Jorgensen. Ia adalah sosok di balik kesuksesan Wegovy—obat pelangsing yang sempat booming di pasar global. Dewan direksi menyatakan tengah mencari pengganti Jorgensen, sembari menyebut “tantangan pasar belakangan ini” serta performa saham sebagai alasan utama.

    Sementara itu, pasar obligasi AS mencatat pergerakan yang campur aduk. Imbal hasil Treasury tenor 10 tahun turun tipis ke level 4,44 persen, dari sebelumnya 4,45 persen pada Kamis lalu dan lebih dari 4,50 persen di hari sebelumnya. Penurunan yield ini bisa menjadi dorongan tambahan bagi investor untuk menempatkan dana pada saham dan aset berisiko lainnya.

    Namun di sisi lain, imbal hasil Treasury dua tahun—yang lebih mencerminkan ekspektasi suku bunga The Fed—naik ke 3,98 persen dari 3,96 persen. Padahal sebelumnya sempat melandai ke 3,93 persen sebelum rilis survei konsumen dari University of Michigan.

    Pasar masih memelihara harapan bahwa sinyal inflasi yang membaik minggu ini bisa memberi ruang bagi The Fed untuk mulai memangkas suku bunga tahun ini, khususnya jika dampak tarif tinggi mulai menekan laju ekonomi AS.

    Dari bursa saham global, indeks di Asia bergerak variatif, sementara bursa Eropa dibuka menguat. Di Jepang, Nikkei 225 nyaris tak bergerak, turun kurang dari 0,1 persen, setelah pemerintah merilis data bahwa ekonomi Jepang menyusut lebih dalam dari perkiraan pada kuartal pertama 2025.

    Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG) di Bursa Efek Indonesia mengakhiri perdagangan Jumat kemarin dengan kenaikan signifikan, meski mayoritas bursa Asia cenderung melemah. IHSG ditutup naik 66,37 poin atau setara 0,94 persen ke level 7.106,53. Sementara itu, indeks LQ45—yang mencakup saham-saham berkapitalisasi besar dan likuid—menguat 9,73 poin atau 1,12 persen ke posisi 806,15.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).