KABARBURSA.COM - Wall Street melemah pada Jumat waktu Amerika atau Sabtu, 25 Januari 2025, dini hari WIB setelah mencatatkan rekor tertinggi sehari sebelumnya. Indeks S&P 500 turun 0,3 persen, diikuti Dow Jones Industrial Average yang turun 140 poin atau 0,3 persen, serta Nasdaq Composite yang merosot 0,5 persen. Meski begitu, pekan ini tetap menjadi pekan kemenangan kedua berturut-turut bagi Wall Street.
Perdagangan hari itu berlangsung relatif tenang, dibantu oleh stabilitas pasar obligasi. Belakangan ini, pergerakan Wall Street banyak dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap inflasi dan utang pemerintah AS yang membengkak. Ketika kekhawatiran meningkat, imbal hasil obligasi melonjak dan menekan harga saham. Sebaliknya, ketika kekhawatiran mereda—seperti setelah laporan inflasi yang lebih baik pekan lalu—imbal hasil obligasi menurun, membantu saham naik.
Di sisi lain, musim laporan keuangan perusahaan besar AS yang sebagian besar positif juga membantu menopang pasar saham. Meskipun tekanan dari kenaikan imbal hasil obligasi ada, perusahaan bisa mengimbanginya dengan mencatatkan keuntungan yang lebih besar. Namun, ada tanda tanya besar soal berapa lama tren kenaikan laba ini bisa bertahan.
“Kalau 2024 adalah tahun pemilu, maka 2025 adalah tahunnya pendapatan,” ujar kepala ekonom di Annex Wealth Managemen, Brian Jacobsen, dikutip dari AP di Jakarta, Sabtu.
Ia menyoroti pendapatan perusahaan terus membaik, tetapi pertanyaan besarnya adalah seberapa lama ini bisa berlangsung dan seberapa besar kenaikannya.
Beberapa saham perusahaan besar justru terpukul meskipun kinerja keuangannya cukup baik. Texas Instruments, misalnya, anjlok 7,5 persen meski melaporkan laba kuartal yang melampaui ekspektasi analis. Investor lebih fokus pada sinyal negatif dari proyeksi keuntungan perusahaan untuk awal 2025, yang menyeret saham-saham di industri semikonduktor ikut melemah.
Nasib serupa dialami CSX, yang turun 2,9 persen meskipun mencatat laba sesuai ekspektasi analis. Pendapatannya sedikit meleset karena dampak badai di akhir 2024.
Namun, ada juga saham yang bersinar di Wall Street. Saham Novo Nordisk yang terdaftar di AS melesat 8,5 persen setelah perusahaan asal Denmark itu melaporkan hasil uji klinis positif untuk obat penanganan obesitas. Ini berpotensi mendongkrak keuntungan perusahaan di masa depan.
NextEra Energy, pemilik Florida Power & Light, juga mencatat kenaikan saham 5,2 persen setelah melaporkan laba kuartalan yang sedikit di atas ekspektasi. CEO John Ketchum menyebutkan peningkatan permintaan listrik memberikan dampak positif bagi perusahaannya.
Sementara itu, Verizon Communications naik 0,9 persen. Hasil kuartalannya sedikit melampaui ekspektasi analis, dibantu oleh kenaikan harga layanan beberapa waktu terakhir. Selain itu, perusahaan ini juga meluncurkan strategi untuk membantu bisnis memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).
Meski Wall Street tidak selalu ceria, optimisme masih membayangi, didorong oleh laporan keuangan dan prospek beberapa perusahaan besar. Namun, dengan tekanan dari berbagai sisi, investor tetap waspada terhadap langkah selanjutnya di pasar.
S&P 500 dan Nasdaq Melemah
[caption id="attachment_77120" align="alignnone" width="450"] Seorang broker di Wall Street atau New York Stock Exchange (NYSE) tampak serius memerhatikan sejumlah data perdagangan. (Foto: Reuters)[/caption]
Indeks S&P 500 turun 17,47 poin ke 6.101,24 pada penutupan Jumat, sementara Dow Jones Industrial Average merosot 140,82 poin ke 44.424,25, dan Nasdaq Composite anjlok 99,38 poin ke 19.954,30.
Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury 10-tahun turun tipis menjadi 4,61 persen dari sebelumnya 4,65 persen pada Kamis sore. Penurunan ini dipicu oleh beberapa laporan ekonomi AS yang menunjukkan hasil lebih buruk dari perkiraan.
Salah satu laporan menyebutkan sentimen konsumen di AS melemah lebih dari yang diantisipasi dan mencatat penurunan pertama dalam enam bulan terakhir. Direktur Surveys of Consumers di Universitas Michigan, Joanne Hsu, menjelaskan penurunan ini terjadi secara merata di berbagai kelompok pendapatan, kekayaan, dan usia.
Laporan awal lainnya menunjukkan aktivitas bisnis AS juga lebih lemah dari perkiraan dengan pertumbuhan yang melambat. Meski begitu, ada sedikit kabar baik dari laporan yang menunjukkan penjualan rumah bekas sedikit lebih tinggi dari ekspektasi bulan lalu, meski tetap menjadi tahun terlemah untuk penjualan rumah bekas sejak 1995.
Namun, data ekonomi yang lemah ini tampaknya tidak cukup untuk mendorong Federal Reserve menurunkan suku bunga acuan pada pertemuan pekan depan. Berdasarkan data dari CME Group, pelaku pasar hampir yakin The Fed akan mempertahankan suku bunga. Jika prediksi ini benar, ini akan menjadi pertemuan pertama di mana The Fed mempertahankan suku bunga sejak mulai menurunkannya pada September lalu untuk meredakan tekanan pada ekonomi AS.
Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendorong kenaikan harga investasi, tetapi di sisi lain, dapat memicu inflasi. Kekhawatiran terhadap inflasi yang masih tinggi terus meningkat, ditambah dengan potensi dampak tarif impor dan kebijakan proteksionis yang diusulkan Presiden Donald Trump.
Di pasar internasional, indeks saham menunjukkan pergerakan yang bervariasi. Nikkei 225 di Tokyo turun tipis 0,1 persen setelah Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga acuannya dari 0,25 persen menjadi sekitar 0,5 persen, sesuai ekspektasi. Ini adalah level suku bunga tertinggi sejak 2008, menandai pergeseran BOJ dari era suku bunga rendah ekstrem yang bertujuan mendorong pinjaman dan belanja lebih banyak.
Di Asia, indeks Hang Seng Hong Kong melonjak 1,9 persen, sementara indeks Shanghai menguat 0,7 persen, mencatat beberapa kenaikan terbesar di pasar global hari itu. Sementara itu, pasar Eropa juga menunjukkan pergerakan beragam, mengikuti dinamika ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.