Logo
>

Wall Street Tertekan Saham Teknologi, Nvidia Tersulut Regulator China

Ditulis oleh Yunila Wati
Wall Street Tertekan Saham Teknologi, Nvidia Tersulut Regulator China

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Wall Street mengalami penurunan pada indeks utama di awal pekan, Selasa, 10 Desember 2024, dinihari WIB.

    Penurunan tersebut disebabkan adanya tekanan saham Nvidia yang menyebabkan sektor teknologi anjlok. Hal ini terjadi di tengah perhatian investor yang tertuju pada laporan inflasi penting yang akan dirilis pada akhir pekan ini.

    Saham Nvidia mengalami tekanan setelah regulator pasar China meluncurkan investigasi terkait dugaan pelanggaran undang-undang antimonopoli, yang berdampak negatif pada sektor teknologi informasi.

    Tidak hanya Nvidia, saham Advanced Micro Devices (AMD) juga melemah setelah BofA Global Research menurunkan peringkatnya. Hal ini turut membebani Indeks Semikonduktor Philadelphia.

    Menurut Kepala Strategi Investasi di CFRA Research Sam Stovall, pasar terkejut dengan investigasi yang dilakukan China terhadap Nvidia. Rupanya, China melihat adanya potensi pelanggaran hukum antimonopoli pada Nvidia. Investigasi inilah yang kemudian memberi tekanan pada pasar secara keseluruhan.

    Data awal menunjukkan bahwa indeks S&P 500 mengalami penurunan sebesar 0,60 persen menjadi 6.053,68 poin. Sementara Nasdaq Composite turun 0,62 persen menjadi 19.736,69 poin, dan Dow Jones Industrial Average kehilangan 0,51 persen menjadi 44.416,38 poin.

    Saham Comcast turut melemah setelah perusahaan memproyeksikan kehilangan lebih dari 100.000 pelanggan broadband pada kuartal keempat. Pelemahan saham Comcast ini berdampak negatif pada sektor layanan komunikasi.

    Di sisi lain, saham Hershey melonjak tajam setelah laporan menyebutkan bahwa Mondelez, perusahaan induk Cadbury, sedang menjajaki akuisisi terhadap pembuat cokelat tersebut, meskipun saham Mondelez sendiri mengalami penurunan.

    Para investor kini menantikan data Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis pada hari Rabu, 11 Desember 2024 waktu setempat, diikuti oleh Indeks Harga Produsen (PPI) pada hari Kamis, 12 Desember 2024, waktu setempat, menjelang pertemuan Federal Reserve pada 17-18 Desember.

    Ada peluang pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan mendatang. Peluang ini meningkat menjadi lebih dari 85 persen setelah data terbaru menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran menjadi 4,2 persen pada November 2024. Kenaikan tingkat pengangguran ini mengindikasikan adanya pelonggaran di pasar tenaga kerja.

    Terkait hal ini, sejumlah pejabat Federal Reserve, termasuk Ketua Jerome Powell, menekankan pentingnya berhati-hati dalam menentukan kebijakan moneter, mengingat daya tahan ekonomi masih kuat.

    Meski demikian, Wall Street sempat memulai bulan Desember dengan optimisme, di mana S&P 500 dan Nasdaq mencatatkan kenaikan selama pekan pertama, sementara Dow Jones sedikit melemah.

    Sebelumnya, pada bulan November, pasar saham AS melonjak setelah Donald Trump memenangkan pemilihan presiden dan partainya menguasai kedua kamar Kongres. Di sini, ekspektasi terhadap kebijakan yang lebih ramah bisnis, meningkat tajam.

    Pemangkasan Suku Bunga The Fed Melemah

    Pasar saham global melemah, dipengaruhi oleh perhatian investor terhadap data inflasi AS serta penurunan saham perusahaan semikonduktor. Di sisi lain, janji stimulus dari pemerintah China dan keruntuhan mendadak pemerintahan Suriah mendorong kenaikan harga minyak dan emas.

    Data inflasi AS yang akan dirilis minggu ini diperkirakan dapat memperkuat kemungkinan pemangkasan suku bunga Federal Reserve pada pertemuan mereka pekan depan.

    Sementara itu, China yang mengubah kebijakan moneter untuk pertama kalinya sejak 2010, berjanji memberikan stimulus guna mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Langkah ini membawa sentimen positif ke pasar global.

    Di Timur Tengah, keruntuhan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang telah berkuasa selama 24 tahun, memperumit situasi geopolitik yang sudah rentan di wilayah tersebut.

    Pada saat yang sama, data ketenagakerjaan AS pada bulan November menunjukkan hasil yang cukup kuat untuk meredakan kekhawatiran tentang ketahanan ekonomi. Sayangnya, data tersebut tidak terlalu kuat sehingga menutup kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.

    Indeks saham global MSCI turun 0,23 persen menjadi 871,68. Di Eropa, indeks STOXX 600 ditutup pada level tertinggi dalam enam minggu, didukung oleh kenaikan saham pertambangan dan barang mewah menyusul janji stimulus ekonomi dari China.

    Imbal hasil obligasi AS naik, dengan yield obligasi 10 tahun naik 4,2 basis poin. Hal ini mencerminkan ekspektasi bahwa tekanan harga yang tetap tinggi dapat mengganggu rencana pemangkasan suku bunga.

    Di sisi lain, dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya, dengan indeks dolar naik 0,13 persen menjadi 106,08.

    Pasar Asia menunjukkan performa beragam. Saham China dan obligasi melonjak setelah pernyataan Politbiro China tentang adopsi kebijakan moneter yang lebih longgar.

    Namun, saham Korea Selatan merosot 2,8 persen di tengah ketidakpastian politik yang melibatkan Presiden Yoon Suk Yeol. MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang ditutup naik 0,88 persen.

    Minggu ini juga akan menjadi pekan penting bagi pertemuan bank sentral di berbagai negara. Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 0,25 persen, sementara bank sentral Swiss mungkin menurunkan suku bunga hingga 0,5 persen.

    Kanada juga diharapkan mengikuti langkah serupa. Sebaliknya, Brasil kemungkinan akan menaikkan suku bunga untuk menahan inflasi.

    Harga emas dan minyak meningkat di tengah ketegangan geopolitik. Emas naik 1,06 persen menjadi USD2.660,94 per ons, sementara harga minyak mentah Brent dan WTI masing-masing naik 1,56 persen dan 1,89 persen.

    Konflik di Suriah diperkirakan akan meningkatkan risiko geopolitik terhadap pasar minyak dalam beberapa bulan mendatang. Langkah China untuk memperkuat kepercayaan pasar juga turut mendukung kenaikan harga minyak.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79