KABARBURSA.COM - Transaksi menggunakan mata uang lokal tanpa melibatkan dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, menjelaskan bahwa transaksi mata uang lokal (local currency transaction/LCT) antara Indonesia dan China terus berkembang, meskipun ekonomi China mengalami tekanan.
“Tren ini menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Meskipun China mengalami beberapa tantangan ekonomi baru-baru ini, dalam dua bulan terakhir, transaksi antara kita terus mengalami peningkatan,” kata Destry dalam konferensi pers di kantor pusat Bank Indonesia di Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.
Pada bulan Juni 2024, total transaksi LCT tercatat mencapai USD887,43 juta, atau sekitar Rp14,19 triliun berdasarkan kurs Rp16.000. Angka ini mencerminkan pertumbuhan yang luar biasa, dengan peningkatan sebesar 80,6 persen dibandingkan tahun lalu.
“Pada bulan Juni 2024, transaksi LCT kami mencapai USD887,43 juta, yang merupakan kenaikan 80,6 persen year on year (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” ungkap Destry.
Secara kumulatif, implementasi LCT dari Januari hingga Juni 2024 mencapai USD4,7 miliar, setara dengan sekitar Rp75,20 triliun. Ini menunjukkan kenaikan sebesar 45,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang hanya mencapai USD3,22 miliar.
“Kumulatif dari Januari hingga Juni menunjukkan total transaksi sebesar USD4,7 miliar, yang meningkat sebesar 45,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” jelasnya.
Meskipun jumlah pelaku LCT tetap stabil di angka 4.379, Destry menekankan bahwa China tetap menjadi mitra utama Indonesia dalam transaksi ini, mewakili 42,9 persen dari total transaksi LCT.
“Jumlah pelaku tidak banyak berubah, tetap di angka 4.379. Namun, yang menarik adalah pertumbuhan cepat dari transaksi dengan China, yang pada bulan Juni menyumbang 42,9 persen dari total transaksi LCT kita,” papar Destry.
Destry menggarisbawahi bahwa implementasi LCT sangat penting untuk memperdalam pasar keuangan di Indonesia, yang menunjukkan dampak positif. Selain itu, LCT memberikan keuntungan bagi perdagangan dan investasi, memperkuat posisi ekonomi Indonesia di kancah global.
BI Pertahankan Suku Bunga 6,25 Persen
Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00 persen.
“Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, di Jakarta, Rabu 17 Juli 2024.
Sementara, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-pertumbuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI akan melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan bagi dunia usaha dan rumah tangga.
“BI akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas. Ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah masih tingginya ketidakpastian global,” ucap Perry.
Adapun bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, diantaranya:
1. Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui:
- Struktur suku bunga di pasar uang Rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan meningkatkan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
- Optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
2. Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
3. Penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan;
4. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (Lampiran); dan
Penguatan inovasi dan akseptasi layanan pembayaran digital serta inklusi ekonomi dan keuangan UMKM termasuk literasi dan pelindungan konsumen melalui penyelenggaraan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024.
The Fed Turunkan Suku Bunga
Sebelumnya, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral tidak akan menunggu hingga inflasi mencapai 2 persen sebelum memangkas suku bunga. Dari hal inilah kemudian Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, melihat kemungkinan pemangkasan suku bunga bisa terjadi pada September 2024.
Menurutnya, ada indikasi kuat yang mendukung kemungkinan tersebut. Yaitu, tren penurunan inflasi yang lebih tajam dari yang diharapkan dan perlambatan dalam beberapa indikator ekonomi kunci.
Meskipun, dia mencatat bahwa keputusan tersebut masih belum pasti karena beberapa pihak memperkirakan waktu yang berbeda, dengan beberapa pengamat masih memiliki pendapat yang berbeda mengenai waktu yang tepat untuk tindakan tersebut.
Namun, menurutnya dengan adanya penurunan inflasi di AS memungkinkan adanya percepatan pemangkasan suku bunga the Fed.
“Beberapa pengamat masih beda pendapat tapi arahnya semestinya dipercepat, The Fed lebih yakin untuk memangkas tingkat suku bunga,” katanya.
Namun, mempercepat pemangkasan suku bunga sebenarnya sulit untuk diprediksi. Faisal mengungkapkan kesulitan dalam menginterpretasi kecenderungan pejabat The Fed terkait langkah ini.
Dia menjelaskan bahwa seperti bulan lalu, meskipun terjadi penurunan inflasi sebesar 0,1 persen, namun The Fed belum merasa cukup puas dengan kondisi tersebut.
Tapi dia menyatakan dengan adanya penurunan yang lebih signifikan pada bulan ini, Di berharap para pejabat The Fed akan merasa lebih terdorong untuk mempercepat langkah-langkah mereka.
“Saya harap dengan penurunan yang lebih tajam pada bulan ini mereka lebih terdorong untuk mempercepat,” ungkap dia. (ian/*)