Logo
>

Daya Beli Merosot, Penjualan Motor Baru Suram

Ditulis oleh Harun Rasyid
Daya Beli Merosot, Penjualan Motor Baru Suram
Ilustrasi penjualan motor baru di Indonesia meredup, imbas turunnya daya beli hingga pelemahan ekonomi. Foto: KabarBursa.com/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM – Pelemahan ekonomi nasional tidak hanya menghantam penjualan mobil, tapi juga penjualan motor baru di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan penurunan kelas menengah, penurunan daya beli dan menambah jumlah tenaga kerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), penjualan motor baru secara nasional tercatat anjlok pada awal kuartal dua tahun ini atau per April 2025. Berdasarkan data AISI, penjualan motor baru di pasar domestik periode April 2025 sebesar 406.961 unit atau turun lebih dari 100 ribu unit dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Sementara untuk penjualan motor periode Maret 2025 sebesar 541.684 unit. Sementara pada Februari 2025, terdapat 581.277 unit motor baru yang terjual di dalam negeri.

Penjualan motor baru Februari lalu terhitung naik. Sebab sepanjang Januari 2025, motor baru yang mampu terjual ada sebanyak 560.301 unit. Artinya daya serap konsumen akan motor baru per April tahun ini, tidak seperti biasanya yang mampu menembus 500 ribu unit.

Jika dijumlahkan, penjualan motor baru di Indonesia selama Januari hingga April 2025 membukukan total 2.089.953 unit. Apabila dilihat dari periode yang sama tahun lalu, penjualan motor baru 2025 juga terdapat koreksi. Sebab dari periode Januari-April 2024 industri kendaraan roda dua Indonesia mampu menjual 2.154.226, atau terdapat selisih 64.273 unit.

Saat ditarik kembali ke tahun sebelumnya, penjualan motor baru periode tersebut juga menurun. Sebab pada Januari-April 2023, terdapat 2.178.396 unit motor baru yang terjual di pasar domestik.

Ekspor Motor Buatan Indonesia Mulai Merosot

Selain penjualan domestik, penurunan performa industri otomotif roda dua juga terjadi di bidang ekspor unit secara utuh atau Completely Build Up (CBU). Angka ekspor CBU motor produksi dalam negeri dari berbagai merek pada April 2025 tercatat sebanyak 38.254 unit. Padahal pada kuartal pertama (Januari-Maret) 2025, jumlah ekspor CBU selalu tembus 40 ribu unit hingga hampir 50 ribu unit.

Lebih rincinya, Januari berjumlah 40.878 unit, Februari 43.899 unit, dan Maret mencapai 49.998 unit. Jika ditotal, jumlah ekspor CBU motor rakitan Indonesia periode Januari hingga April tahun ini mencapai 173.029 unit.

Ekspor Suku Cadang Motor Ikut Ambles

Masih menurut data AISI, ekspor komponen otomotif roda dua buatan Indonesia pada April 2025 terhitung merosot. Jumlahnya tercatat sebesar 6.459.278 unit.

Angkanya jauh lebih kecil dibanding bulan-bulan sebelumnya. Misalnya Februari dan Maret 2025 yang masing-masing meraup angka 11.856.166 unit dan 11.465.800 unit. Kemudian pada Januari 2025, ekspor komponen sepeda motor menghasilkan 8.922.483 unit.

Penurunan produktivitas industri motor nasional juga terlihat dari tingkat ekspor motor CKD, atau pengiriman motor yang tidak dirakit secara utuh.

Per April 2025, ekspor motor CKD ke negara tujuan meraih jumlah 647.426 unit. Pada Maret berjumlah 662.285 unit, Februari sebanyak 738.084 unit, dan 674.701 unit pada Januari 2025. Secara keseluruhan, ekspor motor CKD dari Indonesia ke negara tujuan sepanjang Januari hingga April 2025 berjumlah 2.724.596 unit.

Dampak Perang Dagang Terhadap Penjualan Motor

Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi sempat mengatakan, industri otomotif bakal terdampak kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump. Meskipun Trump telah menunda kebijakan tarif impor sejak 9 April hingga 7 Juli 2025 atau selama 90 hari. Selain itu perang dagang juga memicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Dengan rupiah yang melemah cukup tajam, kemudian biaya impor naik, dolar menguat, ini akan berdampak terhadap kenaikan-kenaikan harga produk otomotif di dalam negeri, terutama adalah mobil-mobil yang impor,” ujar Ibrahim ketika dihubungi KabarBursa.com belum lama ini.

Ibrahim memaparkan, produk otomotif yang ada di Indonesia banyak yang masih mengandalkan komponen impor. Sehingga kenaikan harga produk otomotif dapat menurunkan penjualan kendaraan pada kuartal dua (April-Juni) 2025.

“Ini akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat untuk melakukan pembelian. Kita sudah melihat ini, kemungkinan besar dalam kuartal kedua, penjualan rumah hingga produk otomotif akan stagnan dan kemungkinan besar akan turun dibandingkan kuartal pertama,” paparnya.

Ditambah lagi dengan tantangan di dalam negeri yang akan ikut menghambat sektor padat karya ini berkembang. Menurutnya, masyarakat kini akan bersikap defensif dalam sisi pengeluaran. Sehingga konsumen akan lebih memprioritaskan kebutuhan primer ketimbang membeli kendaraan.

“Saat ini dana yang dimiliki masyarakat hanya untuk makan. Ingat daya beli masyarakat saat ini sedang mengalami pelemahan, ini pun juga berdampak terhadap tingkat mudik Lebaran yang mengalami penurunan cukup signifikan,” ucap Ibrahim.

Selain itu, perusahaan di sektor otomotif nasional diprediksi mengalami hambatan yang cukup tinggi, yakni pengurangan jumlah tenaga kerja sebagai dampak turunnya daya beli masyarakat.

“Pada saat tarif impor ditetapkan 32 persen, kemungkinan besar banyak sekali perusahaan-perusahaan di Indonesia yang gulung tikar. Sehingga akan berdampak terhadap PHK massal. Saya melihat bahwa masyarakat saat ini sedang mengalami permasalahan akibat jumlah kelas menengah sedang menurun,” terang Ibrahim.

“Saat masyarakat kelas menengah sebagai kontributor utama pasar sedang stagnan, penjualan otomotif sampai properti juga menurun tajam,” lanjutnya.

Pengamat tersebut juga berujar, saat ini sudah ada pabrikan kendaraan yang melakukan pengurangan karyawan karena penurunan produksi. Penurunan produksi, kata dia, membuat kontrak karyawan tidak diperpanjang.

Di sisi lain, merek-merek otomotif di Indonesia yang basisnya berasal dari Jepang. Korea Selatan, hingga China juga sedang terdampak perang dagang. Sehingga Ibrahim melihat tarif impor baru yang dikeluarkan Trump berdampak pada bisnis otomotif dunia.

“Dampaknya bukan Indonesia saja. Mereka pun juga terkena dampak, hampir semua terkena dampak. Ya, kalau tidak terkena dampak tidak mungkin Jepang, Korea melakukan perlawanan dagang terhadap AS. Apalagi pemerintahan Presiden Prabowo belum ada pengalaman untuk menanggulangi kondisi saat ini,” terang Ibrahim.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia hanya bisa menunjang daya beli produk otomotif di lingkup pasar domestik dengan sejumlah cara seperti insentif. Namun, hal ini juga akan terkendala dengan efisiensi anggaran yang sedang dilakukan.

“Pasar itu dinamis, paling-paling pemerintah hanya bisa memberi subsidi atau diskon besar supaya daya beli masyarakat untuk otomotif kembali naik, ini pun kalau ada dananya. Apalagi pemerintah sedang melakukan pemangkasan anggaran cukup besar. Ini yang membuat pemerintah sedikit galau dalam menangani tentang kasus seperti ini. Karena ini bukan kasus domestik, tapi global,” jelasnya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Harun Rasyid

Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.