KABARBURSA.COM – Penjualan kendaraan komersial di Indonesia pada periode Januari 2025 turun di tengah pelemahan ekonomi di Tanah Air. Selain karena pelemahan ekonomi, penurunan penjualan kendaraan niaga pada tahun ini diprediksi karena faktor kebijakan efisiensi dan belum pulihnya sektor tambang serta harga komoditas di pasar global yang fluktuatif.
Meski pemerintah sedang melakukan pengetatan dan penurunan di beberapa sektor yang mempengaruhi penjualan kendaraan niaga, namun penjualan pada awal tahun ini terbukti tidak terpengaruh.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, penjualan kendaraan komersial secara wholesales (dari pabrikan ke dealer) sebesar 13.686 unit. Jumlah tersebut meliputi penjualan bus (418 unit), truk (4.650 unit), pikap (7.636 unit) dan kendaraan double cabin (982 unit).
Jumlah ini meningkat tipis 0,14 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 yang mencapai 13.666 unit. Pada Januari 2024, penjualan bus sebesar 376 unit, truk 4.839 unit, pikap 8.125 dan double cabin 326 unit.
Jika dilihat dari data di atas, penurunan penjualan komersial hanya terjadi di segmen pikap dan double cabin. Sedangkan peningkatan terjadi di segmen bus dan truk.
Sementara untuk penjualan secara sales (dari dealer ke konsumen), penjualan pada Januari 2025 sebesar 13.753 unit. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari penjualan bus (447 unit), truk (4.658 unit), pikap (7.774 unit) dan double cabin (874 unit).
Penjualan kendaraan komersial secara sales tersebut menurun sebesar 15,84 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 16.343 unit. Penjualan periode Januari 2024 tersebut terdiri dari bus (586 unit), truk (5.491 unit), pikap (9.224) dan double cabin (1.042 unit).
APM Masih Optimistis
Kendati terjadi penurunan penjualan secara signifikan pada penjualan kendaraan komersial, sejumlah agen pemegang merek (APM) seperti Hino tetap optimistis penjualan kendaraan komersial akan terus tumbuh dan membaik hingga akhir tahun 2025.
PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI) cukup optimistis dengan penjualan kendaraan komersial yang terjadi sepanjang Januari-Maret 2025 karena penjualan truk oleh perusahaan akan tetap tinggi.
“Ini Karena konsumen kami di sektor swasta maupun pemerintah itu, penganggaran pembelian barang termasuk kendaraan angkutan barang seperti truk itu menggunakan sistem tahun fiskal yang dimulai bulan April hingga Maret tahun berikutnya. Artinya ini dimulai April 2024 dan berakhir pada Maret 2025,” ujar Susilo Darmawan selaku Sales Director HMSI di acara Ramadan Iftar Hino Indonesia di Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025.
Menurutnya, dalam kurun waktu tersebut perusahaan masih relatif banyak memesan kendaraan niaga dengan anggaran fiskal 2024-2025, khususnya dari sektor pembangunan infrastruktur serta pengadaan barang.
“Proyek infrastruktur itu dalam mencapai target pencapaian perkembangan konstruksinya ketat, dan harus sesuai waktu. Kalau tidak, tidak akan ada potensi kerugian. Makanya untuk memacu pekerjaan selesai sesuai target, masih dibutuhkan truk,” ungkapnya.
Di samping dua sektor tersebut, HMSI meyakini bahwa masih ada lagi sektor usaha yang berpotensi membutuhkan armada truk untuk menunjang operasional usahanya. Contohnya untuk truk kategori Medium dan Heavy Duty biasanya dibutuhkan di sektor minyak dan gas (migas) hingga logitsik.
“Sektor logistik masih akan tumbuh. Jadi tahun ini kami optimis, setidaknya di kuartal satu 2025 yang merupakan kuartal terakhir untuk tahun fiskal 2024-2025,” ucap Susilo.
Sekadar informasi, untuk produksi bus pada Januari 2025 sebesar 425 unit, pikap (7.323 unit), dan truk (5.475 unit).
Tantangan Industri Otomotif Tahun 2025
Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu bahwa Industri otomotif di Indonesia menghadapi beragam tantangan dari dalam dan di luar negeri. Setelah mengalami penurunan performa penjualan pada 2024, tantangan industri otomotif di Indonesia pada tahun 2025 adalah ketegangan geopolitik.
Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, selain harus membenahi penjualan yang terus merosot, industri otomotif di Tanah Air harus menghadapi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
“Ini dapat mengganggu rantai pasokan global dan memengaruhi ekspor Indonesia yang mengakibatkan kenaikan harga produk otomotif,” kata Yannes kepada kabarbursa.com, Rabu, 25 Desember 2024.
Sebelumnya, masalah rantai pasok yang mengakibatkan kelangkaan komponen semikonduktor juga pernah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kelangkaan semikonduktor ini terjadi akibat perang dagang antara AS dan China.
Perang dagang ini mengakibatkan harga kendaraan meningkat dan memperpanjang waktu tunggu dari pabrikan ke konsumen.
Sementara di dalam negeri, tantangan industri otomotif dari dalam negeri adalah kenaikan tarif pajak dan inflasi. Masalah ini mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan tertier seperti mobil.
“Ketidakpastian kebijakan fiskal yang mulai dipisah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui opsen pajak juga berpotensi semakin menambah beban bagi pelaku usaha dan masyarakat,” ujarnya.
Yannes mengungkapkan bahwa saat ini semua pihak yang terkait dengan sektor otomotif sedang melakukan wait and see. Karena, menurutnya kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran baru dua bulan bekerja sehingga belum dapat dipastikan pemetaannya.
“Kabinet baru bekerja dua bulan untuk memetakan banyak hal di atas dan mencari solusi yang terbaik dalam situasi yang tidak baik-baik saja dalam skala global,” tuturnya. (*)