KABARBURSA.COM – Tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak hanya berdampak terhadap sektor otomotif di seluruh dunia, tapi juga di AS.
Dikutip dari Carscoops, kebijakan tarif yang baru saja diteken Trump membuat Infiniti, merek mobil mewah milik Nissan Motor Company terpaksa menghentikan pesanan di AS untuk QX50 dan QX55.
Penghentian pesanan ini merupakan respons atas tarif impor sebesar 25 persen. Mobil mewah yang diproduksi bersama Mercedes GLB di Meksiko ini dipastikan tak akan masuk ke Negeri Paman Sam meski permintaannya cukup tinggi.
Sekadar informasi, Infiniti QX50 disebut telah melewati masa kejayaannya usai diperkenalkan di Los Angleles Auto Show pada tahun 2017. Beberapa tahun berselang, Infiniti kembali meluncurkan QX55. Namun, penjualan model terbaru ini tidak begitu menggigit seperti pendahulunya.
SUV QX50 ini juga merupakan mobil terlaris kedua Infiniti setelah QX60. Mobil bermesin konvensional ini kabarnya berhenti diproduksi pada Desember 2024. Namun, ternyata mobil ini tetap diproduksi meski untuk kebutuhan negara lain.
Sebagai gantinya, Infiniti bakal mendapat versi terbaru Nissan Rougue yang akan diproduksi pada 2026. Mobil terbaru ini dikabarkan masih tetap menggunakan pembakaran internal, powertrain hybrid plug-in dan sistem e-Power.
Lebih lanjut, Infiniti telah mengonfirmasi rencana peluncuran crossover coupe QX65 serta sebuah SUV bertenaga listrik. Model SUV listrik ini dijadwalkan hadir pada tahun fiskal 2028 dan akan mengusung desain yang terinspirasi dari konsep Vision QXe.
Sementara itu, terkait produksi Rogue, Nissan mempertimbangkan ulang strategi perakitannya di fasilitas Smyrna, Tennessee.
Awalnya, perusahaan berencana mengurangi satu shift produksi bulan ini, namun akhirnya dibatalkan guna mempertahankan volume produksi lokal di Amerika Serikat yang terbebas dari beban tarif otomotif.
Penjualan Mobil di Eropa Jeblok
Sebelumnya diberitakan, kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menetapkan tarif impor baru sebesar 25 persen untuk produk dari Meksiko dan Kanada, serta 10 persen untuk barang-barang asal China memicu gejolak di pasar saham, khususnya bagi produsen otomotif Eropa.
Kekhawatiran pasar pun meningkat seiring dugaan bahwa kebijakan serupa bisa diperluas ke komoditas dari Uni Eropa.
Mengutip laporan Reuters dari Jakarta, Senin, 3 Februari 2025, saham dua raksasa otomotif, Volkswagen (VW) dan Stellantis, yang memiliki basis produksi besar di Meksiko, mengalami penurunan paling signifikan, masing-masing terpangkas sekitar 6 persen.
Dampaknya juga dirasakan oleh Volvo Cars, Mercedes-Benz, BMW, dan Porsche, yang sahamnya turut terkoreksi antara 3,4 persen hingga 5,2 persen.
Gejolak ini tak hanya melanda pabrikan kendaraan, tetapi juga menyeret perusahaan penyedia komponen otomotif. Saham Valeo, produsen suku cadang asal Prancis, terperosok hingga 7 persen.
Di sisi lain, indeks sektor otomotif dan suku cadang Eropa (SXAP) ikut jatuh 3,4 persen, menyentuh titik terendah dalam lebih dari dua pekan. Indeks STOXX 600 yang mencerminkan kinerja pasar saham regional Eropa pun turun 1,3 persen, dengan sektor otomotif menjadi yang paling terpukul.
Analis pasar menyebut bahwa tarif terhadap Meksiko justru lebih merugikan produsen mobil Eropa dibandingkan tarif langsung atas barang dari Uni Eropa.
Bank investasi Stifel menyebutkan, potensi dampak terhadap pendapatan VW diperkirakan mencapai 8 miliar euro (setara USD8,2 miliar atau sekitar Rp131 triliun), sedangkan Stellantis bisa kehilangan sekitar 16 miliar euro (USD16,4 miliar atau Rp262 triliun). Bahkan, proyeksi mereka menyebutkan bahwa tarif ini dapat memangkas 12 persen laba operasional (EBIT) VW pada 2025 dan hingga 40 persen untuk Stellantis.
Volkswagen dalam keterangan resminya pada Minggu, 2 Februari 2025, menyampaikan harapan agar jalur diplomasi masih bisa meredam eskalasi perang dagang.
Dampak di Sektor Otomotif di Indonesia
Dampak dari tarif baru Trump juga dirasakan oleh sektor otomotif di Tanah Air. Tarif baru diyakini sejumlah pihak akan menekan permintaan barang, khususnya mobil, di pasar AS.
“Walaupun ekspor kendaraan dan atau partsnya kecil saja dari total ekspor Indonesia ke USA, tarif baru tersebut mengancam akan menekan permintaan pasar US untuk produk dari Indnesia yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan,” kata pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu saat dihubungi kabarbursa.com, Sabtu, 5 April 2025.
Wakil Ketua Non-KBLBB Kementerian Perindustrian, Kemal Rasyad, menyatakan bahwa pasar otomotif nasional saat ini tengah menghadapi tekanan yang menyebabkan penurunan angka penjualan menjadi sekitar satu juta unit. Meski demikian, ia mencatat adanya pertumbuhan positif di segmen menengah ke bawah, terutama di kategori kendaraan roda dua.
“Masih ada peluang bagi industri otomotif, khususnya karena penjualan motor yang mencapai sekitar 6,9 juta unit. Ini menjadi sinyal positif, dan karenanya, Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan sejumlah insentif sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi guna mendorong daya beli pasar,” ujar Kemal.
Salah satu strategi utama yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi kelesuan tersebut adalah dengan pemberian insentif impor kendaraan listrik berbasis skema investasi, yang mulai diterapkan pada 2026.
“Kami juga melanjutkan pemberian insentif berupa PPnBM DTP (Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah) yang berbasis pada Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selain kendaraan listrik murni (BEV), kami turut mendukung sektor hybrid yang sudah eksis di Indonesia melalui potongan PPnBM DTP sebesar 3 persen,” tambahnya.
Sebagai informasi, insentif elektrifikasi ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 135 Tahun 2024 mengenai PPnBM DTP 2025, yang mulai berlaku sejak 31 Desember 2024 dan mencakup periode Januari hingga Desember 2025.
Untuk kendaraan listrik berstatus impor utuh (CBU), diberlakukan tarif bea masuk 0 persen, sementara model rakitan lokal (CKD) berhak atas pembebasan PPnBM secara penuh.
Pemerintah juga menerbitkan PMK Nomor 12 Tahun 2025 yang mengatur insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) untuk penjualan mobil listrik roda empat dan bus tertentu. Dalam aturan ini, PPN DTP sebesar 10 persen diberikan untuk kendaraan listrik dengan kandungan lokal minimal 40 persen.
Selain itu, bus listrik dengan tingkat kandungan dalam negeri 10 persen juga menerima PPN DTP 10 persen. Sedangkan untuk bus listrik dengan kandungan lokal antara 20 hingga 40 persen, pemerintah memberikan PPN DTP sebesar 5 persen.
Sementara itu, untuk kendaraan hybrid, insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen diberikan untuk berbagai jenis teknologi, mulai dari mild hybrid, full hybrid, hingga plug-in hybrid. (*)