KABARBURSA.COM - Industri energi bersih di Amerika Serikat sedang berada dalam tekanan serius. DPR berencana memangkas insentif pajang dari Undang-Undang Inflation Reduction ACT atau IRA.
Diketahui, IRA merupakan regulasi ikonik yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Joe Biden. Undang-undang tersebut selama ini menjadi tulang punggung transisi energi ramah lingkungan di negara tersebut.
Usulan pemangkasan insentif pajak ini datang dari Komite Ways and Means DPR. Mereka menyarankan penghentian bertahap atau pencabutan langsung sejumlah kredit pajak yang selama ini mendorong investasi di sektor tenaga surya, angin dan hidrogen, yang semuanya merupakan bagian dari strategi penurunan emisi gas rumah kaca AS.
Rencananya, usulan pemangkasan insentif pajak dijadwalkan dibahas dan direvisi oleh para legislator dalam satu hingga dua hari ke depan. Selanjutnya, akan ditentukan nasib keseluruhan paket reformasi pajak yang ada.
Karenanya, sejumlah kelompok industri energi bersih, kelompok dagang Advance Energy United atau AEU, menjadi salah satu yang paling vokal menolak rencana ini. AEU mewakili berbagai perusahaan teknologi dan energi bersih termasuk NRG, Sunrun, Enel, dan bahkan Microsoft. Mereka baru saja meluncurkan kampanye iklan nasional yang menyasar anggota Kongres di lima negara bagian kunci, di mana semua daerah mendapat investasi besar berkat IRA.
Kampanye ini menyoroti nilai investasi sektor swasta dan manufaktur yang telah masuk ke tiap distrik akibat pemberlakuan insentif pajak tersebut. Meski AEU tak merinci total anggaran kampanye, disebutkan bahwa nilainya mencapai ratusan ribu dolar.
“Tanpa kredit ini, banyak keluarga akan dirugikan. Produsen yang sudah berinvestasi dalam negeri akan terpaksa menghentikan operasi, memberhentikan pekerja, dan memindahkan produksi ke luar negeri,” kata Heather O’Neill, CEO AEU, dalam pernyataannya.
Ada ironi yang mencolok. Ketika IRA disahkan pada 2022, tidak satu pun anggota Partai Republik di Kongres yang mendukungnya. Namun menurut data dari kelompok advokasi Climate Power, sekitar 58 persen dari total lapangan kerja baru yang tercipta berkat IRA justru berada di distrik-distrik yang dipimpin oleh Partai Republik.
Sejumlah Industri Mulai Atur Strategi
Melihat kondisi ini, sejumlah industri mulai atur strategi. Sektor hidrogen yang menjadi sorotan utama. Di sini, para pelaku industri mengandalkan kredit pajak federal 45V yang dirancang untuk mendukung proyek jangka panjang. Namun, dalam proposal baru, batas waktu kredit itu akan dimajukan dari tahun 2033 menjadi 2026.
Menurut pelaku industri, kebijakan ini akan membuat banyak proyek tidak layak secara ekonomi, dan bisa menggagalkan peluang menciptakan sekitar 60.000 lapangan kerja per tahun antara 2025 dan 2035, serta menyumbang lebih dari USD12 miliar terhadap Produk Domestik Bruto AS.
Sementara itu, Presiden Solar Energy Industries Association Abigail Ross Hopper mengimbau seluruh perusahaan dan konsumen yang bergantung pada panel surya untuk menekan wakil rakyat mereka. Menurutnya, jika tak segera diselamatkan, insentif untuk instalasi surya rumah tinggal akan habis akhir tahun ini, dan potensi investasi di sektor surya komersial pun ikut terhambat.
Dia juga menyerukan partisipasi melalui kampanye Solar Powers America yang memungkinkan masyarakat mengirim surat langsung ke anggota Kongres.
Dalam surat terbuka kepada Ketua DPR Mike Johnson dan Ketua Komite Ways and Means Jason Smith, sejumlah perusahaan dan organisasi—mulai dari Cummins, EQT, hingga Pelabuhan Long Beach dan Corpus Christi—mendesak agar insentif tetap dipertahankan. Mereka menekankan, tanpa dukungan itu, AS akan tertinggal dari Tiongkok yang sudah melaju cepat dalam pengembangan industri hidrogennya.
Diketahui, Ketua DPR Mike Johnson menargetkan agar paket pajak ini disahkan paling lambat 26 Mei. Artinya, waktu semakin sempit untuk menentukan apakah insentif yang menjadi fondasi kebijakan iklim nasional ini akan tetap berdiri, atau justru digerus oleh agenda pemangkasan fiskal.
Pertarungan ini jauh lebih besar dari sekadar angka di lembar anggaran. Ia menyentuh nasib investasi hijau, penciptaan lapangan kerja, dan komitmen Amerika terhadap energi bersih.
Dengan investasi triliunan dolar yang sudah digelontorkan dan jutaan pekerjaan potensial yang dipertaruhkan, keputusan Kongres dalam beberapa hari ke depan akan menjadi penentu arah masa depan industri energi AS.
Apa itu UU IRA
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan melonjaknya harga energi, Amerika Serikat mengesahkan sebuah regulasi penting yang bertujuan luas, menurunkan inflasi, menekan biaya hidup, dan mempercepat transisi menuju energi bersih. Undang-undang tersebut dikenal dengan nama Inflation Reduction Act (IRA), dan telah menjadi pilar kebijakan ekonomi dan lingkungan terbesar dalam sejarah modern AS.
Disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden, IRA dirancang sebagai respons terhadap lonjakan inflasi pasca-pandemi, serta kebutuhan mendesak untuk menurunkan emisi karbon dan membangun ketahanan energi nasional.
Lebih dari sekadar regulasi fiskal, IRA menjadi tonggak kebijakan yang menggabungkan solusi iklim, kesehatan, dan ekonomi dalam satu paket kebijakan yang menyeluruh.
Salah satu fokus utama IRA adalah memperkuat industri energi dalam negeri, terutama melalui dukungan terhadap sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidrogen. Melalui berbagai insentif, pemerintah mendorong masyarakat dan pelaku industri untuk beralih ke teknologi ramah lingkungan.
Subsidi untuk kendaraan listrik, misalnya, menjadi daya tarik utama, dengan potongan pajak yang signifikan bagi pembeli mobil listrik baik baru maupun bekas. Langkah ini diyakini akan mempercepat adopsi kendaraan emisi rendah di seluruh negeri.
Tak hanya sektor energi, IRA juga membawa reformasi penting di bidang kesehatan. Salah satu gebrakan terbesarnya adalah pemberian kewenangan kepada program Medicare untuk menegosiasikan harga obat-obatan langsung dengan produsen farmasi.
Ini adalah terobosan besar yang telah lama diperjuangkan demi menekan biaya pengobatan, terutama bagi warga lanjut usia. Selain itu, diberlakukan batas maksimal pada kenaikan harga obat yang disesuaikan dengan inflasi, agar tidak memberatkan penerima manfaat.
Pemerintah federal juga mengalokasikan anggaran besar untuk proyek-proyek energi bersih, termasuk pembangunan pembangkit listrik berbasis tenaga surya dan angin, serta fasilitas penyimpanan energi.
Selain pendanaan langsung, IRA juga memperkenalkan skema pinjaman baru yang bertujuan memfasilitasi pengembangan infrastruktur energi berskala besar, dengan harapan dapat menarik partisipasi investor swasta.
Aspek keadilan lingkungan turut menjadi perhatian dalam regulasi ini. Pemerintah mengarahkan pendanaan ke komunitas-komunitas yang selama ini kurang mendapat akses terhadap program energi bersih, serta meminta penerima manfaat untuk menunjukkan dampak sosial dari proyek yang mereka jalankan. Tujuannya jelas, memastikan bahwa transisi energi juga adil secara sosial.
Secara keseluruhan, Inflation Reduction Act ditujukan untuk membangun ekonomi yang lebih kuat, sehat, dan berkelanjutan. Dampaknya diperkirakan akan sangat luas, mulai dari penurunan emisi karbon secara signifikan, penciptaan jutaan lapangan kerja di sektor hijau, hingga penguatan posisi Amerika dalam persaingan energi global.
Lebih dari itu, IRA adalah wujud konkret bahwa pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan tidak perlu saling meniadakan—dan bahwa keduanya dapat diraih secara bersamaan lewat kebijakan yang tepat.(*)