Logo
>

Kantongi Pendapatan Rp6,51 Triliun, PGEO Siap Buy Back

Lonjakan permintaan terhadap energi bersih menjadi pendorong utama pertumbuhan ini, seiring dengan peningkatan kesadaran dan kebutuhan global akan energi ramah lingkungan.

Ditulis oleh Yunila Wati
Kantongi Pendapatan Rp6,51 Triliun, PGEO Siap Buy Back
Pabrik milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Foto: Dok PGEO

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGEO menunjukkan performa solid sepanjang tahun 2024. Perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar USD407,12 juta, atau sekitar Rp6,51 triliun (kurs Rp16.000), sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar USD406,29 juta. 

    Lonjakan permintaan terhadap energi bersih menjadi pendorong utama pertumbuhan ini, seiring dengan peningkatan kesadaran dan kebutuhan global akan energi ramah lingkungan.

    Meski laba bersih PGEO sedikit terkoreksi menjadi USD160,30 juta dari USD163,57 juta pada 2023, perusahaan tetap berhasil menjaga stabilitas profitabilitasnya. Efisiensi dalam pengelolaan biaya dan penguatan arus kas operasional menjadi pilar utama keberlanjutan bisnis. 

    Arus kas dari aktivitas operasi naik tipis menjadi USD258,29 juta dari USD255,19 juta tahun sebelumnya, mencerminkan ketahanan kinerja keuangan di tengah peningkatan beban operasional.

    Peningkatan beban pokok pendapatan menjadi USD164,89 juta dari sebelumnya USD158,35 juta disebabkan oleh ekspansi kapasitas dan pengembangan wilayah kerja panas bumi. Namun demikian, hal ini dikompensasi dengan pencapaian operasional yang tetap positif. 

    Sepanjang tahun 2024, PGEO berhasil meningkatkan produksi listrik di beberapa wilayah utama. Di Kamojang terjadi peningkatan sebesar 5,36 persen secara tahunan, di Lahendong naik 0,40 persen, dan di Lumut Balai bertambah 2,72 persen YoY. 

    Secara total, volume produksi listrik mencapai 4.827,22 GWh atau tumbuh 1,96 persen dibandingkan 2023, mencerminkan kestabilan dan efisiensi operasional yang terus dijaga.

    Dari sisi neraca keuangan, PGEO mencatatkan peningkatan total aset menjadi USD2,99 miliar dari USD2,96 miliar tahun sebelumnya, yang menunjukkan ekspansi bisnis secara berkelanjutan. Lebih penting lagi, perusahaan berhasil menekan liabilitas dari USD992,89 juta menjadi USD988,65 juta, sebuah sinyal positif atas upaya efisiensi dan pengelolaan utang yang disiplin.

    PGEO juga menunjukkan keseriusannya dalam mendukung target bauran energi nasional sebesar 23 persen dari energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2025. Strategi pertumbuhan berkelanjutan dijalankan dengan memperluas portofolio proyek panas bumi di berbagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) baru. 

    Selain itu, perusahaan akan memperkuat kapasitas operasional melalui commissioning Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 MW pada tahun 2025. Penambahan kapasitas ini diyakini akan mendorong pertumbuhan pendapatan serta memperkuat posisi PGEO dalam peta industri energi bersih nasional.

    Dengan stabilitas keuangan, efisiensi operasional, dan strategi ekspansi yang terukur, PGEO memasuki tahun 2025 dengan optimisme tinggi. Kombinasi antara peningkatan kapasitas, permintaan pasar yang terus tumbuh, serta pengelolaan biaya yang efektif menjadikan PGEO sebagai salah satu pemain kunci dalam mewujudkan masa depan energi berkelanjutan di Indonesia.

    Manuver Strategis PGEO

    Dengan mengantongi pendapatan yang cukup signifikan, PGEO bersiap melakukan manuver strategis yang ambisius dan optimistis dalam mempertahankan daya tariknya di pasar modal melalui rencana pembelian kembali saham (buyback) dan penguatan struktur keuangan. 

    Dengan cadangan kas yang mendekati USD1 miliar—terdiri dari kas operasional sebesar USD657 juta, sisa dana hasil IPO senilai USD250 juta, serta dana dari aktivitas operasional—PGEO menegaskan kekuatan fundamentalnya dalam menghadapi dinamika industri dan mengambil langkah korporasi yang proaktif.

    Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio, menyatakan bahwa perusahaan tengah mempertimbangkan buyback saham maksimal sebesar 2,5 persen dari posisi free float saat ini yang mencapai 10 persen. Langkah ini masih berada dalam koridor regulasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mensyaratkan minimal free float sebesar 7,5 persen. 

    Dengan kapitalisasi pasar PGEO yang mencapai Rp33 triliun, buyback saham dengan nilai sekitar Rp800 miliar dinilai tidak akan mengganggu kelangsungan operasional maupun ekspansi bisnis. Hal ini semakin diperkuat oleh kepercayaan diri perusahaan terhadap posisi arus kas yang sehat dan kemampuan untuk membiayai pertumbuhan organik maupun inorganik secara simultan.

    PGEO juga mencatat bahwa rata-rata target harga saham dari 13 dari 15 sekuritas yang mengulas sahamnya berada di kisaran Rp1.300 per saham, bahkan UBS Sekuritas memberikan proyeksi paling optimis dengan target harga Rp1.600. Dengan harga saham yang masih bergerak di kisaran Rp805–825, peluang kenaikan menuju level psikologis Rp1.000 dinilai sangat realistis. 

    Kepercayaan pasar terhadap PGEO diperkuat oleh catatan fundamental seperti EBITDA margin yang sangat impresif, yakni 80–85 persen, hampir dua kali lipat dari rata-rata margin 40 persen yang dimiliki oleh 12 entitas lain di sektor serupa di kawasan Amerika dan Asia Tenggara. Margin yang tinggi ini menjadi refleksi efisiensi operasional dan kekuatan model bisnis yang berfokus pada energi panas bumi sebagai bagian dari solusi transisi energi.

    Dalam hal belanja modal, PGEO menyatakan memiliki tambahan capex senilai US$140 juta yang sebelumnya disiapkan untuk aksi merger dan akuisisi yang urung terlaksana pada tahun lalu. Dana tersebut akan dialihkan untuk mendukung realisasi proyek-proyek strategis yang sedang dikembangkan tahun ini. 

    Selain itu, perusahaan juga sedang menjajaki kembali opsi pendanaan melalui instrumen berkelanjutan seperti green bonds tambahan atau rights issue jika diperlukan. Saat ini, PGEO sudah menerbitkan green bonds senilai USD400 juta yang akan jatuh tempo pada 2028. 

    Meski begitu, perusahaan mengindikasikan belum ada kebutuhan mendesak untuk menghimpun dana tambahan dalam waktu dekat, mengingat gearing ratio yang masih berada pada tingkat konservatif yakni 0,36 kali. Dengan batas maksimal covenant gearing dari Grup Pertamina sebesar 1 kali, PGEO masih memiliki ruang pembiayaan hingga US$2 miliar, jika dibutuhkan.

    Sebagai langkah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan pengembalian kepada pemegang saham, PGEO juga tengah mengkaji distribusi dividen dengan dividend payout ratio (DPR) yang direncanakan sebesar 80–90 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. 

    Meski laba bersih tahun 2024 mengalami sedikit penurunan, kebijakan ini mencerminkan komitmen perusahaan dalam menjaga kepercayaan investor sekaligus mempertahankan daya tarik saham di tengah fluktuasi pasar.

    Secara keseluruhan, strategi PGEO yang melibatkan pembelian kembali saham, optimalisasi struktur modal, dan penguatan arus kas operasional memperlihatkan posisi perusahaan sebagai salah satu pemain kunci dalam transisi energi nasional. 

    Dengan fundamental yang solid dan visi jangka panjang yang berkelanjutan, PGEO tidak hanya menjadi tulang punggung pengembangan energi panas bumi di Indonesia, tetapi juga mengukuhkan diri sebagai salah satu emiten yang menjanjikan di sektor energi baru dan terbarukan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79