Logo
>

Uni Eropa Pangkas Pajak Karbon, 90 Persen Importir Bakal Bebas

Uni Eropa revisi skema pajak karbon lintas batas. Hanya 10 persen importir dengan emisi terbesar yang tetap dikenakan pungutan mulai 2026.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Uni Eropa Pangkas Pajak Karbon, 90 Persen Importir Bakal Bebas
UE ubah kebijakan CBAM, hanya berlaku untuk 10 persen importir besar. Mayoritas pelaku usaha kecil tak lagi dikenai pajak karbon lintas batas. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM – Uni Eropa memutuskan untuk menyederhanakan kebijakan pajak karbon lintas batas atau carbon border levy yang rencananya akan berlaku tahun depan. Dalam pertemuan para menteri di Brussels, Selasa, 27 Mei 2024, negara-negara anggota menyetujui hanya 10 persen importir yang tetap dikenakan pungutan karbon tersebut—turun drastis dari rencana semula yang mencakup sekitar 200 ribu pelaku impor.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, 27 Mei 2025, kebijakan ini membuat sebagian besar pelaku usaha yang semula terancam pungutan dapat bernapas lega. Pasalnya, kelompok 10 persen itu disebut-sebut sudah mewakili 99 persen emisi karbon dari total impor yang menjadi sasaran kebijakan.

Persetujuan dari Dewan Uni Eropa ini membuka jalan bagi finalisasi kebijakan bersama Parlemen Eropa, yang pekan lalu telah menyatakan dukungan terhadap proposal tersebut.

Pajak karbon lintas batas merupakan mekanisme proteksi industri dalam negeri Eropa dari kompetitor luar yang beroperasi di negara dengan aturan iklim lebih longgar. Pajak ini akan dikenakan dalam bentuk biaya tambahan atas barang impor—sebanding dengan harga karbon yang wajib dibayar oleh pelaku industri di kawasan UE.

Komisi Eropa mengajukan revisi aturan ini sejak Februari lalu. Mereka menyebut penyederhanaan ini penting untuk meringankan beban administrasi usaha kecil, tanpa mengurangi efektivitas lingkungan dari kebijakan yang tetap menyasar penghasil emisi besar.

Dalam aturan baru, pajak karbon hanya akan berlaku untuk perusahaan yang mengimpor lebih dari 50 metrik ton per tahun untuk produk-produk seperti baja, semen, aluminium, dan pupuk. Skema ini menggantikan aturan sebelumnya yang menetapkan pungutan bagi semua pelaku impor barang senilai lebih dari EUR150 (sekitar USD170), tanpa melihat volume.

Pungutan dalam bentuk izin emisi (carbon permits) baru akan mulai diberlakukan penuh pada 2027, namun mencakup emisi karbon dari aktivitas impor yang dilakukan mulai tahun 2026.

Eropa Menuju Satu Harga Karbon

Eropa bersiap membangun fondasi baru dalam tata kelola iklim. Komisi Eropa dan Pemerintah Inggris telah sepakat untuk mulai menyatukan sistem perdagangan karbon (Emissions Trading System/ETS) masing-masing. Ini digadang-gadang sebagai langkah besar yang dapat membentuk kembali mekanisme harga karbon lintas benua.

Kesepakatan ini diumumkan usai KTT Uni Eropa–Inggris pertama pasca-Brexit, pada 19 Mei lalu di mana isu lain seperti keamanan, migrasi, dan energi turut dibahas. Jika terwujud, penggabungan ETS akan memungkinkan izin emisi karbon dari UE maupun Inggris saling diakui—artinya, perusahaan bisa melakukan perdagangan lintas batas atas izin karbon secara legal dan efisien.

Kenapa Ini Penting?

Integrasi dua sistem ini akan memperkuat mekanisme penetapan harga karbon di Eropa. Selain menambah likuiditas pasar, skema ini juga diyakini dapat menstabilkan harga karbon jangka panjang dan memangkas biaya kepatuhan bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di kedua wilayah.

ETS Uni Eropa sendiri sudah berjalan sejak 2005, mencakup sektor-sektor intensif emisi seperti energi, baja, semen, dan penerbangan. Sistem ini diperkirakan menghasilkan EUR40 miliar (Rp700 triliun) dalam periode 2020–2030. Posisi ETS makin kuat setelah Uni Eropa meluncurkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) pada 2023 yang mengenakan tarif atas barang impor berdasarkan jejak karbonnya—untuk mencegah fenomena “carbon leakage”.

Sejak resmi keluar dari Uni Eropa, Inggris membentuk ETS sendiri sejak 2021 dan berencana menerapkan versi lokal CBAM pada 2027. Dalam skema penyatuan, kedua pihak akan bekerja menuju kesepakatan yang memungkinkan pembebasan CBAM timbal balik, guna meringankan beban administrasi dan finansial perdagangan lintas negara.

Namun, dalam pernyataan bersama, ditegaskan bahwa penyatuan ETS hanya akan dilakukan jika target penurunan emisi Inggris minimal setara dengan Uni Eropa, baik dalam skala ambisi maupun lintasan kebijakan pengurangannya.

Tahap awal penyatuan akan menyasar sektor pembangkit listrik, industri berat, transportasi maritim, panas industri, dan penerbangan. Ke depan, ruang lingkup integrasi dapat diperluas seiring kemajuan teknis dan politik.

Bagi korporasi dan investor, langkah ini menjadi sinyal kuat arah harmonisasi kebijakan iklim lintas Eropa. Selain memperkuat kepercayaan terhadap mekanisme harga karbon jangka panjang, penyatuan ETS juga membawa harapan pada kestabilan pasar dan kejelasan regulasi untuk tahun-tahun mendatang.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).